Saya nggak pernah berani membayangkan kalau kejadian ini terjadi pada saya, ketika anak yang masih duduk di bangku SMA mengakui bahwa dia sudah berhubungan seks dengan pacarnya.
Suatu sore, seorang sahabat menelepon dan mengatakan bahwa dia sangat shock mendengar pengakuan anak perempuannya yang saat itu duduk di bangku kelas 2 SMA. Sang anak masuk ke ruang kerjanya dan mengakui bahwa dia sudah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Reaksi pertama sahabat saya adalah: Kaget tapi dia berusaha untuk tidak menunjukkan rasa marah atau kecewa. Kenapa? Karena mengetahui bahwa anaknya berani mengaku secara langsung, ini artinya si anak mempercayai dia sebagai ibunya.
Sahabat saya pun bertanya, bagaimana kejadiannya, kapan, dan apa yang dirasakan oleh si anak. Dan hal berikutnya yang dia lakukan, mengajak anak perempuannya untuk ke dokter spesialis kandungan.
Saya salut dengan sahabat saya!!!
Walaupun ketika anaknya sudah keluar dari ruang kerjanya, sahabat saya menangis, dia bisa memberikan reaksi yang tidak emosional. Dan, saya jadi berpikir, suka atau tidak, kondisi ini bisa terjadi kepada semua orangtua. Lalu, bagaimana kita harus bereaksi?
Bertanya kepada mbak Vera Itabiliana selaku Psikolog Anak dan Remaja, berikut jawaban mbak Vera untuk pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan….
1. Bagaimana sebaiknya orangtua harus bereaksi?
“Ini lumayan susah sih diaturnya ya, meski secara teori sudah tahu harus seperti apa, tapi bisa dipahami juga kalau sebagai orangtua mungkin kita akan marah atau murka. Jadi, take times to calm our self. Perlu diingat bahwa anak sudah berani mengaku saja, itu bukan hal yang mudah lho bagi dia. Dengan dia cerita langsung ke kita, kita sebagai orangtua perlu paham dan menyadari bahwa pasti ada sesuai, yaitu she or he NEEDS YOU! Jadi kalau kitanya marah, murka, takutnya anak malah akan lari ke orang lain, untuk mencari apa yang dia butuhkan dari kita. Yang sudah terjadi kan tidak bisa di-undo? Jadi ya move forward.”
“Bicarakan dengan anak apa yang harus dilakukan termasuk pilihan untuk berhenti melakukan, jangan melakukannya lagi atau do it safely, tergantung dengan nilai-nilai yang dianut di keluarga masing-masing.”
2. Perlukah kita memberitahu anak mengenai risiko tentang berhubungan seks sebelum menikah?
“Perlu banget dong. Tentang kesiapan reproduksi, tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, misalnya kehamilan di luar nikah, atau memiliki anak di usia muda, ketidakmatangan secara emosi, masa depan yang juga akan terpengaruh.”
Baca juga:
Ketahui Tentang Sexting Code di Kalangan Anak-anak
3. Apakah perlu menceritakan kepada suami kita?
“Tanyakan kepada anak tentang hal ini. Boleh nggak mama mengatakan ke ayah? Siap nggak kita ataupun si anak dengan risiko yang mungkin terjadi kalau ayahnya tahu? Karena bagaimanapun ayahnya juga berhak tahu.”
4. Perlukah kita melarang?
“Melarang untuk melakukannya lagi? Ya tentu saja, apalagi selain melanggar nilai agama, itu juga melanggar nilai di dalam keluarga. Pastikan anak paham itu. Lalu kita perlu membahas bagaimana agar hal itu tidak terjadi lagi.”
5. Hal apa yang sebaiknya JANGAN dilakukan orangtua?
“Marah, menghujat anak, mengusir anak, menganggap dia sebagai aib atau membuatnya malu.”
6. Ada pesan untuk orangtua yang belum berada di posisi ini?
“Bicarakan secara terbuka dengan anak-anak tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan what to prevent, khususnya jika anak memang sudah mulai pacaran. Dan paling penting untuk para orangtua adalah, ajarkan anak untuk merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Buat anak untuk punya self esteem yang baik sehingga tidak perlu pengakuan dari orang lain (baca: pacar) untuk merasa baik, complete, bukti sayang dan sejenisnya.”
Baca juga: