Anak mudah menyerah itu kadang suka bikin saya gregetan. Kok kayaknya gampang banget bilang "Aku nggak bisa.".Punya perasaan yang sama dengan saya? Mungkin beberapa hal ini bisa membantu.
Kemarin, nih, pas ayahnya ulangtahun, kami meminta Awan, anak pertama saya yang berusia (10 tahun), memainkan lagu Happy Birthday di keyboard. Awan pun langsung mencoba memainkan melodinya. Ketika saya memintanya dengan harmoni, yang artinya dia main sekalian dengan chord-nya, dia hanya mengangkat bahu dan bilang, “Aku nggak bisa, nggak tahu chordnya.”
Rasanya pengen banget ngomong di depan mukanya, “Terus mama bayar mahal-mahal les piano kamu dari kamu umur 4 tahun, tuh, buat apa ya?” Tapi, kan, nggak mungkin, ya, ngomong gitu. Selain bikin hati anaknya ciut, saya bisa dikeplak sama para ahli parenting. Hahaha…
Sambil ngelus dada, saya katakan padanya, “Kan, kamu belum coba cari bang. Coba praktikkan cara yang diajarin kak Rieke (guru musiknya), kan, sudah tahu, nih, not terakhirnya apa. Fa kan…berarti main chordnya di mana?” Awan manggut-manggut, lalu mencoba memainkan chordnya. Nggak sampai 5 menit, dia berhasil memainkan lagu Happy Birthday dengan chord yang dia cari sendiri. “Bisa, kan?” kata saya yang disambut cengiran.
Banyak, sih, orangtua-orangtua dari generasi X dan Y mengeluhkan betapa anak milenial dan Gen Z ini punya daya juang lemah dan cepat menyerah. Padahal kalau pakai usaha sedikit aja, dijamin kelar tuh problema kehidupannya. Hmmm..saya rasa nggak sepenuhnya kesalahan mereka. Nggak juga salah bunda yang mengandung. Saya rasa lebih kepada terlalu banyak kemudahan yang dimiliki mereka, sejak mereka lahir. Kalau bukan dari orangtuanya, tentunya dari lingkungan.
Hayo, para ayah dan ibu, jangan-jangan sikap mudah menyerah anak justru karena hasil dari didikan kita sendiri.
Yuk, selalu optimis
Semua juga sudah hapal luar kepala, kalau orangtua adalah role model anak. Sering melontarkan kalimat pesimis, akan menstimulasi anak untuk berpikir pesimis juga. Mending sering-sering mengeluarkan kalimat-kalimat optimis seperti, “Ah, biar susah kalau kita mau berusaha, pasti bisa.”
Baca juga:
Agar Anak Menjadi Pribadi yang Optimis
Semangat mencoba
Semua orang pasti pernah gagal, pasti pernah salah. Tapi, seperti kata pepatah, kegagalan hanyalah sebuah sukses yang tertunda. Jadi, coba semangati anak untuk terus mencoba hal-hal yang ia rasakan sulit. Seperti yang saya lakukan ketika Rimba ngambek nggak mau futsal lagi, karena malu melakukan kesalahan mencetak gol ke gawang sendiri. “Dek, semua orang pernah salah, pemain bola terkenal pun pernah melakukan gol bunuh diri. Tapi, kan, nggak membuat dia berhenti main bola. Salah boleh, yang penting jangan diulangi lagi kesalahan yang sama.”
Baca juga:
Tanamkan Sikap Sportivitas Pada Anak
Stop berikan banyak kemudahan
Anak-anak yang lahir 10 tahun terakhir ini, dikelilingi dengan banyak kemudahan. Bukan, saya bukan bicara tentang orangtua yang memanjakan mereka (walaupun itu banyak terjadi), tapi justru kemudahan fasilitas dan teknologi. Ingat, kalau dulu kita mau beli buku atau pensil, kita harus ke toko buku. Jalan kaki, naik bis, atau diantar orangtua. Anak sekarang? Pesan via ojek online aja. Siapa yang memesan? Kita orangtuanya. Kelihatannya sepele, tapi tanpa kita sadari, anak belajar bahwa ngapain susah-susah kalau yang ia butuhkan diantar ke depan muka?
Biar saja anak berusaha sendiri
Kalau dibantu terus, malah justru akan membuat anak makin tidak percaya diri. Beri dia kesempatan untuk mengerahkan kemampuannya demi memupuk rasa percaya diri dan mengasah kemandiriannya.
Walau pun gagal, puji usahanya
Sama kayak kita, anak juga manusia yang nggak sempurna. Kalau kita saja sering gagal, apa lagi anak yang hidupnya belum lama dibanding kita yang sudah makan banyak asam garam kehidupan. Puji usahanya, walaupun dalam pertandingan futsal, timnya kalah. Hargai kemenangannya, walau ia meraih posisi nomor 5 di perlombaan baca puisi di sekolahnya.