banner-detik
KIDS

Saat Empati Hilang Demi Eksistensi di Social Media

author

fiaindriokusumo27 Jul 2017

Saat Empati Hilang Demi Eksistensi di Social Media

Saya gagal paham pada orang yang sibuk merekam kejadian bunuh diri dan sempat-sempatnya memberikan caption di videonya.

Dua hari lalu, saat baru saja tiba di kantor, Dara, tetangga meja sebelah menceritakan mengenai video yang menayangkan dua perempuan bunuh diri dengan cara lompat dari apartemen. Saya melihatnya di ponsel Dara, untuk kemudian melongo….

Melongo bukan karena ada dua perempuan yang nekad bunuh diri, tapi karena takjub dengan orang yang malah sibuk merekam kejadian tersebut, dan masih sempat-sempatnya menuliskan caption di videonya. Pertanyaan saya: How come??? Kok bisa??? Kok tega?? Kok niat???? Lo melihat orang bunuh diri, lo rekam, lo kasih caption (maksudnya apaaaaa????)

Kok saya sedih ya melihat tingkah laku yang seperti itu. Segitunya, kah ingin dianggap sebagai yang ‘terdepan’, yang paling pertama tahu, yang pertama menyebarkan berita?

Saat Empati Hilang Demi Eksistensi di Social Media - Mommies Daily

Saya nggak pernah berharap ada di posisi orang yang merekam kejadian bunuh diri itu, tapi mungkin kalau saya berada di posisi tersebut, rasa-rasanya saya akan berteriak sekencang-kencangnya, sebisa mungkin melarang orang yang mau bunuh diri itu atau kalau gagal mencegah, mungkin saya cuma bisa diam atau menelepon orang yang saya kenal dan jerit sambil nangis, karena shock…..

Buat saya, merekam kemudian menyebarkannya sama aja menunjukkan kalau kita mulai kehilangan perasaan empati yang kita punya.

- Pernah nggak terlintas di pikiran si mbak yang merekam, gimana kalau video itu dilihat oleh keluarga yang ditinggalkan? Kita pasti pahamlah ya, jejak digital itu sulit dihapus. Sekali dia beredar maka akan selamanya berada di situ. Siapapun bisa mengakses, kapan saja dan dari mana saja. Kira-kira, apa keluarganya akan nyaman melihat tayangan video tersebut? Kayaknya sih nggak!

Sama seperti kalau ada kenalan yang sakit parah atau meninggal, saya nggak pernah berminat untuk memfoto mereka dalam kondisi ketika mereka sedang tidak baik atau dalam kondisi yang sudah meninggal. Saya pribadi, ingin mengingat orang-orang yang saya kenal dalam keadaan terakhir mereka yang masih sehat.

- Pulang dari kantor, hal pertama yang saya lakukan adalah mengajak ngobrol anak-anak saya sambil melihat-lihat WA di ponsel mereka, takutnya ada temannya yang mengirimkan video itu dan mereka melihatnya.

Nah, untuk orang yang merekam dan menyebarkan video itu, gimana kalau video itu dilihat oleh anak atau keponakan Anda? Saya hanya nggak mau ada anak-anak yang menganggap keren tindakan bunuh diri, karena membuat seseorang terkenal dan membuat mereka terinspirasi. Kita nggak pernah tahu apa yang ada di pikiran anak-anak, kan :).

Banyak pelajaran yang saya ambil dari kejadian ini. Bahwa ternyata menjadi manusia itu belum tentu kita juga memiliki empati dan peduli. Dan menjadi tugas saya sebagai orangtua untuk memastikan agar anak-anak saya tetap memiliki sifat empati dan peduli pada sesama. Mungkin sudah saatnya ini menjadi tugas kita bersama mom :).

Share Article

author

fiaindriokusumo

Biasa dipanggil Fia, ibu dari dua anak ini sudah merasakan serunya berada di dunia media sejak tahun 2002. "Memiliki anak membuat saya menjadj pribadi yang jauh lebih baik, karena saya tahu bahwa sekarang ada dua mahluk mungil yang akan selalu menjiplak segala perilaku saya," demikian komentarnya mengenai serunya sebagai ibu.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan