Menurut World Children Report 2012 dari UNICEF, Indonesia menempati posisi pertama di ASEAN yang memiliki jumlah anak obesitas tertinggi (12,2%).Hal ini berpotensi meningkatkan angka pasien gagal ginjal pada anak.
Iya, sih, ada di urutan pertama tapi bukan sesuatu yang layak disebut sebagai prestasi. Melainkan, keadaan yang sudah membahayakan kesehatan anak. Isu kesehatan ginjal anak ini, mungkin kurang popular seperti penyakit lainnya. Tapi bukan berarti dikesampingkan, ya. Urusan kesehatan keluarga tetap menjadi prioritas.
Saya jadi ingat, cerita Mbak Fia, Managing Editor Mommies Daily. Ada seorang anak laki-laki SMA temannya, yang diketahui mengalami gagal ginjal. Sampai akhirnya harus berpulang. Saat ditelusuri lebih dalam, (diduga) salah satu penyebabnya, terlalu sering minum minuman kemasan yang tinggi gula. Ketika saya konfirmasi hal ini ke dr. Meta Hanindita SpA dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, minum berwarna bukan penyebab langsung, tapi lebih kepada kebiasaannya yang berulang. Dan karena mengandung tinggi gula, dan berisiko obesitas, hipertensi, netrolitiasis (batu ginjal) yang berisiko terjadinya Chronic Kidnet Disease (CKD).
Selain itu, tercatat dari laporan National Institue of Diabetes and Digestive and Kindey Disease dari US Depatment of Health and Human Services, Maret 2014 lalu. Penyebab gagak ginjal pada anak usia di bawah 4 tahun adalah karena kelainan ginjal, dan adanya riwayat keturunan gagal ginjal. Sementara pada usia 5-14 tahun, gagal ginjal disebabkan oleh adanya penyakit keturunan, sindrom netrofik, dan penyakit sistemik.
Menurut Dr. Cahyani Gita Ambarsari, Spesialis Nefrologi Pediatrik di rumah sakit rujukan nasional, ada beberapa gejala gagal ginjal pada anak yang dapat diwaspadai:
Segera bawa ke dokter anak, atau dokter spesialis nefrologi anak, agar si kecil mendapatkan tindakan lebih lanjut dan diagnosa yang tepat.
Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) bersifat progresif, artinya terbagi menjadi 5 tahap. Tahap 1 adalah yang paling ringan, sedangkan tahap 5 (biasa disebut ESRD – End Stage Renal Disease) adalah tahap yang paling akut. Pasien ESRD wajib menjalankan cuci darah agar tubuh tetap seimbang.
Ada 3 metode perawatan untuk pasien GGK:
HD dan PD adalah opsi untuk terapi cuci darah selama menunggu waktu untuk dapat melakukan transplantasi ginjal.
Pilihan yang bisa diambil oleh pasien anak pada tahap ESRD, adalah metode cuci darah dengan Peritoneal Dialisis (PD). Cara kerja metode ini dengan membersihkan racun dalam darah dan membuang cairan berlebih menggunakan membran pada tubuh, yaitu peritoneal membran (lapisan pada perut), sebagai penyaring racun. Membran peritoneal menyaring racun serta cairan dari darah melalui cairan. Cairan yang mengandung racun akan dikeringkan dari rongga peritoneal setelah beberapa jam dan berganti dengan cairan baru. Ini disebut pergantian. Pada umumnya pasien membutuhkan 3 – 4 kali pergantian di setiap hari dengan waktu selama 30 menit. Pada saat proses penggantian, pasien dapat menjalani aktivitas dengan normal.
Tak hanya di Indonesia, metode ini sudah digunakan di beberapa negara do Eropa. Bisa digunaka anak usia berapapun, selama menuggu tujuan utama perawatan, yaitu transpalasi ginjal.
Semoga informasi ini bisa berguna untuk mommies, yang membutuhkan, ya. Atau minimal bagi keluarga yang sedang mencari cara alternatif untuk si kecil melakukan cuci darah dengan nyaman, tanpa mengurangi kualitas hidupnya :)