banner-detik
KIDS

Orangtua, Lebih Pintar Yuk Dalam Berkendara

author

?author?07 Dec 2017

Orangtua, Lebih Pintar Yuk Dalam Berkendara

Karena nyawa anak hanya satu! Jadi tolong koreksi lagi cara anda membawa serta si kecil dalam berkendara.

Hampir seminggu ini, pemberitaan sedang ramai membahas seorang ibu yang dibonceng di motor, sambil menggendong anaknya di belakang, layaknya tas ransel. Foto tersebut tentu saja mengundang berbagai macam reaksi, nadanya mayoritas mengecam tindakan si orangtua.

Orangtua, Lebih Pintar Yuk Dalam Berkendara - Mommies Daily

Apapun yang baru saja dilalui orangtuanya, apa yang mereka lakukan terhadap si bayi yang ada gendongan belakang itu, tidaklah pantas dilakukan. Kenapa?

  • Kendaraan motor, dipertuntukkan hanya untuk dua orang. Hal ini tercantum pada UU no. 22 Tahun 2006, Pasal 106 ayat 9.
  • “Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang”

    Nyatanya? Jika mommies perhatikan, dalam foto di bawah ini. Ada 5 penumpang  dalam satu motor :(. Tiga anak-anak, dan dua orang dewasa.

  • Setiap penumpang motor, wajib menggunakan helm. Seperti yang tercantum pada UU No.22/2009, Pasal 106 ayat (8).
  • “Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.”

    Di foto itu sudah jelas ya, hanya orang dewasanya yang mengenakan foto. Ketiga anaknya, blasss, nggak pakai helm.

    Selain itu (khusus) dari segi keselamatan bayi. Sang ibu tidak menggunakan model gendongan yang proper. Posisi tubuh seperti demikian, akan berbahaya untuk perkembangan tulangnya. Ditambah, terpapar angin dan polusi dari berbagai arah.

    Saya pribadi, atau mungkin juga mommies, masih sering kan melihat situasi seperti foto di atas. Rasanya miris ya? Mau mendekati motor itu, terus bilang, "Pak, sini anak-anaknya ikut mobil saya saja." Atau pingin menyarankan, "Pak atau Bu, apa nggak lebih baik menggunaka kendaraan umum saja?

    Tapi bisa jadi mereka, punya satu dan banyak hal yang dipertimbangkan. Oke, saya mencoba memosisikan diri saya, pada keadaan terburuk yang mungkin saja dihadapi orangtua dalam foto itu:

    1. “Tidak punya cukup uang untuk pergi menggunakan kendaraan umum (apalagi taksi online atau konvensional).” Kalau saya jadi mereka, saya menunda jadwal kepergian saya. Sampai ongkos tersebut terkumpul. Kalaupun SANGAT SANGAT URGENT, saya akan menelepon rumah atau orang yang dituju untuk mengabari dan minta maaf keluarga kami berhalangan hadir (karena keselamatan keluarga yang utama, tidak bisa digantikan oleh apapun.

    2. “Waaah saya tidak tahu, kalau motor hanya untuk dua orang!” Zaman sekarang akses informasi sudah sangat mudah. Tidak ada alasan yang bisa menghalangi orangtua untuk berusaha menggali informasi soal peraturan lalu lintas berkendara. Internet, perpustakaan, berbagai yayasan yang peduli dengan berbagai isu keselamatan anak, dan masih banyak lagi sumber informasi yang bisa diakses orangtua. Sesederhana bertanya dengan tetangga atau teman, bisa dong, ya harusnya?

    3. “Lebih cepat naik motor, ah. Nggak macet.” Saya selalu mengingatkan suami yang sehari-harinya kerja menggunakan motor. “Hati-hati ya kamu. Soalnya motor itu kalau jatuh, langsung kena tubuh kita.” Penghalangnya hanya helm dan baju yang kita kenakan. Seberapa kuat sih pakaian kita, atau helm? Jika benturannya terlalu kuat, helm semahal apapun, masih berisiko retak, kan? Lalu, siapa yang bisa menjamin pakai motor akan lebih cepat? Mengingat situasi lalu lintas, yang kadang nggak bisa ditebak.

    Sekarang semua pilihan ada di tangan kita sebagai orangtua. Mau sabar tapi selamat, atau buru-buru dan tidak mengindahkan peraturan, dan nyawa anak yang jadi taruhannya? Jadi, yuk, sama-sama belajar lebih pintar menjadi orangtua :)

    Share Article

    author

    -

    Panggil saya Thatha. I’m a mother of my son - Jordy. And the precious one for my spouse. Menjadi ibu dan isteri adalah komitmen terindah dan proses pembelajaran seumur hidup. Menjadi working mom adalah pilihan dan usaha atas asa yang membumbung tinggi. Menjadi jurnalis dan penulis adalah panggilan hati, saat deretan kata menjadi media doa.


    COMMENTS


    SISTER SITES SPOTLIGHT

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan

    synergy-error

    Terjadi Kesalahan

    Halaman tidak dapat ditampilkan