banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

Mari Besarkan Anak yang Open Minded

author

annisast22 Feb 2019

Mari Besarkan Anak yang Open Minded

Saya khawatir banget lho, para orangtua yang pikirannya tertutup (close minded) dan senang mengkotak-kotakkan segala sesuatu itu anak-anaknya dibesarkan seperti apa ya? Karena open-mindedness itu harus diajarkan dengan sadar.

toleransi

Open minded itu penting karena orang-orang yang open minded tidak akan menerima sebuah ide tanpa melihat dulu latar belakangnya. Opini orang yang open minded biasanya sudah ditelaah dari berbagai sisi sehingga perspektifnya bisa jadi lebih luas dan lebih bisa menerima perbedaan.

Menurut psikolog anak dan remaja mbak Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi pada dasarnya semua anak itu terlahir dalam kondisi open minded. Mbak Vera juga mengamini bahwa orangtua yang open minded juga biasanya akan membesarkan anak yang serupa.

“Mereka menyerap apa saja, mencoba apa saja, punya pemikiran bebas tentang apa saja/berimajinasi dsb. Batasan mulai masuk ke dalam pemikiran mereka ketika ada batasan dari lingkungan, yang paling sering ya batasan dari ortu: tidak boleh ini itu, harus begini begitu. Seseorang bisa jadi close/open mind, ditentukan bagaimana lingkungan membentuknya. Jadi tergantung bagaimana pengalaman hidup membentuk pemikirannya,” ujar Mbak Vera.

Jadi jelas menurut saya untuk membesarkan anak yang open minded adalah dengan bercermin dulu pada diri kita sendiri: apakah kita sudah cukup terbuka? Sudah bisa menerima perbedaan? Sudah bisa berempati pada orang?

Jangan lupa untuk menjawab semua rasa penasaran anak dengan benar. Jangan matikan rasa ingin tahunya karena itu jalan anak untuk belajar bahwa dunia ini beragam dan tidak perlu menjadi sama.

“Terima anak apa adanya; paparkan anak terhadap segala pemikiran/kesempatan/hal baru; beri kesempatan anak untuk ekspresikan pemikirannya; beri kesempatan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan; ciptakan kesempatan untuk diskusi ringan dengan anak tentang apapun untuk kembangkan pikirannya; namun tetap berikan batasan dan pendampingan yang sewajarnya,” ujar Mbak Vera.

Lebih lanjut Mbak Vera menjelaskan ketika anak terbiasa disalahkan karena punya pikiran yang lain atau mencoba hal baru, maka dia akan terbiasa dengan hal yang itu-itu saja yang sejak dulu dianggap sesuatu yang benar untuk dilakukan dan dipikirkan. Mereka tidak mau melakukan penyesuaian dengan perubahan yang ada seiring dengan perubahan zaman.

Bagaimana jika lingkungannya tidak satu suara? Misal orangtua sudah berusaha mengajarkan anak open minded namun keluarga seperti kakek nenek atau bahkan guru malah mengajarkan sebaliknya?

Di sini dibutuhkan kedekatan orangtua dengan anak. Karena anak cenderung akan mendengarkan, menghargai dan percaya suara dari orang yang terdekat dengan mereka secara emosional.

“Jadi ortu perlu membina terus kedekatan dengan anak dengan menghabiskan waktu bersama anak secara rutin, mau mendengarkan dia dan memahami apa yang ia sampaikan,” tutup mbak Vera.

Jadi yuk, kenali diri kita dan berusaha jadi orang yang lebih open minded, menerima perbedaan supaya kita bisa mengajari anak-anak kita hal serupa.

Share Article

author

annisast

Ibu satu anak, Xylo (6 tahun) yang hobi menulis sejak SD. Working full time to keep her sanity.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan