banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

Ketika Anak Meniru Perilaku Buruk Temannya

author

?author?13 Nov 2018

Ketika Anak Meniru Perilaku Buruk Temannya

Kesal pasti, tapi ingat-ingat, si anak juga nggak mau terangkap dalam perilaku buruk yang ia rekam dan akhirnya ditiru dari temannya.

Alkisah, beberapa waktu lalu Jordy (4,5) sering mengedipkan mata kanannya. Pikir saya sakit mata. Tapi semua gejala sakit mata awam yang saya ketahui, tak tampak di dirinya. Nggak belekan, nggak berair dan nggak merah juga.

Ketika Anak Meniru Perilaku Buruk Teman Sekolah - Mommies DailyImage: Leo Rivas on Unsplash

Penyelidikan pun dimulai, saya tanya baik-baik, kenapa dia senang mengedipkan mata kanannya. Jawaban pertama, Jordy ngakunya karena keseringan nonton video di daycare. Saya kroscek, porsi nonton di daycare-nya, sebatas di dalam kelas untuk media belajar. Saya korek lebih dalam lagi, munculah satu nama. Kata Jordy dia meniru dari si anak ini.

Nggak mungkin saya menyalahkan nama yang Jordy ajukan. Yang paling logis, saya mengintervensi Jordy. Saya bilang: “Bunda sedih kalau kamu tetap kedip-kedip kayak gitu. Karena mata kamu kan normal, nanti nggak ganteng lagi, lho.”

Kenapa saya yakin hal ini sebatas meniru perilaku orang lain? Karena hanya berlangsung sementara, artinya pas nyampe rumah, sepulang daycare, selagi makan, main dan lain-lain, lupa lho sama kedip-kedipnya. Apalagi pas weekend sama saya dan suami, blasssss nggak ada drama kedip-kedipan.

Berhasil kah intervensi pertama saya? Nggak 100%, akhirnya saya memuntahkan senjata kedua. Ada konsekuensi yang lebih berat. “Tidak ada jatah screen time di akhir pekan, kalau masih kedip-kedip.” Cara kedua ini yang ternyata lebih ampuh. Sudah nggak kedip lagi, Jordy malah lupa, kalau dia punya jatah nonton youtube di akhir pekan, hahaha.

Kuncinya tegas dan komitmen dari awal memberlakukan peraturan. Walau dia nangis sampai guling-guling, saya dan suami tidak kasih akses ke gadget. Supaya Jordy paham, ada yang harus dia tanggung atas perbuatan yang membuat dirinya sendiri tidak nyaman.

Selanjutnya, tekankan berulang kali dengan teknik refleksi pengalaman (kalau nggak ada, nggak apa banget kita ngarang.) Misalnya saya bilang gini: “Bunda dulu pernah lho kedip-kedip kayak gitu, eh bunda harus dibawa ke dokter mata. Dan mata bunda yang sebelah nggak bisa melihat sementara waktu, karena lagi diobatin. Nggak enak, nggak bisa main dan belajar.”

Iya sih, jadinya ada efek nakut-nakutin, tapi gimana dong. Saya sudah gemas ngeliatnya, nggak mau sehari pun melakukan pembiaran, jadilah mulutnya ini mirip kaset kusut. Untungnya sekarang situasi sudah terkendali.

Ada yang punya pengalaman serupa nggak? Mungkin mau menambahkan kiat mengatasinya.

Share Article

author

-

Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan