banner-detik
MD POWERFUL PEOPLE

Productive Stay At Home Father: Mampu urus rumah dan anak, sambil bekerja pula!

author

?author?28 Nov 2018

Productive Stay At Home Father: Mampu urus rumah dan anak, sambil bekerja pula!

Dengar stay at home mother sudah biasa, tapi gimana kalau hal ini terjadi dengan ayah? Kerap mendapatkan pandangan sebelah mata, nyatanya ketiga sosok ayah ini tetap mantap mengurus anak di rumah sambal bekerja tentunya.

Adalah Andhika Akbar (34), Andika Pradana (32) , dan Glenn Nathaniel Kaonang (29), tiga sosok ayah yang membuktikan kalau laki-laki itu juga bisa multitasking. Di sela-sela jari jemari sibuk di laptop, sekian detik kemudian, harus hands on sama si kecil. Contohnya Glenn, sempat tertunda mengirim jawaban ke saya, karena anaknya lagi rewel, jadi harus ditemani. Hihihihi lucu ya, jawaban yang biasa keluar dari mulut ibu, nyatanya saya dapatnya dari seorang ayah.

Salut buat ketiga ayah ini, komitmen untuk bersabar dengan keadaan di rumah, hands on sama anak, sambil bekerja. Yuk, simak selengkapnya obrolan MD dengan mereka.

Productive Stay At Home Father - Mommie Daily

Nama: Andhika Akbar (34), 8 tahun menjadi productive stay at home father

Profesi: Owner perusahaan pengiriman uang keluar negeri, PT Indo Koala Remittance

Nama istri & profesi: Dewa Ayu Putu Novita Angelia (34), Pegawai Bank Swasta (34)

Nama anak: Adia (8), Carra (4)

Alasan terkuat Mas Dhika menjadi productive stay at home father?

Sebenarnya kecebur aja sih, nggak sengaja. Waktu menikah, saya pengangguran. Sebulan setelah menikah, istri langsung hamil. Kayaknya sudah sulit untuk melamar pekerjaan, jadi banting setir langsung bikin usaha. Mau nggak mau, masa’ nanti jadi istri yang cari nafkah.

Tantangan menjadi productive stay at home dad & bagaimana mas mengatasinya??

Tantangan paling besar tentu saja pandangan dari orang lain, yang masih beranggapan kalau istri mencari nafkah, saya bapak rumah tangga, nggak berpenghasilan. Karena yang  kelihatan cuma saya antar-jemput anak, nggak kelihatan kegiatan saat “bekerja”. Cara mengatasinya, ya cuekin saja

Sukanya menjadi productive stay at home father?

Punya lebih banyak waktu buat bersama anak, ngeliat perkembangan mereka mulai dari masih bayi, sampai sudah sekolah seperti sekarang. Nggak ada momen penting yang terlewat,seperti jalan atau ngomong untuk pertama kali, dan sebagainya.

Dukanya menjadi productive stay at home father?

Kadang suka iri lihat tampilan teman-teman yang kerja kantoran pakeai sepatu kerja, celana bahan, dankemeja. Sedangkan saya cuma kaos celana pendek dan sendal jepit. Atau postingan makan siang ramai-ramai sama teman di restoran, plus makanan mewah. Sedangkan saya makan siang sama anak-anak saja (plus asisten) di meja makan rumah dan menu tahu-tempe sayur  J

Quote favorit yang jadi penyemangat Mas Andhika sejauh ini?

Nggak pernah punya quote, tapi yang pasti saya orangnya sangat menikmati hidup. Dikasih rezeki jadi Working At Home Father, istilah saya sebagai pengganti productive stay at home dad, ya alhamdulillah aja dan dinikmati. Nggak perlu dibandingkan dengan hidup orang lain. Karena setiap orang sudah ada jalannya masing-masing.

 

Productive Stay At Home Father - Mommie Daily

Nama: Andika Pradana (32), 3 tahun menjadi productive stay at home father

Profesi: Lighting designer, Videographer dan photographer

Nama istri & profesi: Suciana Karlina (33), Pegawai Bank Swasta (32)

Nama anak: Cika (5), Alya (11 month)

Alasan terkuat Mas Dika menjadi productive stay at home father?

Awalnya karena ada perasaan menyesal pernah meninggalkan anak pertama (Cika) tinggal beda kota selama hampir satu tahun, saya dan istri tinggal di Jakarta untuk kerja, dan Cika tinggal bersama mertua saya di Bandung. Akibatnya saya merasakan Cika kurang dekat dengan saya sebagai ayah. Juga istri saya selalu menangis histeris tiap malam karena kangen dengan Cika yang kebetulan saat ditinggal Cika masih berumur 3 bulan. Akhirnya pada saat Cika berusia 1 tahun, Saya dan istri memutuskan untuk pindah ke Bandung supaya bisa tinggal bersama Cika.

Lagi lagi, walaupun sudah tinggal bersama Cika di Bandung. Saya dan istri tetap sama-sama bekerja. Alhasil Cika mau tidak mau harus kami titipkan di daycare dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Tidak tega rasanya meninggalkan anak selama itu dari pagi sampai sore. Hal ini terus berlangsung sampai Cika berumur 2 tahun. Pada awalnya, daycare mungkin solusi terbaik untuk menjaga anak tapi lama kelamaan Cika sering sakit sakitan. Mungkin bila ada satu anak yang sakit, penyakit cepat menular ke anak yang lain. Dan lagi tidak ada jaminan anak terjamin makannya dan kebersihannya pada saat di daycare.

Oleh sebab itu pada awal tahun 2015 saya berinisiatif selalu membawa Cika ke kantor kecil saya tiap hari. Kerja di kantor sambil mengurus anak. Dan kebetulan saya kerja sendirian dan waktunya fleksibel, jadi sangat memungkinkan untuk melakukan itu. Istri saya tidak bisa resign untuk mengurus anak pada saat itu karena memang ada kewajiban utang yang harus dia penuhi kepada kantornya.

Namun semenjak akhir tahun 2017, anak kedua saya (Odelia) lahir. Pada saat inilah fokus saya 100% untuk mengurus kedua anak saya. Saya tidak mau melakukan kesalahan yang sama. Saya ingin anak anak saya punya figur dari orangtua kandungnya secara langsung. Anak- anak bisa lebih terjamin kesehatannya juga tercukupi kebutuhan kasih sayangnya. Dan yang pasti, bisa melihat tumbuh kembang anak adalah momen berharga yang tidak bisa dibeli dengan uang. Maka dari itu pekerjaan dan projek menjadi prioritas kedua. Pada saat itu saya dan istri berkompromi untuk bertukar peran. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Anak-anak lebih sehat dan kebutuhan ekonomi tercukupi.

Tantangan menjadi productive stay at home dad & bagaimana mas mengatasinya??

Pertama bagaimana berhadapan dengan diri saya sendiri, menghadapi stigma orang-orang. Banyak yang menganggap bapak rumah tangga itu sama dengan pengangguran. Tidak berpenghasilan dan kurang berwibawa dihadapan istri. Apalagi saya kadang merasa telah mengecewakan orangtua saya yang telah menyekolahkan dan membiayai saya sampai bisa sekolah di luar negri. Saya lulusan ITB, lanjut S2 ke Swedia. Sempat banyak mengerjakan proyek yang bagus di luar negri. Dan berakhir mengurus anak di rumah. Awalnya memang sangat berat. Saya bisa melihat orangtua saya ingin saya menjadi pemimpin rumah tangga pada umumnya, punya pekerjaan tetap dengan karier yang bagus.

Bagaimana Mengatasinya?

Saya berusaha menunjukkan sikap positif kepada orangtua saya dan orang-orang di lingkungan terdekat saya. Bahwa dengan menjadi bapak rumah tangga saya juga bisa menjadi orang yang bahagia walaupun secara materil tidak berlebih. Tunjukan aura yang positif dengan orang-orang yang disekitar saya. Tunjukan rasa bangga menjadi bapak rumah tangga. Alhamdulillah saya pernah punya pengalaman bekerja di kantoran, dan ternyata tugas menjadi bapak rumah tangga itu lebih berat secara fisik dan mental dibandingkan bekerja di kantor. Dengan begitu saya tidak pernah merasa bahwa saya pengangguran.

Kedua bagaimana menjawab pertanyaan “Sekarang kerja dimana?” dari saudara dan teman-teman

Cara mengatasinya dengan bicara terus terang kalau saya lagi cuti dari pekerjaan untuk fokus mengurus anak.

Ketiga melihat Instagram membuat saya iri hati melihat teman-teman yang sudah memiliki karier bagus.

Cara mengatasinya jangan sering sering buka social media. Fokus saja pada to do list yang harus dilakukan tiap harinya di rumah. Dan menyadari bahwa tiap orang punya cerita perjalanan hidup yang berbeda beda. Bisa saja di kemudian hari saya bisa menjadi stay at home dad yang sukses. Keep positive thinking saja! Tiba-tiba ngevlog aktifitas anak anak dan ternyata viral terus jadi youtubers sukses J

Sukanya menjadi productive stay at home father?

  • Bisa mellihat tumbuh kembang anak saat pertama kali anak duduk, merangkak, berjalan, berbicara, menjadi seorang kakak, belajar naik sepeda, mengeluarkan mimik muka lucu adalah momen yang sangat luar biasa. Tiap harinya ada saja sesuatu kejutan dari anak-anak.
  • Bisa bermain dan belajar dengan anak setiap hari, dimana hal ini juga berdampak positif terhadap perkembangan fisik dan mental si anak.
  • Saya bisa merasakan bagaimana susahnya menjadi seorang ibu rumah tangga mengurus dan mengasuh anak juga melakukan urusan domestik rumah tangga.
  • Bukan perkara mudah, dibutuhkan usaha lebih. Saya jadi bisa lebih menghargai profesi ibu rumah tangga.
  • Saya punya bonding yang kuat dengan anak- anak, anak lebih sehat dan ceria.
  • Dukanya menjadi productive stay at home father?

    Pada saat saya fokus 100% mengurus bayi newborn saya merasa kurang pergaulan, kurang update terhadap perkembangan yang ada. Stres cukup tinggi karena terkadang bayi ingin menyusui langsung dengan ibunya.

    Berkurangnya “Me Time”. Berdampak pada produktifitas dalam bekerja jika kebetulan saya sedang mengerjakan suatu proyek. Bila ada tawaran projek datang, saya kesulitan untuk mengatur jadwal meeting dan jadwal dalam mengerjakannya.

    Mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan domestik di rumah sangat menguras tenaga dan pikiran tiap harinya. Yang pada akhirnya saya sulit untuk mencari celah waktu untuk bekerja.

    Quote favorit yang jadi penyemangat Mas Dika sejauh ini?

    “To be in your children's memories tomorrow. You have to be in their lives today”

    “Children are not a distraction from more important work. They are the most important work”

    “I adore my kids and i'm incredibly proud to watch them grow up as little shining lights”

     Productive Stay At Home Father - Mommie Daily

    Nama: Glenn Nathaniel Kaonang (29), 2 tahun menjadi productive stay at home father

    Profesi: Penulis untuk segmen lifestyle di DailySocial.id

    Nama istri & profesi: Trianawaty (31), Dosen

    Nama anak: Selene (2,5) & Archie (3 month)

    Alasan terkuat Mas Glenn menjadi productive stay at home father?

    Kebetulan sebelum menikah saya sudah bekerja secara remote (kantor di Jakarta, saya domisili Surabaya), dan saya juga sangat suka dengan anak kecil. Alasan lainnya: ingin mematahkan stereotip bahwa seorang ayah itu tidak bisa mengurus anak.

    Tantangan menjadi productive stay at home dad & bagaimana mas mengatasinya??

    Pekerjaan saya setiap hari menulis artikel. Lagi asyik menulis dan ide tersalurkan dengan baik, tiba-tiba anak minta diambilkan susu lah, keju lah, cokelat lah. Selesai meladeni anak, otak langsung blank, alias lupa yang semestinya ditulis tadi apa. Mikir ulang deh jadinya, buang waktu ekstra.

    Sukanya menjadi productive stay at home father?

    Sukanya tentu saya nyaris tidak pernah kangen dengan anak, karena hampir setiap saat ketemu. Bangga juga jadi orang yang paling paham soal permintaan si anak atau omongannya. Contoh: waktu anak pertama saya baru lancar berbicara, bahkan istri saya pun harus bertanya ke saya "ngomong apa itu dia?" karena memang cuma saya yang paling ngerti.

    Dukanya menjadi productive stay at home father?

    Dukanya menyambung dari tantangan tadi. Konsentrasi selama bekerja bisa buyar kapan saja ketika diganggu sama anak. Kadang juga sedih melihat anak saya main sendirian setelah agak saya omeli karena saya terus diganggu.

    Quote favorit yang jadi penyemangat Mas Glenn sejauh ini?

    "Kalau memang bisa ditangani sendiri, meskipun harus dengan upaya ekstra, kenapa nggak?"

    Punya kenalan sosok serupa di sekeliling mommies? Boleh dong, cerita kesan mommies melihat mereka berjibaku dengan urusan rumah, anak dan pekerjaan :)

     

    Share Article

    author

    -

    Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan