Sorry, we couldn't find any article matching ''
5 Hal yang Harus Diperhatikan Saat Memilih Sekolah Early Childhood
Karena pembentukan karakter anak dimulai sejak dini. Pastikan mommies memilih sekolah early childhood yang tepat. Dan mempunyai nilai-nilai seperti yang kami cantumkan di bawah ini.
Saat menyandang status sebagai orangtua, memilih sekolah anak itu, adalah tantangan. Ini baru mencari sekolah di usia dini, belum SD, ya mommies (sungguh perjalanan masih panjang…). Rentang usia yang menurut saya penting menanamkan nilai-nilai yang mengedepankan bagaimana anak bisa mencintai diri mereka sendiri. Lebih spesifik lagi, anak bisa mengenali bentuk emosi mereka. Dengan begitu, ke depannya, mereka juga mampu empati kepada orang lain.
Baru-baru ini saya sempat survei ke sekolah Tutor Time di bilangan Pondok Indah. Sejujurnya saya kagum dengan filosofi yang mereka angkat, yaitu “Membuat suatu lingkungan, dimana anak-anak itu bisa menjadi dirinya sendiri. Anak belajar memahami diri sendiri dan mencintai diri sendiri. Kalau mereka mampu mencintai diri sendiri, mereka mampu mencintai orang lain. Karena itu, salah satu ciri khas kurikulum kami, yang terpenting adalah proses bukan hasil,” papar Cindee Spies, PGDE, M.Ed selaku Chief Operating Officer Tutor Time Indonesia kepada Mommies Daily.
Selain itu, apa saja yang membuat saya jatuh hati dengan sekolah ini?
1. Punya program untuk edukasi orangtua baru
Meski tidak masuk ke kurikulum utama, menurut saya program ini penting banget untuk orangtua baru. Pada praktiknya orangtua akan belajar bagaimana berintereksi dengan anak. Di Tutor Time, punya program Minime (6-18 bulan). “Program ini memberikan media untuk orangtua family bonding. Dalam program ini, Tutor Time mengundang orangtua ke dalam kelas, selama 1 jam 15 menit. Dengan harapan, orangtua bisa mengulang teori dan pengalaman yang sudah diterima di kelas, di rumah masing-masing,” jelas Cindee pada saya waktu main ke Tutor Time, Pondok Indah. Nah, jadi siapa bilang menjadi orangtua tidak ada sekolahnya?
Tak hanya untuk bayi, Tutor Time juga punya program untuk Toddlers (1-2 tahun), Twos (2-3 tahun), Preschool (3-4 tahun), Pre-K (4-5), dan Kindergarten (5-6 tahun). Lokasinya di Jakarta : Pondok Indah, Kemang, Pluit, Kelapa Gading Kirana, Kelapa Gading Bukit, Intercon Kebon Jeruk, Gading Serpong dan dua cabang di luar kota: Bandung, dan Surabaya.
2. Punya kurikulum yang jelas dan terukur
Kenapa harus jelas dan terukur, supaya perkembangan anak bisa dimonitor. Walau menggunakan kegiatan dasarnya bermain, jika punya kurikulum yang jelas, guru dan orangtua murid bisa dengan mudah mengidentifikasi dimana kelebihan anak, dan di poin mana anak bisa improved.
Tutor Time, menggunakan Life Smart Curiculum untuk anak usia 3 tahun ke atas. Dasar kurikulum ini berasal dari Howard Gardner, seorang psikolog yang mempunyai teori: setiap anak yang lahir mempunyai multiples inteligences. Dia percaya bahwa setiap anak punya kepintarannya masing-masing.
“Di sini pola pengajaran kami, tidak terfokus pada guru. Karena kami percaya, multiples inteligences itu harus dilalui oleh anak-anak menurut keputusan dan keinginan masing-masing anak. Makanya di sini ada art center, math center dan lain-lain. Nah, dari 4 jam pertemuan di dalam kelas, kami ada 60-90 menit, aktivitas yang kami namakan self select activity, yaitu memberikan kebebasan kepada anak-anak, untuk memilih belajar apa. Peran guru bukan sebagai guru pada umumnya, tapi kami lebih menekankan pada guru-guru, mereka adalah co-learner, para guru belajar bersama dengan anak-anak,” kata Cindee.
Tak hanya Life Smart Curiculum, ada kurikulum Second Step yang yang mengajarkan anak –anak mengontrol emosinya dan mengidentifikasi perasaan mereka sendiri. Jika seseorang sudah bisa mengidentifikasi bentuk perasaan atau emosinya, orang itu akan tahu bagaimana mengendalikannya, dan tidak akan main fisik. Dengan begitu, anak diharapakan tidak akan menjadi pelaku atau korban bully. Persis seperti filosofi yang mereka usung.
3. Rasio anak dan pengajar
Agar tujuan pendidikan bisa tercapai dengan efektif. Idealnya rasio atau perbandingan jumlah guru dan murid, memang tidak terlalu banyak. Di Tutor Time, untuk kelas young learner, 1 guru untuk 5 anak, older learner 1 guru untuk 6 anak. Dan maksimal, dalam satu kelas hanya menampung 13 anak. Menurut saya rasio ini masih sangat ideal.
4. Sistem informasi yang canggih
Sebaik apapun kualitas pengajar dan fasilitas sekolah, jika tidak didukung dengan sistem informasi yang canggih, menurut hemat saya, semua elemen tadi tidak bisa berjalan sinergi. Misalnya, guru sudah usaha banget mencatat perkembangan masing-masing anak di kelas. Tapi hanya karena sistem informasi yang tidak mumpuni, maka jejak perkembangan prestasi anak atau kelas, tidak terekam dengan baik – sedihnya tidak bisa diolah menjadi data yang terukur.
Khusus di Tutor Time, mereka punya sistem Children Activity Planning yang dibagi berdasarkan tahap perkembangan anak di setiap kelas. Misalnya dari segi kognitif, bahasa, dan lain-lain.
“Semua weekly lesson plan akan didesain dari hasil obervasi di setiap kelas. Misalnya di kelas A, ketertarikan anak-anak pada hal apa saja. Hasilnya bisa tergantung sama beberapa hal, salah satunya dari jenis kelamin. Kalau kebanyakan laki-laki, bisa jadi mereka tertarik sama hal yang berbau mobil atau alat transportasi. Nah, nanti dari situ guru-guru kami akan memasukan 1 kata kunci pada database tertentu, nanti akan keluar, semua aktivitas yang berhubungan dengan mobil. Tapi nanti dibagi lagi, misalnya untuk Senin khusus untuk perkembangan kognitif, Selasa bahasa dan seterusnya,” papar Cindee.
Tujuannya menciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk anak belajar. Kalau sudah senang dengan topiknya, anak akan belajar lebih dalam.
5. Sekolah yang memperkenalkan interaksi sosial
Meski semua kurikulum Tutor Time berasal dari Amerika, tapi mereka sangat fleksibel dengan kearifan lokal yang terjadi di Indonesia. Contohnya, mereka ikut memperkenalkan hari-hari besar nasional ke sekolah lewat berbagai kegiatan, seperti Idul Fitri, Hari Kartini dengan “Kebaya Day” dan lain-lain.
“Kami merayakan hari-hari besar nasional yang terjadi lewat berbagai kegiatan. Sekaligus memperkenalkan, budaya dari berbagai belahan dunia. Karena murid kami ada yang dari Jepang dan Afrika. Yang sudah berjalan lewat United Nation Day, kami mengundang orangtua dan anak-anak mengenalkan pakaian nasionalnya masing-masing. Ada pertukaran informasi dan pengalaman di acara itu yang dialami sendiri oleh anak-anak. We are embracing the diversity,” Cindee menegaskan.
Share Article
COMMENTS