Warisan tak melulu soal harta yang berlimpah. Contohnya lima warisan dari mama saya ini, justru menjadikan hidup saya berwarna dan merasa berkarakter sebagai perempuan. Penasaran nggak, apa saja?
Memori saya seperti terpanggil beberapa tahun silam. Saat masih kuliah di Bandung. Long distance relationship, antar ibu dan anak malah membuat kami lebih akrab. Pasti ada satu panggilan telepon masuk dari mama, setiap harinya. Sangking terbiasa menceritakan segala macam ke mama (baca: curhat). Teman saya pernah nggak percaya, kalau saya lagi ngobrol sama mama. Karena santai, dan gaya bahasanya juga seperti ngobrol sama teman aja.
Isi pembicaraan kami macam-macam banget. Mulai dari mama yang curhat tentang papa, hahaha, jadi gosipin papa :D Atau saya yang berkeluh kesah, betapa tugas kuliah dan proses skripsi menguras energi. Ada masanya, mengingat kebiasaan kami berdua yang ngangenin dilakoni berdua. Misalnya mama suka cerita, tuh, sambil pillow talk, apa saja sih usaha yang dia lakukan, supaya pernikahan dari 1976, bisa bertahan hingga kini. Pembicaraan intens seperti ini, yang bisa jadi justru menjadi warisan yang lekang, dan makin membuat hubungan kami romantis.
Ketika sudah menikah dan punya anak. Saya jadi tersadar. Sebagai orangtua, sebetulnya harta yang paling berharga dan bisa diwariskan kepada anak-anak, nggak harus yang berwujud mewah atau serba mahal. Misalnya nilai-nilai kehidupan, dan cara pandang kita menyikapi persoalan hidup. Karena kita, kan juga belum tahu pasti, sampai kapan bisa menemani si kecil :) *kok air mata saya sudah ngembeng, ya.
Apa yang saya sadari sekarang, memang jadi tujuan utama Mama. Supaya anak-anaknya, punya amunisi yang cukup mengarungi kehidupan. Nggak melulu yang berbau serius kok. Ada juga, warisan mama yang berupa barang-barang lucu, jadul tapi tetap sarat manfaat.
Namanya pernikahan kata mama, seni mengendalikan ego. Kerasa banget, sih, perbedaannya. Apalagi saya anak bungsu, sempat mencicipi, apa-apanya serba dituruti. Lalu sekarang pas sudah nikah, permintaan saya ke pak suami, kan, nggak bisa semua dituruti. Semua tentang skala prioritas. Ada beberapa kebutuhan rumah tangga kami, yang harus dikedepankan, alias menomorsatukan hal-hal yang primer.
Walau saya nggak masuk ke golongan ibu-ibu yang doyan banget masak, tapi catatan resep masakan andalan keluarga dari mama, jadi penyelamat saya di kala mau masak yang agak serius, terutama pas momen Lebaran, hahaha. Maklum saja, sehari-hari, resep yang sudah hapal, hanya berupa olahan yang ditumis. Nah, begitu mau masakan Semur Betawi, Opor Ayam, Sayur Godok Betawi, atau Bistik Daging, tinggal contek aja deh. Nantinya, kalau punya anak perempuan atau mantu, resep masakan mama pasti juga saya wariskan.
Pas mama kasih tahu penjelasan tentang NIVEA, saya excited. Karena dari benda mungil ini banyak manfaat yang bisa didapat. “Mama nggak pernah ketinggalan benda ini, waktu masih muda dulu.!” Lumayan takjub sih, saya. Sekian generasi, NIVEA Creme masih eksis sampai sekarang, menyertai perawatan kulit perempuan. “Kalau Mama suka pakai buat moisturizer wajah dan dioles ke bagian kulit yang berpotensi kering, misalnya sikut, tumit, atau bibir.” Begitu kata Mama, seraya menunjukkan koleksi kemasan NIVEA Creme dari waktu ke waktu.
Seiring berjalannya waktu, saya menemukan fungsi lain dari NIVEA Creme yang memudahkan tugas-tugas saya sebagai ibu. Misalnya saja, untuk anak saya Jordy, yang berusia 3 tahun, aman digunakan untuk mengurangi kulit kering, kalau bepergian ke tempat-tempat dingin. Dan untungnya Mama kasih ini sebelum saya hamil. Ternyata juga bisa digunakan, sebagai perawatan intensif meminimalkan stretch mark, lho, mommies.
Selain perawatan kulit perempuan, NIVEA Creme bagi saya sekarang, semacam benda wajib P3K, yang harus selalu hadir di tas. Soalnya NIVEA Creme juga bisa menenangkan kulit yang sedang mengalami radang atau luka ringan. Namanya kalau lagi bepergian, kita nggak pernah bisa duga kan, ada saja insiden kecil.
Waktu dikasih lihat koleksi aksesoris Mama, seperti nemu harta karun! Secara saya lagi suka pakai kalung, atau anting-anting. Untuk membantu tampilan sehari-hari, karena dari cutting baju, saya nggak suka yang terlalu rumit. Paling maksimal, ya asimetris saja. Nah, dengan tambahan akseoris dari Mama ini, sudah bisa mendongkrak percaya diri saya ke kantor dan kegiatan lainnya.
Sejujurnya berat menjalankan quote favorit si Mama ini. Waktu itu saya lagi menggerutu soal seseorang yang terus menerus membicarakan hal buruk tentang saya. Padahal, faktanya tidak seperti itu. Mama dengan entengnya, bilang, “Sudah deh, Nita. Orang kayak gitu, diamin aja. Kalau kamu merespon hal yang sama. Apa manfaatnya? Malah kamu sama jahatnya seperti dia?” JLEB! Yaaa…pas saya pikir-pikir lagi, benar juga sih. Malah kalau saya balik jahat, energi saya jadi tergerus sama emosi negatif. Dan benar saja, pas saya ambil sikap diam, Tuhan menggantinya dengan beragam rezeki lain yang nggak saya duga sebelumnya. Terima kasih, ya, Mama :*
Mommies punya warisan versi lainnya, yang didapat dari ibu atau nanti mau diturunkan sama si kecil? Mau, ya, dengar kisahnya :)