Sorry, we couldn't find any article matching ''
Era Digital: Kembali ke Buku, Mungkin Kah?
Di tengah era digital, kenapa segitu pentingnya, mengingatkan anak untuk kembali mencintai buku?
“Saya tumbuh di tengah keluarga yang mengoleksi buku, khususnya ayah saya. Saya ingin mengulang nostalgia bersama ayah. Bahkan saya masih inget ekspresi ayah saat mendongeng.” Mila
Emmanuela Mila, Founder Rumah Dongeng Pelangi
Ujar Emmanuela Mila, Founder Rumah Dongeng Pelangi dalam sebuah Parenting Workshop Back to Book (Balance your kid’s gadget time) awal Agustus 2018, di Reading is Fun Library, Jakarta. Mila berhasil menyentil sisi keibuan saya. Segitu lekatnya memori baik tentang sosok orangtua, yang dihadirkan melalui membacakan dongeng. Pertanyaannya sekarang, sudahkah tiap keluarga mempunyai kebiasaan baik seputar buku? Minimal (IMHO), ada tindakan untuk berusaha memunculkan kecintaan terhadap buku ke anak-anak.
Lewat kasus Mila, kita sepakat dulu, ya, mommies. Buku dapat menjadi media efektif untuk membangun ikatan emosi orangtua dan anak. Tapi di luar sana, kita punya PR besar, merujuk fakta yang dibeberkan oleh Nurbaiti Hafmaya, Pendiri The Learning Castle Children Learning Center & Reading is Fun Library atau akrab disapa Betty. Ia menunjukkan data dari sebuah penelitian seputar usia pengguna internet. Dari 133 juta orang yang menggunakan internet. Sebanyak 76% berusia 13-18 tahun, 65% berusia 9-19 tahun. Sementara data pengguna social media 94% berumur 9-19% dari 106 juta.
Betty mengkritisi soal usia yang semuanya di bawah 21 tahun. “Otak anak sampai 21 tahun, masih berkembang. Jadi di bawah 21, anak belum dapat memutuskan sesuatu dengan sempurna, alias berpotensi membuat keputusan impulsif,” terang Betty.
Dari kiri: Betty, Yessy, Mila dan Tascha
Fakta lain yang diberikan Betty, tak kalah mengkhawatirkan. Dikutip dari hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assesment) 2015. Indonesia berada di urutan 10 terbawah dari 72 negara, dengan objek penelitian mereka adalah usia anak sekolah 15 tahun, dari segi reading literacy. Artinya tak hanya berkutat di kegiatan membaca, mencakup memahami konteks dari keseluruhan teks. Padahal di sisi lain Indonesia berada di ranking ke-4, dari segi sumber daya pendidikan.
Kenyataan ini kan bikin sedih :(. Tapi tetap harus optimis, kan? Betty bersama rekan-rekannya yang punya semangat sama, mengajak mommies dan keluarga Indonesia untuk mengintervensi masalah ini sejak dari rumah, yaitu menumbuhkan kecintaan membaca sedari dini. Selain Mila, Mommies-mommies hebat yang terlibat dalam workshop hari itu, di antaranya: Tascha Liudmila News Presenter dan Penulis Buku Screen Time sebagai moderator dan Yessy Chandra, Ketua Yayasan Taman Baca Inovator.
Apa yang mommies lakukan untuk menumbuhkan minat membaca anak? Saya rangkum dari beberapa nara sumber Parenting Workshop Back to Book (Balance your kid’s gadget time).
Betty:
1.Mulai sedini mungkin. Nggak melulu sumbernya dari buku kok. Misalnya pas jalan-jalan, ada sign add yang punya font besar, tunjukkan dai baca dengan suara yang lantang.
2.Perlahan mulai membacakan buku
3.Pilih buku yang sesuai usia. Bahkan dari bayi, ada tuh mommies buku kain yang gambar dan tekstur yang gemas! Sekaligus melatih system motoric mereka. Poinnya Betty mengingatkan, “Tumbuhkan ketertarikan dulu sama budaya membaca.” Khusus anak 5 tahun ke bawah, pilih buku yang font-nya besar, dan lebih banyak gambar.
4.Kalau sudah bisa komunikasi dua arah, diskusikan mau membali atau buku yang seperti apa.
5.Rajin bawa ke perpustakaan, sekarang sudah banyak sekali perpustakaan yang khusus anak. Bisa juga membuat pojok buku di rumah. Misalnya yang saya lakukan, cukup dengan rak ukuran sedang, tapi di situ isinya khusus buku Jordy semua :)
6.Screen off! Nah ini nih, yang butuh komitmen bersama pasangan dan seluruh support system di rumah. Pas waktunya membaca atau mendongeng, usahakan tidak ada gangguan dari gadget apapun, termasuk TV.
Yessy:
1.Tunjukkan minat yang sama kepada anak. Bahwa mommies dan keluarga inti mencintai buku.
2.Mulai dari buku yang bentuknya lucu-lucu. Misalnya bentuk bis atau mobil.
3.Terapkan kurukulum sendiri di rumah. Yessi bilang, sesuaikan dengan kondisi di rumah.
4.Teladani ke diri sendiri. Artinya, kalau sudah sampai rumah, pastikan ngak ada kerjaan kantor yang “nyangkut” dan mesti berulang dicek di HP atau laptop.
5.TEGA! ke anak, diri sendiri dan orang-orang sekeliling. Termasuk pengasuh dan orangtua kita, kalau masih seatap dengan mereka.
6.Pengurangan screen time bertahap.
7.Khusus buat anak 5 tahun ke atas. Yessi kasih kiat tambahan. Coba deh mommies ajak dia ke tempat yang sesuai dengan tema buku. Misalnya lagi bahas museum, bawa anak ke museum.
8.Ciptakan reading buddies, bersama 2 atau 3 teman akrabnya. Bawa buku kegemaran mereka yang temanya sama. Efeknya secara psikis, dia nggak malu dan nggak merasa terancam.
9.Lama-lama bisa terbangun diskusi, dan nggak tertutup kemungkinan jadi book club.
10.Harap bersabar! Karena prosesnya bisa bulanan.
Mila:
Kiat dari Mila, bisa dipraktikkan untuk sesi mendongeng nih, mommies.
1.Read a loud!
2.Baca dengan intonasi dan artikulasi yang jelas
3.Belajar buat suara-suara tertentu. Misalnya membedakan suara hewan kelinci dan gajah (PR sih memang, tapi coba dulu, mommies ketagihan lho, hihihi). Akan sangat menolong mommies juga memahai tanda baca.
4.Gunakan pitch tinggi (anak senang mendengar suara bernada tinggi – tapi bukan teriak, ya, mommies)
5.Jangan heran buat anak 5 tahun ke bawah, senaaaaaang banget minta diulang cerita yang sama (ini terjadi sama saya juga, mommies!).
Mommies punya cerita seputar budaya baca di rumah yang mau dibagi?
Share Article
COMMENTS