Di hari down syndrome internasional ini, kami mewawancarai Yusriani Ratna Irani tentang anak sulungnya, Keandra Morris Ksatria Lim.
Saya dikenalkan pada Rani oleh teman baik saya Ayu Oktariani. Ayu memberikan link wawancara dengan ayah Keandra, Aditia Taslim tahun 2014 lalu.
Aditia adalah Executive Director Rumah Cemara, organisasi berbasis komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV-AIDS, konsumen narkoba, serta kaum marginal lainnya. Menikah di tahun 2011, Aditia dan Rani dikaruniai putra pertama mereka pada tanggal 28 Mei 2012. Setelah lahir, dalam kondisi istrinya yang belum sadar pasca operasi, Aditia diberitahu dokter bahwa anaknya lahir dengan down syndrome.
Di wawancara itu (bisa dibaca di sini), Aditia bercerita ia sempat menyembunyikan kondisi down syndrome Keandra pada istrinya selama 2 minggu. Ia sampai “bersekongkol” dengan dokter untuk merahasiakan kondisi Keandra untuk sementara waktu.
Kini Keandra sudah hampir berusia 8 tahun dan sudah punya adik perempuan yang berusia 1 tahun. Saya jadi penasaran, bagaimana cerita itu dari sudut pandang Rani tentang Keandra? Siapa support system terbesar sehingga Rani masih bisa bekerja sebagai ketua LSM Female Plus di Bandung? Simak wawancara saya dengan perempuan kelahiran Bandung, 27 Des 1978 ini.
Kegiatan sehari- harinya sekarang mengelola organisasi untuk pendampingan teman-teman yang terinfeksi HIV di Female Plus. Pendampingan untuk kebutuhan psiko sosial dan rujukan kesehatannya juga.
Iya suami saya sempet merahasiakan kalau Keandra itu down syndrome karena melihat kesehatan saya yang masih dalam proses pemulihan operasi caesar dan suami menunggu moment yang enak juga buat menyampaikan. Pertama kali tau pas Kean check kesehatannya ke dokter anak pertama kali setelah 2 minggu dilahirkan.
Dari pertama Kean dilahirkan saya udah curiga sih kayanya ada sesuatu yang disembunyikan dari suami saya. Ekspresinya tidak nampak bahagia layaknya seorang ayah yang baru mempunyai bayi. Lebih sering menyendiri.
Nah, setelah kita pertama kali ke dokter anak itulah karena saya melihat suami saya seperti memberikan “kode” sama dokter anaknya (belakangan saya tau ternyata suami memberikan note sama dokternya kalau saya belum tau Kean down syndrome). Di perjalanan menuju pulang, saya beranikan diri bertanya sama suami sebetulnya ada apa dengan Kean.
Setelah sampai di rumah akhirnya suami memberi tau tentang kondisi Kean yang sebenarnya. Nangis sejadi-jadinya teriak sekencangnya. Merasa hidup ini selalu memberikan tamparan-tamparan yang tiada henti.
Kekhawatiran yang sering muncul itu pandangan orang-orang di sekitar, pandangan keluarga tentang anak down syndrome yang secara edukasi belum banyak masyarakat yang mengerti.
Perlakuan yang tidak baik dari lingkungan tempat dia bertumbuh, pendidikan yang belum memadai, sampai kemandirian Kean saat besar nanti jika orangtuanya sudah tidak ada lagi. Dan sebetulnya masih banyak hal-hal yang dikhawatirkan.
Saat dikasih tau sama suami setelah kelelahan menangis saat itu juga kami langsung berdiskusi walaupun tidak banyak. Saya langsung bilang, jadi apa yang harus kita lakukan saat ini?
Yang menjadi turning point saat itu saya pasti dimampukan menjalani semua ini. Kalau saya hanya berdiam diri dan menangisi keadaan semuanya malah akan semakin terpuruk. Lebih baik kami mencari tau sebanyak-banyaknya dan melakukan sesuatu demi pertumbuhan Kean.
Walaupun sampai saat ini sesungguhnya setiap membicarakan proses Kean lahir hingga saat ini saya masih sering mengeluarkan air mata. Air mata yang masih saya keluarkan yaitu tetesan rasa, ternyata saya mampu hingga hari ini membesarkan Kean yang sudah mau menginjak usia 7 tahun. Terlalu banyak yang sudah Kean ajarkan kepada kami.
Pengalaman buruk dari lingkungan kebetulan kami sudah mulai terbiasa dengan tatapan-tatapan orang yang melihat Kean. Kami malah menanggapinya dengan senyuman. Lingkungan pendidikan lumayan bikin saya mengeluarkan air mata, tidak semua sekolah inklusi menerima anak down syndrome. Jadi sempat kerepotan cari sekolah untuk Kean. Alhamdulillah sekarang Kean udah sekolah kelas TK A.
Suami. Dia mengambil peran yang cukup besar dalam tumbuh kembang Kean. Kalau dibandingin saya malah suami yang sangat memikirkan Kean. Mertua saya juga cukup membantu saya hingga saat ini sampai saya bisa bekerja berkat dukungan suami dan mertua yang mau direpotkan untuk urusan Kean.
Betul. Kegiatan di Potads saat ini untuk kegiatan regulernya ada kopdar per 3 bulan. Kopdar ini tergantung kebutuhan dari anggotanya kadang mendatangkan nara sumber untuk memberikan sesi yang berkaitan dgn kebutuhan anak-anak.
Dari usia Kean 3 bulan saya udah ingin aktif di Potads dan ingin dilibatkan dalam kegiatan-kegiatannya. Selain itu juga ada kegiatan moving class lebih untuk melatih motorik halus dan motorik kasar anak dengan bermain bersama.
Jangan takut, dia dapat memelukmu, dia bisa sekolah seperti yang lainnya, dia mampu untuk bahagia, dia mampu belajar dan menulis, dia mampu berbicara dan suatu saat nanti dia akan bilang “I love you mom”.