Sorry, we couldn't find any article matching ''
Ketika Salah Memilih MPASI, Bayi yang Menjadi Korban
Ditulis oleh: Lariza Puteri
Ngikutin trend atau terinspirasi oleh influencer social media boleh-boleh saja, tapi jangan juga kita sampai abai terhadap faktor keamanan dan keselamatan si kecil.
Berkat sesembak artis, metode BLW menjadi naik daun hingga ada seorang dokter yang turut curhat di media sosialnya bahwa ia baru saja mengoperasi bayi yang terkena kasus usus terlipat akibat diberi makanan padat sebelum waktunya. Tapi, kali ini saya nggak mau membahas artis yang menjadi trend tersebut, maupun komentar dokter itu.
Baca juga:
Saya hanya berpikir, bahwa ternyata pengetahuan dan informasi tentang pemberian makanan padat pada bayi yang benar, masih tetap perlu disosialisasikan agar tidak banyak mommies millennial yang lebih percaya kepada apa yang tersaji di sosial media daripada dari dokter anak atau dokter gizi.
Kalau hanya berpikir makan bayi itu tinggal blender buah atau sayur, kasih ASIP, suapin dan selesai, pasti kita nggak mumet. Sayangnya, karena makanan ini adalah satu-satunya sumber zat gizi dari luar tubuh yang dibutuhkan si kecil untuk berkembang, maka masih ada sederet hal yang wajib diperhatikan.
Tak hanya jenisnya, namun juga waktu yang tepat untuk memberikannya, bentuk makanan, tekstur makanan, berapa kali idealnya MPASI diberikan hingga metode pemberian MPASI yang tepat agar kebutuhan gizi bayi terpenuhi. Itulah sebabnya, baiknya mencari dan mendapatkan informasi dari sumber yang tepat.
Kapan, sih, waktu yang tepat untuk memberikan MPASI?
Menurut dr. Meta Hanindita, SpA, pemberian MPASI idealnya diberikan saat anak berusia 6 bulan. Namuuunn, memang ada beberapa bayi yang sudah makan sebelum ia berusia 6 bulan. Misalnya karena berat badannya kurang dan terdapat indikasi bayi tersebut mengalami defisiensi zat besi. Diagnosa ini tentu bukan hasil dari tebak-tebak berhadiah, Ia sudah melalui konsultasi dengan dokter.
Menurut dr. Meta, bayi-bayi yang diperbolehkan makan sebelum usia 6 bulan adalah bayi yang sudah memiliki tanda siap makan, seperti bisa mengangkat tegak kepala, refleks ektrusi (menjulurkan lidah) sudah berkurang dan tertarik saat melihat orang lain makan, seperti ikut menggapai makanan atau mengecap. Umumnya, saat bayi sudah menunjukkan tanda siap makan, organ pencernaannya juga sudah cukup siap.
Pemberian MPASI sebelum waktunya, terutama sebelum bayi berusia 4 bulan bisa berakibat fatal. Dapat mengakibatkan gangguan pencernaan pada bayi.
Bagaimana dengan bentuk, tektur, jenis, dan frekuensi pemberian MPASI?
Menurut panduan WHO, bentuk MPASI yang disarankan adalah yang berbentuk lunak dan terus meningkat teksturnya hingga anak sudah bisa mengonsumsi makanan keluarga. Ini artinya, makanan bentuk pure atau buburlah yang direkomendasikan. Bubur atau pure yang dimaksud di sini tak berarti hanya tepung beras putih atau tepung beras merah saja. Pada hari pertama, tepung beras dengan tambahan susu masih okelah, tapi cukup 3-4 hari saja. Selanjutnya, berikan bubur yang dengan tekstur yang lebih kental dengan tambahan protein dan lemak. Campurkan bahan makanan sumber karbohidrat yang menghasilkan energi dengan sumber protein seperti kacang-kacangan atau protein hewani. Hindari tektur yang terlalu encer, sebab, semakin encer bubur, semakin sedikit pula kandungan gizinya.
Apa metode terbaik dalam pemberian MPASI?
Pun ya, baru-baru ini, metode BLW (Baby Led Weaning) menjadi idola, sebetulnya BLW sudah ada sejak bertahun-tahun lalu. BLW adalah metode pemberian MPASI (artinya sejak mulai makan sampai seterusnya) di mana bayi mengontrol seberapa banyak makanan yang ingin ia makan. Tidak ada aktivitas suap menyuap, atau pengenalan makanan dengan testur bertahap.
Jika ingin memberikan MPASI dengan BLW, sadari bahwa ada risiko tinggi bayi tidak mendapatkan semua nutrisi yang ia butuhkan. Secara kemampuan oromotorik, bayi usia 6-8 bulan baru bisa makan dengan tekstur halus, jika dipaksakan untuk diberikan makanan yang tidak halus, sudah dapat dipastikan oromotoriknya tidak siap. Padahal BLW biasanya memberikan makanan dalam bentuk finger food, seperti wortel kukus, brokoli kukus, atau kentang kukus. Bayi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memanipulasi makanan menjadi lebih halus, sehingga yang masuk pasti tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan kalau bayi yang diberi makan dengan BLW lebih tinggi risikonya terkena defisiensi mikronutrien seperti zat besi, zinc, dan vitamin B12 serta underweight. Bicara underweight dapat berujung pada anak stunting.
Hingga saat ini, menurut saya metode pemberian MPASI sesuai anjuran WHO adalah yang paling tepat. Meksipun terbilang konvensional, namun hampir dipastikan makanan yang kita siapkan, masuk dengan baik ke dalam perut si kecil.
Baca juga:
Share Article
COMMENTS