Di antara mommies ada yang terkondisikan menunda si kecil masuk SD karena satu dan lain hal? Supaya anak tidak bosan dan lebih siap menunggu tahun berikutnya aktif sebagai murid SD, simak penjelasannya dari pakar berikut ini.
Di lingkungan pertemanan saya, mulai bergulir obrolan mengenai ada kemungkinan kami menunda si kecil masuk SD. Salah satu alasan yang paling banyak dilontarkan, demi kematangan usia mereka. Jadi kalau dari serangkaian tes memang belum memenuhi kriteria kesiapan seorang anak menjadi murid SD, ya tidak apa-apa menunda. Masalahnya sekarang, bagaimana caranya, supaya mereka tidak bosan? Dan dalam kurun waktu menunggu tahun depan, apa yang bisa kita lakukan untuk membuat anak siap mengikuti rutinitas di jenjang SD?
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail, dan berbasis ilmu psikologi anak, saya melontarkan beberapa pertanyaan, kepada Carmelia Riyadhni, S.Psi, Founder Rumah Dandelion dan praktisi dunia pendidikan anak.
Perlu diketahui bahwa saat anak masuk usia sekolah (dimulai dari SD), tuntutan akan semakin banyak. Contohnya, anak diharapkan dapat lebih fokus saat di kelas, pengerjaan tugas dengan paper-pencil lebih sering, dituntut lebih mandiri terhadap kebutuhan dasarnya, dan juga anak harus dapat mengikuti aturan dan mampu berkomunikasi dengan guru serta teman. Maka dari itu, diharapkan adanya kesiapan sekolah (school readiness) sebelum anak masuk SD (akan dibahas detail pada pertanyaan nomor 2).
Di sisi lain, Pemerintah memberi saran usia 7 tahun untuk usia sekolah. Secara kognitif, anak usia 7 tahun sudah memasuki tahapan kognitif concrete operational (Piaget, 1954), dimana anak mulai lebih paham mengikuti aturan yang jelas dan logis (misalnya: mulai memahami mana yang benar dan salah, apa yang harus dilsayakan sebelum bertindak, dan lain-lain) serta sedang mengembangkan kemampuan memecahkan masalah pada situasi konkret. Melihat hal ini, anak berusia 7 tahun diharapkan lebih matang untuk dapat mengikuti kegiatan di SD.
Buat saya, orangtua dapat melihat terlebih dahulu kesiapan sekolah anak sebelum memutuskan apakah ia dapat dimasukkan SD atau tidak. Setidaknya orangtua dapat membantu sang anak dalam mempersiapkannya. Tidak dipungkiri bahwa setiap anak berbeda dan memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. Jika anaknya usia 6 tahun dan sudah sangat matang, saya rasa dapat dimasukkan ke SD. Namun jika tidak, lebih baik ditunda.
Kesiapan sekolah menurut Unicef (2012) merupakan kemampuan anak untuk siap belajar pada situasi belajar terstruktur (sekolah). Kemampuan dasar yang perlu dimiliki anak sebelum masuk sekolah termasuk kemampuan literasi, numeric, kemampuan mengikuti instruksi, dan dapat bermain/bekerja sama dengan anak lain dan lingkungan (Rouse, Brooks Gunn, & Mclanahan, 2005).
Secara sederhana, anak perlu dilihat:
Kita dapat memberi penjelasan bahwa setiap orang dapat berbeda-beda dan unik, ada yang lebih cepat-ada yang lebih lambat. Tambah lagi, setiap keluarga memiliki aturan-aturan berbeda-beda. Misalnya “Wah, kamu sudah ingin masuk SD ya? Si X sudah masuk SD mungkin ia lebih siap. Tidak apa jika kamu belum. Kamu bisa ikut kegiatan lain sambil menunggu tahun depan masuk SD.”
Masuk sekolah merupakan salah satu fase transisi anak, sehingga dibutuhkan persiapan yang matang dan rutinitas yang dibentuk. Akan lebih mudah jika orangtua dapat memberikan kegiatan rutin kembali seperti TK. Saat harus mengulang kedua kali TK B, orangua dapat berdiskusi dengan guru di sekolah untuk membantu anak mempersiapkan sebelum masuk SD (pengulangan TK).
Jika memilih untuk mengikuti les terkadang secara waktu tidak seperti sekolah formal (sekolah biasanya senin-jumat dengan jam tertentu). Jika ingin mengikuti les, pastikan orangtua membentuk rutintas dan kegiatan di rumah secara terstruktur supaya anak belajar perlahan-lahan mengikuti aturan.
Jika mengikuti les, maka perlu dibarengi dengan kegiatan permainan di rumah. Anak bisa mengikuti les bola atau senam (untuk melatih motorik kasarnya secara terstruktur), kegiatan bermain dengan blocks (melatih kemampuan spasial), atau art class (membantu melatih kemampuan motorik halusnya).
Berapa kali seminggu? Lakukan sesuai dengan kebutuhan anak dan juga kemampuan orangtua (contoh: untuk mengantarkan ke tempat les perlu dipertimbangkan akses dan ketersediaan waktu orangtua atau pendamping).
Kegiatan di rumah yang dapat mendukung kesiapan anak sekolah misalnya:
Semoga tercerahkan, ya, mommies.