Tentang sekolah swasta umum yang menerima anak berkebutuhan khusus.
Perburuan saya beberapa waktu lalu mencari Sekolah Dasar yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di daerah Depok, menyisakan beberapa cerita mengenai SD Karakter dan SD Semut-Semut.
Satu SD yang akan saya review berikut ini adalah Sekolah Dasar Tunas Global yang beralamat di daerah Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, persis di belakang Rumah Sakit Hermina. Biasanya akan langsung masuk dalam daftar pertimbangan saya, kalau sekolah tersebut menerima anak-anak special needs, melihat gedung yang terawat, memiliki fasilitas outdoor yang sesuai untuk aktivitas anak-anak, serta (ini penting) uang pangkal, dan SPPnya masuk akal. Paling tidak, hal-hal tersebut ada pada SD Tunas Global.
*Image dari disdik.depok.go.id
Swasta Umum Menerima Anak Berkebutuhan Khusus
SD Tunas Global menurut saya adalah satu dari sedikit sekolah swasta umum yang bukan berbasis Islam di Depok. Memang, untuk non-muslim di kota administratif ini, pilihannya nggak terlalu banyak. Memiliki visi dan misi menjadi lembaga pendidikan dasar yang berkualitas. Layanan pendidikan dan pengajarannya bertujuan untuk mengembangkan anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab, tangguh, sadar dan siap menghadapi kerjasama dan kompetisi dunia global. Proses belajar dan mengajarnya pun demikian komprehensif, aplikatif serta berorientasi pada masa depan si anak. SD ini juga merupakan SD swasta umum yang menjadi SD percontohan aplikasi kurikulum tematik pertama kali di Depok.
Ketika ditemui oleh Kepala Sekolah SD dan TK Tunas Global, Bapak M. Taufiqurahman, SS, MM pertama kali saya dan suami datang ke sana, dijelaskan bahwa SD Tunas Global menerima segala kondisi anak. Baik ABK, maupun non-ABK. Namun begitu, kuota untuk ABK setiap kelas dibatasi 2 orang maksimal. Dalam hal ini ABK yang membutuhkan shadow teacher selama proses belajar berlangsung. Bila ABK tersebut tidak membutuhkan shadow teacher, dan gangguannya tergolong ringan, maka SD Tunas Global masih membuka kesempatan baginya untuk bersekolah di sana.
Karena itu, setelah proses interview ringan dengan Pak Taufik, anak saya, Rimba yang mengalami gangguan Sensory Processing Disorder, harus melalui assessment dengan psikolog yang disediakan oleh pihak SD Tunas Global. Baru setelah dinyatakan direkomendasi oleh psikolog sekolah, kami bisa mendaftarkan anak ke sana. Saya mendapati bahwa psikolog yang jasanya digunakan oleh SD ini adalah psikolog yang terpercaya dan juga praktik di Lembaga Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia. Kebetulan anak saya, sempat beberapa kali mengunjungi psikolog di sana, jadi kenal dengan beberapa nama psikolognya.
Pendaftaran dan Uang Sekolah
Untuk penerimaan siswa baru tahun ajaran 2017/2018, biaya pendaftaran ada di angka Rp 500.000. Masih di batas rata-rata sekolah swasta umum di Depok. Untuk uang pangkal Rp 10.000.000, dibayarkan setelah dinyatakan diterima oleh pihak sekolah. Sementara untuk uang gedung adalah Rp 10.000.000 dan biaya pakaian seragam sebesar Rp 985.000.
Selain itu, ada lagi biaya tahunan yang mencakup biaya peralatan/perlengkapan, serta uang kegiatan (field trip, dll) dalam 1 tahun termasuk di dalamnya, senilai Rp 4.000.000. Jadi total biaya pendaftaran untuk siswa baru adalah sebesar Rp 25.485.000. Uang pangkal dan uang gedung boleh dibayarkan secara bertahap. Nah, untuk biaya bulanan, uang SPP adalah sebesar Rp 1.100.000, plus uang teksos Rp 100.000 (tabungan yang dikumpulkan dan setelah mereka naik kelas 5 SD akan dibelikan laptop sebagai salah satu alat pendukung dalam proses belajar).
Sistem Belajar Klasikal
Kalau dari hasil perbincangan saya dengan psikolog dari pihak sekolah, sistem belajar yang dianut oleh Tunas Global adalah sistem belajar yang cenderung klasikal, sehingga menurut saya nggak terlalu cocok dengan anak-anak kinestetik, kecuali mungkin didampingi oleh shadow teacher.
Jumlah siswa di dalam kelas sekitar 25 orang maksimal, dengan 2 orang guru, belum termasuk shadow teacher bila memang ada ABK di dalamnya. Untuk anak-anak dengan special needs sendiri, SD Tunas Global memiliki tim khusus. Biasanya mereka akan membuat kurikulum khusus untuk ABK yang bisa diterapkan saat belajar bersama anak-anak non-ABK.
Yang membuat saya nggak terlalu ngotot memasukkan Rimba ke sekolah ini, selain dari sistem belajar yang klasikal, juga pengumuman penerimaan yang terlalu lama. Sekitar akhir bulan Januari anak saya mendapatkan assessment, tapi sampai saya tulis review ini belum ada sekali pun konfirmasi dari pihak sekolah tentang status anak saya. Saya punya feeling, sih, kalau hasil assessment menunjukkan bahwa anak saya sepertinya membutuhkan shadow teacher, sehingga kuotanya nggak masuk. Karena yang saya tahu, pada saat mendaftar, kuota untuk ABK di kelas 1 SD sudah penuh.
Tapi alangkah baiknya bila pihak sekolah mau memberikan mengonfirmasikan situasi ini, entah lisan, atau tulisan sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam sebuah proses penerimaan siswa didik baru, layaknya sekolah swasta umum yang lain :).