Kanker tiroid adalah salah satu kanker yang tingkat keberhasilan pengobatannya bisa 100% sembuh tuntas. Berikut penjelasan dari dr. Dante Saksono H., SpPD, K-EMD, PhD.
Kanker, sampai hari ini vonisnya masih seperti vonis mati. Nyaris tanpa harapan hidup. Kalau sampai kena, yang terbayang itu umur yang pendek. Produktivitas menurun, bisa opname berbulan-bulan, nggak bisa kerja, dan nggak bisa beraktivitas. Belum lagi soal pengobatan mahal, siap habis ratusan juta, bahkan jual mobil, jual rumah. Seperti ungkapan satir yang sering terdengar di salah satu RS Kanker di Jakarta, berangkat ke RS naik mobil, pulangnya naik angkot.
Tapi betulkah begitu? Ternyata tidak.
Baca juga : Bengkak di Kaki Anak Kami yang Berujung Rhabdomyosarcoma
Tidak semua kanker bersifat sangat ganas, mutatif, dan tingkat harapan hidup (survival rate)-nya rendah. Kanker tiroid adalah salah satu yang tingkat keberhasilan pengobatannya bisa 100% sembuh tuntas. Tentunya dengan diagnosa, pengobatan, dan tindakan yang cepat dan tepat.
Sebagaimana penyakit lain, makin dini diketahui, makin awal stadiumnya, makin besar potensi sembuh. Dalam kasus gangguan tiroid, makin dini diketahui, makin besar kemungkinan tiroid tidak perlu diangkat. Cukup dilakukan pengobatan seperti suplementasi hormon tiroid (untuk hipotiroid), dan tindakan yang jauh lebih 'less invasive'.
Gangguan tiroid yang paling kita kenal adalah penyakit gondok yang penyebabnya adalah kekurangan yodium. Walau belakangan kita sudah jarang sekali melihat penderita gondok, penyakit ini familiar karena selalu disebut-sebut dalam sosialisasi garam beryodium.
Sering ditemukan juga benjolan pada kelenjar tiroid tapi tidak nampak jelas secara fisik. Ciri khas dari benjolan yang berasal dari tiroid adalah, bila diraba akan ikut bergerak saat menelan. Bila penyakit gondok gejalanya terlihat secara fisik, gangguan seperti hipertiroid maupun hipotiroid gejalanya lebih semu seperti penyakit umum.
Contohnya, gejala hipertiroid di mana aktivitas kelenjar tiroid terlalu tinggi, di antaranya: gelisah, susah tidur, jantung berdebar terus-menerus, berat badan turun terus, gemetaran, keringat berlebih, tidak tahan suhu panas, dan buang air besar bisa 3-4 kali sehari tapi bukan diare.
Sebaliknya pada hipotiroid yang kadar hormon tiroid dalam darah di bawah normal akan didapatkan gejala seperti: cepat capek, berat badan cenderung naik, tidak tahan suhu dingin, kulit kasar dan kering, bengkak di kaki, rambut rontok, sembelit, susah konsentrasi, dan penurunan libido.
Gangguan-gangguan ini dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon tiroid, ditunjang dengan pemeriksaan fisik melalui USG untuk mendeteksi pembesaran kelenjar. Pemeriksaan lain yang juga sangat membantu adalah biopsi aspirasi jarum halus.
Jangan khawatir bahwa biopsi pada dugaan kanker tiroid akan menyebabkan penyebaran. Karena tidak seperti beberapa jenis kanker yang agresif, kanker tiroid termasuk yang sulit menyebar. Kalaupun terjadi umumnya pasca operasi pengangkatan, dan dengan terapi ablasi iodium radioaktif, sel-sel yang menyebar tersebut dapat dimusnahkan.
Menurut dr. Dante Saksono H., SpPD, K-EMD, PhD, benjolan pada kelenjar tiroid jumlahnya sampai 50% dari populasi. Untungnya hanya sekitar 1-5% yang ganas (kanker). Itu pun pertumbuhannya lambat, pada tahap awal nyaris tidak ada gejala. Kalaupun ada, gejala yang biasanya dirasakan adalah: sakit tenggorokan, susah menelan, suara serak, sakit pada bagian leher, atau sesak nafas.
Karena merupakan jenis kanker yang pertumbuhannya lambat, diagnosa kanker tiroid kadang tidak harus langsung diikuti dengan tindakan/operasi dan terapi. Di beberapa kasus, setelah terdiagnosa, pasien yang sedang hamil bisa menunda operasi, bahkan sampai bayinya selesai masa menyusui. Tentunya selama penundaan tersebut harus dalam pantauan ketat dokter, ya.
Lalu, apa yang menjadi penyebab kanker tiroid? Sejauh ini mereka yang berisiko tinggi terkena adalah yang:
- punya riwayat kanker tiroid dalam keluarga
- faktor genetik
- riwayat paparan radioaktif di daerah leher. Misalnya saat anak-anak pernah sakit pada kelenjar getah bening lalu mendapatkan terapi radioaktif. Perlu dicatat bahwa riwayat ronsen seperti ronsen gigi tidak meningkatkan risiko. Karena perlu terpapar dalam jangka waktu tertentu sampai terjadi mutasi sel, sementara ronsen gigi biasa dilakukan sekali dua kali saja.
- merokok
Kanker tiroid juga lebih banyak ditemukan pada wanita, paling sering di rentang usia 40-50 tahun, sementara pada pria walau lebih jarang biasanya di usia yang lebih tua.
Jika didiagnosa ada benjolan dan sudah diketahui tipenya jinak atau ganas, ada beberapa tindakan yang bisa dijalani:
- Bila dipastikan kanker, yang dilakukan adalah operasi pengangkatan kelenjar tiroid, supresi hormon tiroksin (karena tubuh sudah tidak mempunyai penghasil hormon tiroksin lagi), dan ablasi iodium radioaktif bila diketahui ada penyebaran.
- Untuk benjolan jenis yang padat, kecil-kecil, tapi cenderung jinak bisa dilakukan operasi untuk mengangkat benjolan kecil tersebut tanpa harus mengangkat seluruh kelenjar tiroid.
- Kalau benjolannya berupa kista yang berisi cairan, sekarang sudah bisa dilakukan tindakan invasi ringan berupa penyedotan dengan jarum. Tindakan ini sama sekali tidak memerlukan sayatan, apalagi operasi, dan hanya memerlukan waktu beberapa menit saja.
Nah, jadi jangan khawatir untuk melakukan deteksi dini, ya. Kalau pun didiagnosa ada gangguan tiroid tidak selalu harus menjalani operasi, kok. Dan justru makin dini terdeteksi, jenis gangguan bisa jadi belum bermutasi menjadi kanker sehingga tindakan yang diperlukan juga lebih sederhana.
Baca juga : Fine Resyalia, Menjalani Kehamilan dengan Kanker Payudara