Hari ini adalah hari anti sunat perempuan sedunia. Masih jadi pro kontra, bagaimana sebetulnya sunat pada perempuan itu?
Dari data WHO, ada lebih dari 200juta perempuan di 30 negara di dunia yang menjalani sunat. Di Indonesia, angka sunat perempuan ini sangat tinggi terutama di daerah Gorontalo, Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Selatan, Riau, dan Papua Barat.
Saya pun bertanya di IG story dan jawaban ibu-ibu memang pro kontra. Banyak yang tidak melakukan karena tidak berpengaruh secara medis atau karena tidak tega. Sebagian melakukannya karena tradisi adat dan menjalani syariat agama.
Saya luruskan dulu, tidak ada yang benar atau salah ya, moms. Apalagi jika sudah lekat pada tradisi atau agama, sesuai kepercayaan masing-masing saja dan tidak perlu diperdebatkan. :)
Tapi agar bisa lebih paham (dan mungkin bisa jadi bahan pertimbangan bagi yang masih galau), saya akan jelaskan serba-serbi sunat pada perempuan ini ya.
1. Klitoris dipotong seluruhnya atai sebagian, termasuk kulit di sekitar klitoris. Ini berbahaya karena bisa menimbulkan pendarahan dan trauma saat berhubungan seksual. Sebabnya, rangsangan pada klitoris bisa membantu lubrikasi vagina.
2. Pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris dengan sebagian atau seluruh labia minora. Ini efeknya sama dengan jenis pertama.
3. Menjahit labia menjadi satu agar lubang vagina jadi lebih kecil (infibulation). Bisa dengan memotong klitoris dan bisa tidak. Bahayanya, perempuan akan merasa sangat kesakitan saat penetrasi dan bisa terjadi pendarahan.
4. Sunat yang dilakukan di luar vulva seperti menusuk, melubangi, menggores, atau memotong daerah genital.
Di Indonesia, yang dilakukan jelas bukan Female Genital Mutilation seperti di negara lain. Saya bertanya pada dokter anak Meta Hanindita, dan benar, sunat perempuan di Indonesia hanya menggores selaput pada klitoris perempuan, bukan memotong atau menghilangkan klitoris.
“Saya ingin menyamakan persepsi dulu mengenai definisi sunat perempuan itu seperti apa. MUI telah mengeluarkan fatwa tahun 2008 yang intinya mengatakan bahwa sunat perempuan hukumnya Makrumah atau salah satu ibadah yang dianjurkan seperti mencukur bulu kemaluan, menggunting kuku, khitan dll. Tata cara secara syariahnya pun telah diatur yaitu dengan hanya menggores selaput pada klitoris perempuan menggunakan jarum steril, BUKAN melukai atau memotong klitoris sama sekali. Pengertian ini sangat berbeda dengan Female Genital Mutilation yang sering dilakukan di Afrika. Tapi memang, karena kerancuan definisi ini, WHO juga Amnesty International menganggap sunat perempuan di Indonesia yang dilakukan berdasarkan kaidah syariah ini sama dengan praktik Female Genital Mutilation. Padahal tidak,” ujar dokter Meta dikutip dari blognya.
Penyembuhan sunat perempuan ini pun tidak lama, hanya dicuci dengan larutan antiseptik saja. Bagaimana dengan pernyataan “disunat agar nafsu birahinya tidak tinggi”? Menurut dokter Meta belum ada penelitiannya jadi tidak bisa dibuktikan secara ilmiah juga. :)
Kembali lagi pada kepercayaan masing-masing ya, moms karena memang sunat perempuan ini tidak ada manfaat medisnya. Berbeda dengan sunat pada laki-laki yang memang banyak manfaatnya. Dari mencegah terjadi infeksi saluran kencing dan menurunkan risiko kanker penis serta penyakit seksual.
Selain itu, sudah banyak pula dokter dan bidan yang sudah menolak praktik sunat perempuan ini karena dianggap melanggar hak asasi anak dan tidak ada manfaatnya secara medis. Anak perempuan mommies bagaimana? Disunatkah?