Anak Diajak Demo, Mendidik atau Sekadar Ego Orangtua?

Behavior & Development

fiaindriokusumo・02 Apr 2017

detail-thumb

Karena diam tidak lagi menjadi pilihan ketika banyak anak dijadikan ‘tameng’ demi orang-orang dewasa yang sedang ‘berperang.’

Setelah aksi demo digelar untuk kesekian kalinya, saya sudah nggak peduli lagi dengan agenda di balik diadakannya demo-demo tersebut. Namun, saya mulai terganggu ketika melihat seorang teman mem-posting di social media-nya beberapa foto yang menampilkan anak yang (lagi-lagi) disertakan dalam kegiatan demo. Ada satu foto bahkan yang di punggungnya si anak tertulis “Kami kebal peluru.” (Hmmm….. mungkin orangtuanya ahli debus atau apa, saya juga gagal paham).

Kenapa saya terganggu? Karena menurut pemikiran saya yang kayaknya cukup logis ini, apa gunanya si anak diajak demo? IMO, nggak ada gunanya.

IMG_0852

Menarik, saat saya baca di kolom komen FB milik beberapa teman yang pro kontra tentang melibatkan anak dalam demo, ada beberapa alasan yang dimiliki oleh mereka yang pro:

- Anak tidak ada yang menjaga di rumah sehingga harus dibawa ke lokasi demonstrasi

- Waktunya mengajarkan atau mendidik anak untuk membela agamanya

Bicara soal point nomor satu, kok kayaknya gampang banget dibantah:

Oke, kita memilih mengajak anak ikut ke lokasi demonstrasi karena di rumah nggak ada yang menjaga, pasti karena kita takut kalau anak kita sendirian di rumah, nanti kenapa-kenapa. Pertanyaan saya, apa kita yakin saat kita mengajak anak ke lokasi demonstrasi, maka lokasi itu akan jauuuuuuh lebih aman daripada di dalam rumah?

Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi di lokasi demo. Bisa saja semua berjalan adem ayem dan damai. Namun nggak menutup kemungkinan jika terjadi kerusuhan. Sudah siapkah kita jika terjadi huru hara lantas anak kita menjadi korban?

Massa yang jumlahnya luarbiasa banyak, cuaca yang tidak menentu, situasi yang tidak bisa diprediksi, apa masih kurang berbahaya untuk anak kecil?

Mau ikut demo namun nggak ada yang menjaga anak di rumah? Bantulah demo dengan doa saja dari rumah. Katanya kan kekuatan yang paling hebat itu adalah kekuatan doa.

Atau, tanggal demo kan nggak mungkin ditentukan secara mendadak, pasti sudah adalah dari beberapa waktu sebelumnya, lebih baik luangkan waktu untuk mencari jasa penitipan anak atau saudara untuk menjaga si kecil.

Berada di rumah, tentu jauh lebih aman dibanding di lokasi demonstrasi.

Lanjut ke nomor dua, bahwa mengajak anak ikutan demo bisa menjadi salah satu cara mendidik anak untuk menyampaikan aspirasi atau membela agama.

Menyampaikan aspirasi? Benarkah sebuah kegiatan demo yang sudah bercampur dengan issue politik bisa menjadi media tepat mengajarkan anak menyampaikan aspirasi?

Kalau, demo itu berjalan dengan panas, para orator berbicara dengan berteriak lantang, keluar kalimat-kalimat kasar, apakah itu yang kita inginkan untuk diingat dan dipelajari oleh anak-anak kita?

Gimana kalau saat ingin menyampaikan aspirasinya ke kita, orangtuanya, si kecil memilih cara berteriak-teriak persis di area demo? Saya sih nggak mau, nggak tahu juga dengan Anda ya :).

Mengajarkan anak untuk membela agama? Nggak perlu jauh-jauh mengajak mereka ke Jakarta, mulai saja dari dalam rumah kita sendiri. Tanamkan iman yang kuat terhadap agamanya, jelaskan mengenai ajaran-ajaran yang ada di agama kita, kenalkan dia dengan Tuhan-nya. Saat dia sudah memahami, mengerti dan mencintai Tuhan serta agama-nya, di manapun dia berada, apapun yang terjadi, anak-anak pasti akan membela agama dan Tuhannya.

Setiap kali anak-anak saya melakukan perbuatan yang tidak baik, saya selalu mengingatkan kepada mereka seperti ini:

“Saat kamu bertingkah laku buruk, berarti kamu membuat malu 3 pihak: Diri kamu sendiri, Orangtua dan keluarga besar kamu, serta agama dan Tuhan kamu.”

Jadi, jika anak-anak saya ingin membela agama dan Tuhan-nya, mudah kok caranya, bertingkah laku baik aja .

Maka maaf, kalau kemudian saya bertanya, melibatkan anak dalam demontrasi yang sarat dengan issue politik ini, apakah memang murni untuk mendidik mereka atau hanya sekadar ego orangtua yang menjadikan anak sebagai ‘tameng” dan mengeksploitasi mereka?

Coba buang segala emosi, berpikir dengan logika sejenak, benarkah tindakan kita untuk membawa anak ikut demonstrasi?

Karena diam tidak lagi menjadi pilihan ketika banyak anak dijadikan ‘tameng’ demi orang-orang dewasa yang sedang ‘berperang.’