Resmi menyandang status ibu, membuat Susan Bachtiar memutuskan mendedikasikan diri untuk mendampingi buah hatinya, Tristan van Tongeren. Ia pun banyak bercerita bagaimana dirinya concern dengan pola hidup sehat keluarga. Ia bilang, "Jadi orangtua PRnya banyak sekali."
Beberapa waktu lalu, saya sempat bertemu dengan Susan Bachtiar di acara Gerakan Nusantara 2017 yang diusung oleh Frisian Flag. Waktu itu, Susan Bachtiar sempat bercerita mengenai pandangannya sebagai pendidik mengenai nutrisi anak sekolah. Ia percaya, selain di rumah, guru merupakan salah satu orang yang punya peran besar yang mampu memberikan pengaruh pada anak didiknya. Ia sudah membuktikannya setelah sempat menjadi guru TK.
“Malah, kadang anak-anak itu kan lebuh nurut dan percaya pada gurunya dibandingkan dengan orangtuanya. Jadi, menjadikan guru sebagai agent of change di sekolah merupakan langkah terbaik dalam menanamkan kebiasaan baik seperti perilaku gaya hidup sehat aktif dan pengetahuan tentang makanan sehat anak-anak kita yang kelak akan menjadi calon pemimpin masa depan,” paparnya.
Tidak mengherankan kalau Susan Bachtiar memang sangat peduli dan menjalankan gaya hidup sehat. Demi memberikan yang terbaik untuk buah hatinya, ia pun rela melepaskan beberapa perkerjaan. Ia mengatakan, “Setelah punya anak, saya memilih untuk mengorbankan beberapa pekerjaan untuk bisa memberikan yang terbaik untuk anak saya. Supaya saya bisa selalu hadir saat anak membutuhkan saya. Dari segi masak, saya maunya sendiri. Tapi ini kan memang pilihan, ya. Kalau saya sejak dulu sudah komit, kalau punya anak akan memberikan yang terbaik untuk anak,” ungkapnya.
Pola hidup sehat seperti apa, sih, yang Mbak terapkan di rumah?
Saya hanya boleh memperbolehkan anak saya makan coklat itu saat weekend saja, jadi anak saya sudah tahu tuh kalau Sabtu atau Minggu itu cheat day, syukurnya anak saya juga nggak suka minum dan makanan junk food. Sejak kecil saya memang sudah menghindari, sehingga sudah terbiasa.
Punya anak usianya 5 tahun, fase apa sih, yang dirasa paling menantang?
Umh, banyak, ya. Yang jelas, berdasarkan pengalaman saya, setiap orangtua memang pada dasarnya nggak bisa menyamakan anaknya dengan anak orang lain, karena kita ibunya pasti kita sudah tahu apa yang disuka dan tidak disuka sama anak. Itu yang selalu saya pegang. Anak saya pernah masuk pada fase nggak mau makan, picky eater. Berdasarkan pengalaman saya kita yang harus bisa cari fariasi dalam memilih menu masakan. Kebetulan, saat anak masuk ke MPASI saya selalu masak sendiri, nggak pernah pakai pembantu. Kalau pun harus minta tolong pembantu saya yang selalu supervisi, apa saja ingredients-nya karena saya cukup hati-hati dengan makanan anak saya.Tapi kan fase anak ini memang ganti-ganti, ya, kalau sekarang masalahnya itu anak saya senangnya lagi ngemut, padahal dulu nggak pernah ngemut.
Dulu anak saya memang ada masalah dalam speech delay. Soalnya di rumah itu kan memang 3 bahasa, ayahnya Belanda. Tapi ini sudah teratasi. Sejak awal saya memang memerhatikan perkembangan anak. Awalnya saya saya sempat berpikir apa benar anak saya frustasi dalam bahasa? Banyak yang bilang kan kalau anak mengenal beberapa bahasa itu tidak masalah, tapi lagi-lagi kita kan harus melihat kemampuan anak sendiri, nggak bisa disamakan dengan yang lain. Dan saya juga harus menerima kalau anak saya memang ada masalah dalam komunikasi. Jadi waktu itu saya fokus untuk mengenalkan satu bahasa dulu. Dan benar, setelah itu sangat cepat. Kemudian, masalah aktifnya bagaimana saya bisa menyalurkannya.Bagaimana dia belajar motorik halusnya. Dulu masalahnya itu, kalau nulis anak saya kertasnya bisa sampai bolong karena terlalu ditekan. Kalau sekarang malah anak saya lagi senang ngemut.
Apa mungkin ada masalah pada giginya?
Nah, itu… kita memang orangtua harus cek, sih, harus tahu penyebabnya apa. PR orangtua itu banyak.Tapi saya sudah cek, nggak ada masalah gigi, kok. Kita sebagai orangtua itu memang perlu Menganalisa Cari tahu bagaimana kebutuhan gizi anak terpenuhi.
Termasuk memberikan tambahan susu pada anak?
Saya itu senang susu, dari kecil saya senang susu.Dulu sehari saat masih kecil bisa 13 botol. Makanya akhirnya anak saya pun suka susu. Memang, sih, saat ini masih banyak pro dan kontra soal susu. Bahkan ada yang kasih label anak susu sapilah. Tapi kalau saya, sih, melihatnya lebih ke pada bagaimana susu sapi bisa membantu memenuhi kebutuhan gizi anak. Toh, it’s come from nature, dari susu sapi , sudah banyak riset dan penelitian kalau susu memang baik untuk memenuhi kebetuhan nutrisi anak. Soalnya ada fase-nya anak itu nggak mau makan, akhirnya mau nggak mau memenuhi gizinya dari susu.
Agar pekerjaan lebh efisien, bagaimana Mbak mengatasinya?
Saya sebagai ibu, kalau dibilang sibuk banget, sepertinya sih sekarang nggak, ya. Karena pilihan saya sekarang ini justru mendedikasikan diri saya untuk anak dan keluarga. Jadi waktu saya memang lebih banyak dihabiskan bersama anak. Kalau ada tawaran pekerjaan saya sangat selektif.
Mbak Susan Ibu seperti apa, sih?
Saya itu ibu seperti apa ya? Ibu yang galak kali ya… yang jelas saya juga bukan ibu yang over protective.
Menjadi ibu masa kini, apa yang paling Mbak khawatirkan?
Ya banyak sekali memang masalah yang terjadi belakang ini. salah satunya soal kejahatan seksual, tapi kalau ini memang harus kita yang menanamkan dan mengajarkan ke anak. Salah satunya soal private area, yang nggak boleh dipegang sembarangan orang. Kuncinya sebenarnya adalah komunikasi, bagaimana kita perlunya menanamkan nilai-nilai penting dalam kehidupun ini. Concern saya justru lebih karena anak saya itu punya empati yang sangat tinggi. Baik, sih, tapi kalau memang terlalu kan bisa dibully. Tapi kalau rough juga nggak bisa, jadi memang harus balance. Yang terlalu itu nggak boleh.
Me time?
Kalau weekend pasti saya habiskan bersama keluarga. Kalau me time paling saat anak ke sekolah, atau saat pagi hari ketika anak belum bangun, saya lari bersama suami. Lari ini saya lakukan setiap hari.
Kalau merasa ada dititik jenuh, apa sih, yang mbak lakukan?
Cari hobi baru, itu sudah yang paling tepat kok.