Sorry, we couldn't find any article matching ''
3 Hal yang Harus Dicemaskan Orang Tua Saat Anak Punya Idola
Ditulis oleh: Ficky Yusrini
Dari karakter Hollywood, youtuber lokal, sampai bintang pop masa kini, betulkah idola bisa berbahaya untuk psikologi anak?
Siapa idola anak Anda? Papa atau Mamanya? Eits, siapa bilang. Kid zaman now, dari bayi udah ngefans Youtuber dan bintang pop. Halah! Semakin dini anak terpapar tayangan dari televisi ataupun gadget, mereka akan semakin gampang menemukan idola dan pujaan dari apa yang ditontonnya. Sangat mudah bagi anak-anak dari gen Z ini mengikuti kehidupan idola mereka pada kedekatan virtual yang lebih dekat.
Nggak usah bicara remaja yang histeris kalau sedang nonton konser band favoritnya. Dari anak usia 1 tahun, bisa histeris kalau sedang menonton video idolanya. Idola itu bisa saja karakter dari serial My Little Pony, Thomas and Friends, Ipin Upin, dan sebagainya. Gedean dikit, Anna dan Elsa dari Frozen (sepertinya banyak yang belum move on dari film ini) dan beberapa bintang pop yang menjadi idola remaja seperti Justin Bieber dan Selena Gomez. Di atas 10 tahun, anak-anak mulai kenal dan mengidolakan karakter Marvel, Star Wars, sampai hapal Youtuber siapa aja yang lagi kekinian.
Menurut psikiater anak Dr. Alan Ravitz, dalam artikel di Medical Daily. "Mengidolakan tokoh di luar sosok orang tua adalah fase alami dari perkembangan dan pertumbuhan anak. Anak belajar untuk membangun kemandirian psikologis dan emosional." Ia menambahkan, "Anak-anak membutuhkan seseorang untuk dilihat, selain orang tua mereka, untuk mereka jadikan sebagai acuan dalam bersikap, dan model untuk menjadi orang dewasa."
Jadi, ketika si kecil memutar ulang film dan lagu-lagu Frozen sampai puluhan kali, mengoleksi baju-baju Star Wars, mungkin kelihatannya sangat menyebalkan bagi para orang tua. Tetapi, kata Dr. Alan, pengidolaan yang semacam itu sebetulnya tidak berbahaya. Tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, ketika pengidolaan ini menjadi sesuatu yang perlu diwaspadai oleh para orang tua. Apa sajakah itu?
Mengarah ke Konsumerisme
Pernah menghadapi anak yang merengek minta dibelikan kostum superhero? Sudah punya kostumnya, lalu minta dibelikan baju-baju semua yang bergambar karakter idolanya. Belum lagi koleksi toy-nya. Dari lego, miniatur, funkopop, merchandise, dan sebagainya. Derasnya exposure media dan televisi, membuat anak akan dengan mudah tergoda untuk memiliki ‘merchandise’-nya.
Bukan masalah berapa pun uang yang Anda miliki untuk membeli, akan tetapi, ketika semua permintaan anak dikabulkan tanpa ada filter, yang terjadi justru bisa mendorong anak menjadi konsumtif.
Waspadai Konten Dewasa
Anak-anak umumnya pasti suka superhero. Akan tetapi, tidak semua film superhero -Marvel misalnya- aman untuk ditonton anak. Studio Marvel biasanya memberi rate PG-13, yang artinya mengandung materi yang tidak cocok untuk anak usia di bawah 13 tahun. Begitu juga, tidak semua film kartun itu aman untuk konsumsi anak-anak.
Belum lagi bicara Youtuber. Yang hit seperti Awkarin, Anya Geraldine, Young Lex, Reza Arap Oktovian, tak sedikit yang penggemarnya adalah anak-anak di bawah 13 tahun. Coba ditanya dulu, siapa Youtuber favorit anak Anda? Lalu, cek tayangannya. Kalau anak saya, lebih suka Youtuber yang posting tentang game, seperti Erpan1140, atau studio game semacam Blitz. Pas coba nonton Erpan1140, saya sendiri bingung, orang lagi main game, ribut sendiri, kok, ditonton.
Celebrity Worship Syndrome
Fenomena seperti “Bieber Fever” dan “One Direction Infection” yang terjadi beberapa tahun lalu, atau fandom K-Pop yang sedang rame sekarang, yakni ketika para penggemar terus menerus mencari informasi mendetail mengenai selebritas favorit mereka, mulai dari makanan favoritnya sampai dengan apa yang sedang dilakukannya. Para penggemar juga sangat terobsesi dengan mereka sampai berani melakukan hal yang ekstrem untuk dapat bertemu. Fenomena seperti ini dapat juga disebut sebagai Celebrity Worship Syndrome.
Ketika si anak terlalu fokus pada kehidupan tokoh idolanya -sampai pada tahap obsesif- dapat menghalangi seorang anak untuk mengembangkan individualitas mereka dari dalam. Kekaguman terhadap selebritas dalam kadar yang normal bisa menjadi hal yang baik bagi seseorang karena ini memperkuat rasa bahwa ia adalah bagian dari masyarakat dan ada rasa memiliki. Tapi sampai pada tahap obsesif, bisa berbahaya. Bisa memunculkan perilaku negatif, seperti mencari tahu keseharian idola, menguntit, sampai imitasi ekstrem.
Gejala celebrity worship syndrome ini, biasanya anak tak bisa lepas dari smartphonenya, demi bisa up date kehidupan idolanya. Saran dari Dr. Alan, “Batasi waktu smartphone anak, dorong mereka terlibat dalam kegiatan sekolah, beri semangat pada kualitas positif si anak, ataupun beri mereka tanggung jawab di rumah,” ujarnya.
Share Article
COMMENTS