Ditulis oleh: Febria Silaen
Cerita pengalaman dua keluarga mencoba MRT, mulai dari menyelipkan sisi edukasi etika menggunakan kendaraan umum, hingga kejutan bertemu Ibu Negara! Seperti apa persisnya?
“Terlalu cepat, tapi seru. Kapan ada MRT ke Bandung, Bu? Enak bisa lebih lama di MRT!”
Begitulah komentar spontan anak saya, ketika kami Minggu lalu, akhirnya berhasil untuk mendapatkan kesempatan untuk uji coba MRT gratis. Perjalanan dimulai dari Stasiun MRT Lebak Bulus menuju HI, awalnya tidak terlalu ditanggapi dengan antusias oleh putri semata wayang saya.
Tapi ketika sudah di dalam stasiun dan berada di dalam kereta, ekspresinya pun berubah. Meski banyak terdiam dan melihat sekitar, ia akhirnya tak sadar menunjukkan antusiasnya. Tanpa sadar, ia berdecak kagum lantaran pengalaman naik MRT ini adalah kali pertama.
Sangat berbeda dengan pengalaman ketika naik commuter line. Tidak hanya menikmati perjalanan yang begitu cepat, hanya 30 menit dari Lebak Bulus-HI, kami juga sempat mengajarkan perihal etiket dan rambu-rambu naik MRT.
Pertama, naik ekskalator, kami mengajarkan ia untuk berada di sebelah kiri. Sebab, sebelah kanan untuk orang yang ingin tergesa-gesa atau mendahului.
Kami juga menjelaskan arti tanda berwarna hijau dan kuning. Saat ingin naik MRT, sebaiknya kita berdiri atau antre di tanda warna kuning. Dan mengingatkan juga untuk membiarkan orang turun lebih dahulu di bagian tanda hijau. Setelah itu barulah dengan tertib masuk ke dalam.
Saat masuk, kami pun mengingatkan untuk fokus dan memerhatikan sekeliling. Termasuk bagian kursi prioritas yang berada di pojok masing-masing gerbong. Ini kami lakukan mengingat usia anak yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar.
Berbeda dengan pengalaman ibu dua anak, Becky yang tidak kalah seru bahkan menurut saya pengalaman yang luar biasa sekaligus membuat gelak tawa.
Sebagai ibu dari Rayven (6) dan Rexander (2), berkewarganegaraan ganda Indonesia dan Inggris. Becky menuturkan kalau kedua anak ini sama-sama suka dengan berbagai kendaraan, mulai dari mobil, truk sampah, truk pengaduk semen, helikopter, pesawat dan kereta.
Si Sulung pun otomatis jadi pemerhati kendaraan umum dan membandingkan antara yang di London dan di Jakarta. Kecil hati rasanya ya jadi warga Jakarta jika pembandingnya adalah kota di negara maju.
Jadi, begitu MRT (akhirnya!) dibuka di Jakarta, ia pun tak sabar mengajak mereka ikut uji coba, mumpung masih cling dan gress! Apalagi selama seumur hidupnya, mereka hampir setiap hari melewati konstruksi MRT.
Tibalah hari yang ditunggu-tunggu, 18 Maret 2019, sesuai tiket uji coba yang telah saya pesan. Becky dan keluarga bersiap berangkat ke stasiun terdekat, yakni Cipete Raya. Sesampainya di sana, saya memutuskan untuk berangkat ke Lebak Bulus dulu agar merasakan naik kereta dari stasiun awal hingga Bundaran HI.
Sampai stasiun, kami sengaja menunggu satu kereta berikutnya agar tidak terlalu ramai. Anak-anak sabar saja menunggu meskipun cuaca cukup gerah. Mereka berdiri tegap di dalam kotak kuning tempat antrean.
Di dalam kereta, si bungsu girang menduduki bangku pojok tempat penumpang dengan kebutuhan khusus (karena saat itu memang kondisi sedang kosong, dan saya beritahu juga bahwa itu khusus untuk penumpang berkebutuhan khusus, jadi mereka tidak bisa seenaknya duduk di situ). Si sulung melihat-lihat ke luar dan bertanya, kenapa kita di atas dan bukan di bawah tanah. Becky pun menjelaskan bahwa 10 kilometer pertama di Jakarta Selatan memang keretanya di rel layang sebelum masuk rel bawah tanah di jalan Sudirman nanti.
Sesampainya di stasiun Bundaran HI, kami agak kebingungan karena ada beberapa pintu keluar “Plaza Permata” dan “Oil Center” yang bukanlah gedung yang cukup terkenal (tidak seperti Wisma Nusantara atau Plaza Indonesia). Jadilah kami keluar di Oil Center hanya karena ada eskalatornya. Begitu muncul di permukaan, Becky, suami dan anak-anak langsung terpana dengan perubahan penampilan Jalan Thamrin yang semakin terasa lega karena tidak ada jembatan penyebrangan orang di atasnya.
Semenit kemudian, kami dipersilakan untuk memberi jalan pada seseorang, dirinya pun bertanya-tanya, siapakan seseorang tersebut?
Wah, ternyata rombongan Nyonya Presiden dan Wakil Presiden. Becky bercerita ketika sibuk berusaha mengambil swafoto, Ibu Iriana melihat Rayven dan langsung mengajaknya berfoto. Rombongan yang beriring-iringan di pedestrian pun langsung berhenti mendadak karena sesi foto singkat itu.
Sayangnya, karena anak-anak jarang terpapar foto atau tayangan berita, Rayven tidak mengenali wajah Ibu Iriana dan menganggap beliau sebagaimana layaknya anak kecil melihat orang yang tidak dikenalnya. Jadilah hasil fotonya terlihat seperti Rayven sedang menolak berfoto bersama Ibu Negara!
Ah, sayang sekali. Momen yang berharga itu seharusnya bisa lebih manis dengan foto Rayven yang tersenyum hahaha bukan wajah seperti di foto.
“ Pengalaman naik MRT saat itu sungguh memberikan pengalaman tak terlupakan bagi kami,” kata Becky menutup cerita.