Sorry, we couldn't find any article matching ''
School Review: Sekolah Alam Cikeas
Ditulis oleh: Azza Waslati
Tahun ini, Emily lulus SD. Tandanya sudah 5 tahun kami pindah ke Cibubur demi pendidikan yang lebih baik untuk anak-anak. Saya ingin anak-anak memiliki minat belajar tinggi dan bahagia ketika belajar.
Di sekolah Emily yang sebelumnya, setiap hari dia bisa menghabiskan hampir 3 jam untuk mengerjakan PR. Selain itu, dia terlihat stress dengan persaingan ketat di sekolahnya. Kedua anak lelaki saya Didan dan Tian, jelas sulit bertahan kalau dimasukkan ke sekolah serupa. Apalagi Tian. Si bungsu ini seperti topan badai yang susah diam. Senang bergerak dan gemar bertanya. Karena itu kami memutuskan pindah ketika Emily naik kelas 2.
Lingkungan Sekolah
Anak-anak dari PG, TK, hingga SD kelas 1-4 belajar di ruangan berbentuk saung bertingkat. Tidak ada dinding, hanya ada atap. Terlihat seperti bangunan tradisional. Luas tanah sekolah kurang lebih 2,5 hektar (ini saya tahu dari Emily yang bertugas sebagai guide kalau ada sekolah atau tamu lain berkunjung ke sana).
Anak-anak yang belajar di saung duduk di lantai alias lesehan. Tak heran kalau kadang ada yang tidur-tiduran. Baru pada kelas 5 dan 6 mereka belajar di ruangan tertutup dengan kursi dan meja. Meski begitu, jendela kelas besar-besar dan dibuka, tanpa pendingin ruangan. Ini supaya anak-anak masih merasa menyatu dengan alam.
Sekolah Alam Cikeas juga tanggap teknologi. Karena itu ada saung ICT (Internet Connecting Technology) yang menarik perhatian karena bentuknya mengadopsi bangunan tradisional Papua, Honai. Di tempat ini para pelajar bisa menggunakan komputer dan menonton televisi, sesuai dengan tema pelajaran.
Anak-anak juga dilatih untuk kreatif dan berani tampil. Karena itu ada Amphitheater untuk anak-anak mementaskan drama, bernyanyi, menari, atau nge-band. Setahun, tiap kelas bisa 2 kali tampil. Acara ini juga jadi ajang silaturahmi untuk para orangtua.
Kebanyakan anak lelaki menggemari pelajaran olahraga. Alasannya? Selain renang, mereka bisa bermain di Outbond Area. Ada Flying Fox, Papan Keseimbangan, Jembatan Bambu, dan lain-lain. Terkadang mereka juga ke sawah atau main di kali yang tak jauh dari sekolah. Oh, ada juga lapangan bola dan basket yang jadi tempat kumpul anak-anak. Seperti biasa, ada “cheer leader” anak-anak cewek yang menonton kawannya bermain, ha ha ha…
Jangan heran kalau Anda mendengar suara embikan kambing. Sekolah Alam Cikeas juga memiliki Green Lab. Selain mempelajari aneka tumbuhan, menanam dan merawatnya, anak-anak juga bisa mengamati kambing dan kelinci yang dipelihara sekolah. Mereka juga belajar cara membuat kompos dari kotoran kambing. Secara namanya Sekolah Alam, pengetahuan tentang alam dan cara menjaganya sangat penting. Anda akan melihat banyak tong sampah dan lubang biopori di sekolah.
Cara Belajar
Anak-anak ke sekolah mengenakan baju bebas, kecuali pada saat mereka harus pakai baju outbond dan baju outing. Yang harus mereka bawa di tas adalah baju ganti, jas hujan, alat tulis, bekal minum, snack, dan makan siang.
Saat di kelas, guru yang disebut sebagai fasilitator akan menjelaskan pelajaran dan anak-anak akan memperhatikan. Mereka boleh mencatat, boleh juga tidak. Untuk belajar di rumah, kalau mereka mau, anak-anak boleh meminjam buku dari kelas. Di akhir semester, fasilitator akan membagikan rangkuman pelajaran untuk dipelajari ulang sebelum ujian.
Apakah metode ini berhasil? Tergantung tipe anaknya seperti apa. Pada Emily, si sulung yang memang suka memperhatikan pelajaran dan bisa mengatur dirinya sendiri, hasilnya memuaskan. Tanpa harus kerja keras atau menghapal berjam-jam, dia sudah bisa mengerjakan soal ujian. Ini karena dia sudah mengerti apa yang diajarkan sehari-hari, di sekolah. Namun, untuk kedua adik lelakinya belum tentu.
Didan sering melamun dan mengobrol, dia juga tidak akan menyimak kalau tidak tertarik, bisa diduga hasilnya biasa-biasa saja dan pernah juga di bawah standar. Orangtua harus lebih aktif mengajari anak di rumah. Tian kurang lebih sama. Dia bahkan bisa tidur di kelas kalau dia sudah lelah, ha ha ha… Namun nilainya tidak buruk, kecuali bahasa Sunda. “Mama, aku tadi jawab aja ngasal.” Meski begitu, hasil ujiannya 80 hingga 90. “Ngasal” versi dia itu sebenarnya benar karena dia menangkap pelajaran yang diberikan fasilitatornya.
Pergaulan Anak
Salah satu alasan saya memilih menyekolahkan anak-anak di Sekolah Alam Cikeas adalah karena SAC masih menerima anak yang beragama selain Islam. Sebagai muslim, saya ingin anak-anak mengalami keberagaman sejak dini. Kebanyakan sekolah alam lain, hanya menerima yang beragama Islam. Di SAC, mereka sholat dhuhur berjamaah setelah makan siang. Agama pun menjadi salah satu dasar pendidikan, karena yang ingin dicapai adalah akhlak mulia.
Mereka juga ada jatah untuk menerima siswa tak mampu yang berasal dari lingkungan sekitar. Siswa dibebaskan dari aneka biaya dan hanya tinggal bersekolah saja. Mereka juga menerima siswa dengan kebutuhan khusus. Sejauh ini saya lihat ada beberapa anak-anak autis. Beberapa bisa belajar sendiri, beberapa menggunakan guru pendamping. Anak-anak saya pun jadi belajar toleransi, mengalah dan mengerti bahwa tak semua anak sama.
Beberapa orang tua murid pindahan bercerita pada saya bahwa di sekolah “biasa”, anaknya merasa tidak diterima lingkungan sekolah karena dianggap kurang. Namun, di SAC, mereka diterima dengan baik. Saya sepakat bahwa setiap anak dilahirkan sempurna. Mereka ada dengan berbagai keunikan mereka untuk menjadi guru bagi orang tua dan sekitarnya.
Selamat mencari sekolah terbaik untuk anak Anda!
Biaya Sekolah Alam Cikeas
Uang Pangkal Rp 25 juta
SPP Rp 1,4 juta
Seragam Rp 950 ribu
Asuransi Rp 360 ribu
Perpustakaan Rp 300 ribu.
Situs sacikeas.com (http://www.sacikeas.com/)
FB Sekolah Alam Cikeas Indonesia
Share Article
COMMENTS