Sorry, we couldn't find any article matching ''
Niluh Djelantik, “Ibu itu CEO yang paling rumit di dunia!”
Belasan tahun mampu mempertahankan bisnis alas kakinya, hingga dikenal sampai ke kancah internasional. Tapi tetap mempunyai karakter humble, dan menghargai kearifan lokal. Apa yang bisa membuat Niluh Djelantik bertahan hingga sekarang?
Ditemui di sebuah acara, di Jakarta, 16 Agustus lalu, Niluh Djelantik (42) menjabarkan dengan fasih, bagaimana usaha alas kakinya, “Niluh Djelantik”, bisa bertahan dari 2003 hingga kini. Selama 14 tahun, ia berusaha tetap konsisten menanamkan nilai-nilai filosofi pada bisnisnya. Di antaranya, dari hulu hingga hilir, roda usahanya harus berasal dari dalam negeri. Mulai dari bahan baku hingga sumber daya manusianya.
Status ibu yang ia sandang selama 8 tahun ini, tak lantas menyurutkan semangat juangnya menjadi mompreneur. “Ibu itu CEO yang paling rumit di dunia!”, begitu ia memberikan julukan untuk dirinya dan ibu-ibu lainnya yang juga berperan sebagai mompreneur. Ines (8) buah hatinya bersama pasangannya, menjadi penyemangat untuk merawat dan membesarkan usaha sepatunya yang ia beri nama, sama seperti nama dirinya, “Niluh Djelantik.”
Bagaimana ya, awal mula pondasi usahanya ini bisa kuat dan bertahan 14 tahun? Apa saja kiat dan rahasia Niluh tetap bisa efisien di tengah kesibukan sebagai mompreneur, ibu dan istri?.
Bagaimana proses Niluh Djelantik berdiri, dan bisa bersaing dengan usaha lokal lainnya?
Saya memulai usaha alas kaki tahun 2003, namanya masih "Nilou", menjadi Niluh Djelantik tahun 2008. Nilai lokal menjadi kekuatan Niluh Djelantik, karena memang sesuai dengan filosofi awal. Jadi dari setiap apapun yang kamu lakukan, branding awal harus dengan pondasi yang kuat. Maunya apa, sasarannya kemana, pricing-nya seperti apa? Lalu tujuan akhirnya kemana?
Niluh Djelantik, lahir dari impian yang sangat sederhana, yaitu kami ingin membuat sepasang sepatu yang pas, maksudnya pas dipakai, tapi printilannya banyak. Pas dipakai tapi harus dibuat di Indonesia, tapi harus dari bahan baku yang berasal dari Indonesia, harus dibuat oleh anak Indonesia. Nah hal-hal ini, terus terang tidak selalu mempermudah perjalanan kami. Karena pasti banyak alternatif lain yang dapat mempercepat kesuksesan sebuah usaha. Tapi buat kami, cita-cita awal itu, yang semuanya harus serba Indonesia. Menyampaikan ke dunia, “Nih ada, lho, hasil karya anak bangsa. Yang nggak kalah dari negeri tempat dia lebih dikenal.” Kalau kami mengerjakan alas kaki, kiblatnya kan pasti ke Itali.
Hampir 15 tahun kemudian Niluh Djelantik, masih bertahan. Satu-satunya alasannya itu karena kami konsisten. Di samping memang, customer service itu adalah hal yang sangat penting. Tidak bisa hanya membuat hasil karya yang cantik, packaging yang indah, tanpa kita memberikan pelayanan yang tiada lawannya. Itu yang Niluh lakukan, dan menggandeng pelanggan sebagai mentor kami. Apapun masukan dari pelanggan itu, kami harus dengarkan dan terima baik. Menyampaikan terima kasih atau permintaan maaf, kalau membuat kekeliruan. Dan belajar dari situ. Nah pelanggan, tidak kami anggap hanya membawa uang dan kartu kredit, lalu say good bye. Ini yang membuat usaha kami sustainable, karena dari sana si mama akan menyampaikan ke anaknya, saya sudah menjalani ini sekian tahun dengan si Niluh. “Sok, untuk berikutnya kamu yang akan menjadi customernya Niluh.” Dan hal ini sudah kami jalankan selama tiga generasi.
Rumput tetangga itu kan buat sebagian orang, selalu lebih hijau. Kalau buat kami di Niluh Djelantik, rumput di rumah kami harus kami rawat. Contohnya, ya , negeri ini. Jangan selalu membandingkan negeri kita dengan negara lain. Kita harus bangga dan percaya diri, tapi sisi lain juga harus bisa mempertanggung jawabkan apa yang kita banggakan itu.
Nah, apakah brand lokal yang sudah ada sekarang, sudah bisa mempertanggung jawabkan kualitas lokalnya?
Negeri kita itu, negeri yang sangat kaya. Kita nggak bicara tentang sumber daya alam, kita bicara tentang manusianya. Sebagai aset yang paling penting buat negeri ini, dan itu selalu saya sampaikan. Tanpa pernah menyerah. Jadi jangan melihat Indonesia hanya dari satu sisi saja. Di sini saya bicara lebih spesifik, mengenai industri kreatif. Banyak banget anak-anak negeri yang memiliki potensi, bahwa mereka pun bisa dan pasti akan berhasil. Pada saat dulu kami mulai tahun 2003, kemudahan teknologi tidak seperti sekarang. Social media belum lahir. Dan branding itu adalah tentang cerita, bukan hanya menggunakan orang terkenal yang punya jutaan followers. Si pemilik brand lokal ini, harus memulai bahwa mereka harus percaya diri dulu.
Caranya agar mereka bisa bertahan
Tantangan menjadi mompreneur, dulu dan sekarang apa sama, Mbak?
Tantangannya setiap hari berbeda, tapi pada dasarnya setiap tantangan itu mendewasakan kita. Kalau zaman dulu, katakanlah tantangannya di bidang permodalan, terus hari ini kendalanya tetap sama di bidang permodalan atau pendanaan. Tapi ada yang berbeda, dulu bagaimana caranya mau membuka usaha, sekarang bagaimana mau mempertahankan usaha. Tergantung besar kecilnya skala sebuah perusahaan.
Bagaimana biar bisa tetap fokus di tengah kesibukan?
Disiplin waktu. Walaupun ruang kerja kita di sebelahnya kamar si kecil. Coba kita usaha untuk disiplin. Memang susah ya, ada saja gangguannya. Misalnya menyusui, jam makan anak. Tapi coba kita disiplinkan waktu. Dan memang pengorbananannya lebih besar. Misalnya sehari harus tidur delapan jam, ini jadi tujuh atau enam jam sehari. Pas semua orang rumah sudah tidur, di sanalah waktumu untuk memaksimalkan pekerjaan. It’s worth it, kok.
Me time kamu, apa, Mbak?
Ya, anak saya ini. Seperti sekarang, kalau sikonnya memungkinkan, saya akan bawa serta si kecil ke tempat bekerja.
Di tengah kesibukan, bagaimana menjaga kualitas tidur?
Jalan kaki. Di manapun saya berada, kalau memungkinkan untuk berjalan kaki, saya akan berjalan kaki.
Di antara kesibukan mbak, bagaimana menjaga semuanya berjalan dengan efisien?
Memulai hari itu dengan prioritas pekerjaan mana dulu yang harus dikerjakan. Dan disiplin, misalnya saya mau mengerjakan briefing dengan tim untuk produksi. Itu bisa saya alokasikan 30 menit. Terus misalnya membalas email-email yang masuk misalnya, itu saya alokasikan waktunya sekian menit. Jadi kalau sudah di luar waktu yang kita tentukan, sudah harus mengerjakan hal yang lain lagi. It’s all about timing and priority.
Ada nggak apps atau tools yang dipakai untuk me-manage karier dan keluarga?
Buku diary saya :)
Buku yang sedang dibaca seputar karier atau parenting, apa Mbak?
Anak saya adalah “my everyday book.”
Bagaimana dukungan keluarga buat Mbak, berperan dalam menjalankan usaha ini?
Besar banget dan anak-anak di Niluh Djelantik, itu sudah menjadi bagian besar dari keluarga Niluh Djelantik. Jadi keseharian kami sudah begitu dekat. Kalau bicara peran, mama saya. Alasannya dia selalu hadir dari sejak hari pertama saya memulai bisnis ini, dan tetap hadir sampai hari ini. Tapi tetap tidak menyurutkan penghargaan saya untuk tim. Namun, setelah jam kerja, sebagai manusia, kita tetap butuh tempat untuk berpegangan tangan. Mama saya ada di sini.
Adakah hal yang dilakukan, ketika merasa bosan atau stuck dan pekerjaan?
Membaca atau berjalan. Kalau saya masih menyempatkan baca buku yang berwujud fisik, ya. Favoritnya buku biografi, selain juga arsitektur. Mencari buku yang tidak ada hubungannya dengan sepatu. Untuk mencari inspirasi. Yang sekarang saya lagi baca, biografi Pak Soekarno.
Sukses untuk bisnis Niluh Djelantik, kamu Mbak. Semoga makin mendunia dengan tetap memegang teguh kearifan lokal Indonesia :)
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS