Ketika anak-anak Indonesia harus bersyukur karena tidak terlahir di Korea Selatan.
Sebuah kawasan perumahan elite di pinggiran kota Seoul bernama Sky Castle, dihuni oleh sekumpulan keluarga kaya, dengan jabatan bergengsi macam profesor sebuah universitas ternama, direktur rumah sakit, dokter ortopedi hingga ahli bedah syaraf terpandang.
Sekilas para keluarga itu memiliki kehidupan yang diimpikan semua orang: pekerjaan terbaik, pasangan sempurna, serta anak-anak yang pintar dan membanggakan secara akademik. Tapi ternyata di balik balutan kesempurnaan, keluarga-keluarga terpandang tersebut menyimpan rahasia, masa lalu yang gelap, jiwa yang depresi, serta jeritan minta tolong dari anak-anak yang seringkali terlambat tersampaikan.
Mulai dari tingkat SD hingga SMA, semua pulang sekolah ketika matahari tak lagi terlihat, alias digantikan sama bulan, alias malam banget. Kapan mainnya, coba?
Bukan cuma murid yang bersaing, tapi juga orangtuanya. Bukan cuma mama-mamanya yang ambisius, para papa juga. Segala cara ditempuh agar anak selalu mendapatkan nilai yang bagus di sekolah. Pasangan Han Seo-Jin dan Kang Joon-Sang menyewa private tutor yang menjamin 100% kelulusan anak di universitas ternama, dengan bayaran seharga rumah. Cha Min-Hyuk membuat kamar kedap suara juga cahaya agar anak bisa berkonsentrasi penuh saat belajar walau istrinya No Seung-Hye tidak setuju, dan kedua anak kembarnya selalu ketakutan saat diminta masuk ke kamar tersebut.
Park Soo-Chang bahkan pernah menodongkan senjata berburunya ketika anak laki-lakinya punya pacar hanya karena khawatir nanti nggak konsen belajar. Ada pula seorang ibu membayar mahal anak pintar tapi misqueen bernama Kim Hye Na, untuk mengerjakan ujian dan tugas-tugas anaknya yang kemampuan akademiknya hanya rata-rata.
Saking penasarannya benar nggak, sih, drama yang mendapat rating 27% melalui saluran TV JTBC ini tak selebay sinetron Indonesia, saya sampai ngobrol dengan seorang praktisi budaya Korea, Afriadi, S.Hum. Afriadi menjelaskan, anak-anak sekolah di Korea Selatan memang dituntut untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Nilai ini sedianya akan menjadi penentu masa depan mereka kelak di dunia profesional.
Di Korea Selatan sentimen senioritas dan almamater sangatlah tinggi. Bagi mereka yang mengenyam pendidikan di SKY (Seoul National University, Korea University, Yonsei University) dan menjalin hubungan baik dengan para seniornya, sedianya akan mendapatkan posisi dan jabatan penting di perusahaan-perusahaan dan instansi.
Dari uraian Afriadi, mudah ditebak, mereka yang berada di golongan menengah ke atas yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan posisi-posisi strategis. Hal ini sesederhana karena orangtua mereka mampu membayar untuk melakukan apa saja agar si anak lulus ke universitas ternama, salah satunya dengan membayar privat tutor tadi.
Bahkan menurut Afriadi, salah satu usaha menggiurkan tanpa modal besar di Korea adalah buka kursus dan bimbingan belajar. Pendidikan menjadi komoditas yang sangat laku untuk diperjualbelikan. Sehingga akhirnya akses terhadap pendidikan akan lebih mudah bagi mereka yang berduit ketimbang masyarakat menengah ke bawah.
Bagaimana dengan mereka yang tidak lulus atau gagal masuk universitas?
Bagi masyarakat Korea, tidak sukses dan menjadi tidak berguna sangat memalukan keluarga. Daripada memalukan keluarga lebih baik mati saja. Perlu diketahui, penyebab kematian anak muda di Korea Selatan nomor satu adalah bunuh diri. 1 dari 4 pelaku bunuh diri menderita depresi berat. Untuk kisaran anak yang berusia 9-24 tahun, angka bunuh dirinya 7,8/100.000 orang.
Sampai di sini saya sudah menelan ludah duluan. Walau tidak disebutkan motif utamanya, 70% kehidupan anak-anak di usia tersebut berada di seputar dunia pendidikan, sehingga besar kemungkinan motif bunuh dirinya karena alasan tersebut.
Ya, bayangkan saja kondisi psikis mereka, anak-anak di sana belajar di sekolah dari jam 8 pagi - 6 malam. Belum yang ambil kelas tambahan, seringkali hingga jam 8 malam. Praktis kehidupan di sekolah 12 jam, 8 jam tidur, sisa 4 jam baru untuk waktu pribadi. Berbahagialah anak-anak Indonesia yang waktu mainnya masih lebih banyak.
Sky Castle merupakan drama satir dengan komedi gelap yang menurut saya layak ditonton. Buat Anda yang menganggap drakor hanyalah kisah cinta pria wanita yang wajahnya sama semua, mulailah tonton drama yang satu ini untuk kemudian berlanjut ke drakor-drakor berikutnya :).
Buat Anda penggemar drakor komedi atau romantis, coba perluas wawasan dengan drama yang menguras emosi sebagai ibu. Menurut salah satu review di Korea, para pemeran bukanlah aktor atau aktris terkenal, namun mampu membuat masyarakat Korea mencintai drama ini.
Satu pesan yang saya tangkap dari Sky Castle , apa pun yang dilakukan seorang ibu pasti selalu atas nama cinta untuk anak-anaknya. Walaupun terkadang cara mencintainya salah.