banner-detik
FEATURED

Minal Aidin Wal Faizin, Sudahkah Kita Tulus Mengatakannya?

author

?author?04 Jun 2019

Minal Aidin Wal Faizin, Sudahkah Kita Tulus Mengatakannya?

Perkara minta maaf dan memaafkan menurut saya adalah salah satu perbuatan yang paling sulit. Karena melibatkan keikhlasan dan komitmen tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dan melupakan perbuatan seseorang yang sudah menyakiti kita. Sanggupkah?

Sudah berapa kali lebaran mommies lewati, dan momen bermaafan yang dilakukan dengan keluarga, saudara, teman, kerabat dan handai taulan? Setiap hal tersebut dilakukan, apakah sekadar tradisi berjabat tangan, atau hati ikut bergetar ketika ucapan Minal Aidin Wal Faizin keluar dari mulut kita, sesekali diikuti tangis haru, karena menyadari khilaf kata dan perbuatan yang sudah kita lakukan sesama manusia? Menurut saya, sebaiknya jangan hanya lewat begitu saya, manfaatkan dengan maksimal.

Bermaafan -  Mommies Daily

Setiap orang pasti pernah di posisi keduanya (termasuk saya), minta maaf dan memaafkan, lebih gampang mana? Hmmm, tidak keduanya. Beberapa kali melewatinya, ada poin-poin penting yang saya ingin bagi ke mommies.

Yang meminta maaf:

-Butuh keberanian menurunkan kadar ego, menjadi pemberani, meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat.

-Komitmen tidak mengulanginya lagi.

-Tuluskah kita meminta maaf? Benar-benar menyadari apa saja kesalahan kita, ucapkan dengan detail kepada orang yang kita minta maafnya.

Yang diminta permohonan maaf:

-Melibatkan sejumlah memori buruk yang berdampak signifikan dengan keadaan psikologis atau fisik seseorang. Biasanya kata-kata yang menyakiti hati, akan lebih lama mengendap, dan tak mudah dilupakan begitu saja.

-Cara pandang kita terhadap orang tersebut sudah tidak lagi sama.

-Menanamkan mind set, semua orang pasti melakukan kesalahan. Suatu saat, keadaan bisa berbalik. Kitalah yang berbuat salah.

-Tuluskah kita memberikan maaf, ketika hati terlanjur disakiti?

Dua poin terakhir yang menjadi kesamaan, tuluskah kita meminta maaf, dan memberikan maaf? Sayangnya tidak ada standar baku yang bisa digunakan untuk menentukan keikhlasan seseorang.

Sekadar berbagi, dan pernah merasakan dampak baik berusaha ikhlas minta maaf dan memaafkan. Di antaranya, ada saja jalan rezeki yang Tuhan kasih untuk saya. Dan seketika, migrain yang saya alami berminggu-minggu, hilang begitu saja.

Coba berdamai dulu dengan perasaan kita masing-masing. Jika kita yang melakukan kesalahan, akui kita sudah berbuat salah. Segera minta maaf, dan janji sama diri sendiri, tidak tersandung dalam masalah yang sama.

Lalu sebaliknya, iya sangat mengerti butuh waktu untuk memaafkan. Sambil menunggu, hati dan pikiran tidak lagi diliputi amarah, putar kebaikan-kebaikan orang tersebut. Sudah berusaha tapi kok sulit sekali? Tanyakan saja sama diri sendiri, mau berapa lama memendam perasaan marah dan dendam, cuma jadi penyakit hati, lho. Keadaan psikis yang tertekan, bisa berdampak buruk dengan kesehatan fisik seseorang.  

Pertanyaannya sekarang menjadi: sudah berusaha sejauh mana kita tulus meminta maaf dan memaafkan?

Share Article

author

-

Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan