banner-detik
HEALTH & NUTRITION

Mengenal Kelainan Langka Pfeiffer Syndrome, Apa Bisa Dicegah?

author

annisast29 Jan 2019

Mengenal Kelainan Langka Pfeiffer Syndrome, Apa Bisa Dicegah?

Mommies yang aktif di Instagram mungkin kenal pada cerita keseharian Annabella dari akun Instagram ibunya @illonaillonalona. Bella mengidap kelainan genetik langka bernama Pfeiffer Syndrome.

Apa penyebab Pfeiffer Syndrome?

Pfeiffer Syndrome adalah kelainan genetik yang membuat kondisi wajah terlihat tidak normal karena tulang-tulang menyatu sebelum waktunya di dalam kandungan. Seharusnya, tulang bayi itu lunak dan baru akan mengeras di umur 2 tahun.

[caption id="attachment_93448" align="aligncenter" width="800"]Bella mengidap Pfeiffer Syndrome Tipe 2 (Sumber foto: Instagram @illonaillonalona) Bella mengidap Pfeiffer Syndrome Tipe 2 (Sumber foto: Instagram @illonaillonalona)[/caption]

Penyebabnya adalah kelainan genetik turunan dan mutasi gen. Ada Pfeiffer Syndrome yang sudah bisa dideteksi sejak dalam kandungan, namun ada pula yang tidak. Untuk memastikan, saya bertanya pada dr. Meta Hanindita, Sp.A tentang penyebab penyakit ini.

“Betul, penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Suatu penyakit atau kelainan dikatakan menurun melalui autosom dominan apabila kelainan atau penyakit tersebut timbul meskipun hanya terdapat satu gen yang cacat dari salah satu orang tuanya, bisa ibu atau ayah. 50% anak yang dilahirkan akan memiliki sifat (kelainan) ini,” ujar dr. Meta.

Autosom adalah kromosom biasa atau kromosom somatik di luar kromosom seks. Sementara penyakit menurun autosom adalah penyakit yang turunannya tidak bergantung pada jenis kelamin.

Sayangnya, karena merupakan penyakit turunan dari mutasi gen, Pfeiffer Syndrome ini tidak dapat dihindari.

Ada berapa tipe Pfeiffer Syndrome?

Ada 3 tipe. Di tipe pertama, Pfeiffer Syndrome hanya mengganggu kondisi fisik dan tidak menganggu kondisi dan fungsi otaknya. Biasanya letak mata berjauhan, gangguan pada gigi dan gusi, dahi tampak meninggi, dan pendengaran terganggu.

Sementara di tipe 2, gejalanya lebih parah dan sudah berpengaruh pada fungsi otak. Mata menonjol, gangguan pada pernapasan, kepala membesar, kelainan sendi siku dan lutut, serta otak yang tumbuh tidak normal.

[caption id="attachment_93449" align="aligncenter" width="800"]Bella saat berusia 1,5 tahun (Sumber foto: Instagram @illonaillonalona) Bella saat berusia 1,5 tahun (Sumber foto: Instagram @illonaillonalona)[/caption]

Di tipe 3, kondisi pengidap Pfeiffer Syndrome sangat parah. Kelainannya tidak terlihat pada tulang kepala namun terjadi gangguan pada jantung, paru-paru, dan ginjal. Kemampuan kognitifnya juga tidak normal sehingga harus dilakukan banyak operasi agar bisa bertahan hidup hingga dewasa.

Apakah penderitanya banyak? Bagaimana penanganannya?

Pfeiffer Syndrome sangat langka sehingga hanya terjadi pada 1 dari 100.000 anak. Menurut dokter Meta, belum ada penelitian yang menyebut jumlah pengidapnya di Indonesia.

Lalu bagaimana penanganannya?

“Kemudian untuk penanganannya, tidak ada terapi khusus untuk kelainan ini. Penanganan hanya untuk memperbaiki gejala bukan menyembuhkan, biasanya bisa dengan bedah plastik untuk merekonstruksi kelainan tulang craniofacial,” jelasnya.

Share Article

author

annisast

Ibu satu anak, Xylo (6 tahun) yang hobi menulis sejak SD. Working full time to keep her sanity.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan