Sorry, we couldn't find any article matching ''
Menyusui: Ternyata, Begini Amat, Ya?
Ditulis oleh: Rachel Kaloh
“Menyusui is the best moment in my life!” kata salah seorang influencer yang saya follow, bukan mau julid, sih, tapi rasanya pingin tanya sama dia, ”Yakin, Mbak?”
Bukan pula saya nggak setuju, tetapi saya yang juga adalah ibu baru saat itu belum bisa seyakin dirinya menganggap bahwa menyusui itu menyenangkan. Mungkin karena saat itu, saya masih kelewat terkejut dengan berbagai hal baru.
Sakitnya ngalahin sakit melahirkan
Dari kontraksi sampai jahitan, yang meski dibius pun tetap terasa sakitnya, bisa dibilang hanya ‘pemanasan’ buat yang bakal dihadapi ketika menyusui. Sakit melahirkan itu selesai dalam waktu beberapa jam, tapi begitu masuk ke masa menyusui, ada sakit yang jauh lebih menyiksa. Meski saat itu saya termasuk yang beruntung (ya, memang di atas segala penderitaan, masih banyak hal yang patut disyukuri) karena ASI langsung keluar dan si kecil pintar mencari puting. Biasalah, saking excited-nya, saya lalu nggak memerhatikan posisi menyusui, buat saya, yang penting si kecil nggak kehausan, dia bisa isap puting saya, dan ASI-nya tertelan. Padahal, posisi perlekatan saya dan si kecil salah.
Baca juga:
Mencari Posisi Menyusui yang Tepat
Tiga minggu menyusui dengan posisi yang salah tersebut akhirnya membuat puting saya, bukan lecet lagi, tapi sampai kroak, alias kulit bagian luarnya terbuka. Sakitnya sih, nggak usah ditanya lagi. Sampai saya harus tahan napas atau cari sesuatu yang bisa saya injak setiap kali mulai menyusui. Saya bahkan sempat merasa deg-degan tiap kali si kecil nangis kelaparan, karena saya nggak siap untuk melewati 20 detik pertama menahan sakit tersebut. Saya hampir menyerah, apalagi ngebayangin mesti seperti ini sampai dua tahun ke depan. Ketika akhirnya tahu bahwa posisi menyusui saya salah, meskipun sudah saya benerin posisinya, puting saya sudah keburu luka dan proses sembuhnya pun lama, kurang lebih dua bulan sampai saya merasa nyaman.
Baca juga:
Masalah Pada Puting Payudara Ketika Menyusui
Sakitnya ke mana-mana
Saya kira begitu kelar menyusui, payudara akan terasa lebih baik, taunya, “basian”-nya banyak! Puting saya perih setiap habis menyusui, bahkan nyerinya sampai terasa ke tulang belakang. Padahal saat itu badan juga masih pegal-pegal nahan segala macam posisi selama menyusui. Belom lagi, ketika ngalamin payudara bengkak di tengah malam. Waktu itu anak saya bangun hanya sekali, biasanya dua sampai tiga kali, alhasil paginya payudara saya sudah sekeras batu, bengkak karena ASI-nya nggak dikeluarin, bahkan ada beberapa benjolan kecil di sekitarnya yang kalau diraba tuh rasanya ngilu! Sejak saat itu, saya belajar kalau payudara harus sering-sering dikosongkan (jadi mendingan anak sering bangun buat nenen, daripada anteng, tidur sampai pagi), dipijat sebelum dan sesudah menyusui, dan rajin dipompa (sekalian buat stok ASIP).
Baca juga:
Perawatan Payudara Saat Menyusui
Kebanyakan nelan teori
Menurut saran dari beberapa sumber yang saya baca, lebih baik menyusui bayi sebelum dia kehausan. Buat ibu baru, nggak gampang menebak-nebak kapan anak merasa bakalan haus, selain lewat tangisan kencangnya. Kalau sudah nangis, wajar kalau ibu jadi panik, jadinya susah untuk mengatur posisi menyusui yang nyaman seperti kata teori. Bantal menyusui juga nggak membantu saya, tuh! Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa perlekatan si kecil pada payudara saya juga jadi nggak tepat. Saat itu saya merasa, banyak teori yang saya baca tetapi, kok, ya susah banget prakteknya dan teori itu nggak bisa menjawab keluh kesah saya. Makanya, pesan saya buat para calon ibu, mending cus langsung daftar ke kelas laktasi, perbanyak edukasi dengan ikut seminar yang membahas segala aspek menyusui, supaya bisa belajar maupun bertanya langsung, dan nggak nyesal di kemudian hari.
Growth Spurt yang bikin tangan mati rasa
Saya masih ingat waktu si kecil saya masuk usia tiga minggu, kali pertama saya mengenal yang namanya growth spurt. Nggak mandi dalam sehari sih biasa, tapi kalau seharian si kecil nggak mau lepas dari gendongan, nangis terus dan demand untuk nenen terus setiap jam bahkan setengah jam, plus nggak ada orang di rumah yang bisa gantian buat gendong, nah, itu yang “PR”. Kalau saat itu saya nggak kuat mental, mungkin saya bisa mengalami baby blues.
Baca juga:
Well, meski nggak nyenengin, saya harus menghadapi kejutan ini dengan semangat dan terus berusaha mencari solusi supaya proses menyusui bisa saya nikmati. Itulah mengapa buat saya, peran support system, minimal suami, sangat penting. Pada akhirnya, saya ingat-ingat saja kata para ibu-ibu senior, “This too shall pass!” Dan, kalau sekarang ditanya, saya sudah setuju sama si influencer, bahwa breastfeeding is the best moment in my life!
Share Article
COMMENTS