Apa saja bentuk soft skill yang dibutuhkan anak jelang masuk SD, dan bagaimana mengasahnya?
Menyoal soft skill ini, ternyata nggak hanya diperlukan oleh kita yang terjun di dunia kerja. Anak juga membutuhkannya. Secara umum soft skill merupakan istilah sosiologis yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, sifat kepribadian, keterampilan sosial, komunikasi, berbahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang mencirikan kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (Sumber: BINUS University.)
Nah, jika kita kaitkan dengan soft skill anak-anak menjelang masuk SD, menurut Carmelia Riyadhni, S.Psi, Founder Rumah Dandelion dan praktisi dunia pendidikan anak, hal ini dibutuhkan untuk menyesuaikan tuntuan yang ada di jenjang SD. Apa saja bentuk konkretnya?
Secara hitam di atas putih, memang “hanya” tiga poin soft skill yang dibutuhkan, tapiii mengingat semua itu butuh proses sampai anak bisa menguasai semuanya, Mbak Carmel bilang, sebaiknya anak perlu belajar dan latihan. Dapat diperkenalkan dengan kemampuan belajar ini sebelum anak masuk usia sekolah (SD).
Setelah tahu bentuk konkretnya, ini dia cara-cara sederhana untuk mengasahnya dari Mbak Carmel, yang bisa mommies praktikkan:
1. Berikan anak kepercayaan untuk mencoba hal yang baru terkait dengan bantu dirinya, misalnya membersihkan alat kelamin setelah selesai toilet, memakai atau melepas baju berkancing, atau mengembalikan mainan ke tempatnya.
2. Beri kesempatan dan waktu lebih untuk anak belajar. Terkadang orangtua dapat perlahan-lahan menurunkan tuntutan kepada anak ketika mulai belajar hal baru. Maka dari itu, orangtua perlu observasi juga sejauh mana kemampuan anak dapat melakukannya, misalnya mencoba memasang kancing baju. Ketika anak sudah usia 2,5 - 3 tahun dapat dimulai keberhasilan satu kancing dari 4 kancing. Perlahan-lahan tingkat kesulitannya ditambah jika anak sudah mampu memasang kancing dengan benar dan saat usianya bertambah.
3. Orangtua menciptakan lingkungan yang mendukung anak belajar, misalnya memberikan kursi kecil supaya anak bisa meraih keran air, letakkan baju anak pada lemari yang dapat digapai, menempelkan instruksi visual, dan lain-lain.
4. Bentuk kepercayaan bersama anak, mulai dari hal-hal sederhana. Kepercayaan ini dibina supaya nanti saat sekolah anak dapat bermain terpisah dari orangtua, contohnya: Saat bermain di rumah, orangtua dapat meminta anak bermain sendiri/agak jauh “Mama nanti akan kembali lagi setelah alarm berbunyi ya,” atau “Papa datang saat jarum jam sudah di angka 5 ya”.
5. Latih anak untuk melakukan klasifikasi sederhana pada kegiatan dirinya, misalnya kapan waktu main, kapan waktu makan, dan kapan ia dapat bermain di luar.
“Semakin anak sering melakukannya maka anak akan banyak belajar dalam proses pembentukannya, apalagi setiap anak berbeda-beda dalam pembentukan kemampuannya ada yang cepat dan ada yang membutuhkan waktu lebih lama. Di sini, orangtua berperan untuk mendukung dan mengarahkan proses pembentukan soft skill anak ini,” jelas Mbak Carmel.
Kemampuan anak menguasai soft skill ini, punya korelasi yang erat lho dengan kemampuan edukasi mereka, Mbak Carmel menjelaskan “dengan kemampuan anak mandiri, memiliki keterampilan sosio-emotional yang baik, serta kemampuan mengikuti instruksi akan mendukung dengan pembelajaran nanti di dalam kelas. Anak diharapkan dapat meregulasi dirinya dengan baik untuk fokus dan mengikuti kegiatan belajar di sekolah.”