banner-detik
SELF

The Me, Me, Me Syndrome

author

dewdew10 Mar 2017

The Me, Me, Me Syndrome

Saya suka mikir, kadang orangtua suka kebablasan memberi kemudahan pada anak. Nggak heran makin banyak anak yang punya sindrom SERBA AKU. Ngerasa nggak mom?

Saya, tuh, seringkali mbatin, anak sekarang, kok, banyak enaknya ya? Alias diberikan banyaaaaak sekali kemudahan. Dulu, urusan tugas sekolah, kapan ulangan, pulang cepat atau nggak, perasaan saya harus susah payah mencari sendiri. Kan yang sekolah saya ya *__*.

Kalau sekarang, setiap orangtua yang tergabung di grup whatsapp kelas seolah menjadi informan bagi anak tentang segala tetek bengek sekolah atau les.

Nyebelinnya itu, kalau si anak akhirnya merasa bahwa memang tugas orang lain untuk mengingat kapan dia ulangan, kapan tugas harus dikumpulkan dst. Seorang teman anak saya pernah marah (pakai banget) sama ibunya, hanya karena ibunya lupa memberitahunya mengenai tugas yang harus dikumpulkan. Si anak ngambek kemudian ogah sekolah. Dih!!!

Saya sampai mikir, memang kadang (atau bahkan seringkali) kita tuh suka kebablasan sih memberikan kemudahan pada anak. Apa-apa yang dia mau dituruti. Nggak heran kalau makin banyak anak yang sindrom AKU-nya besar banget. Daya juangnya berkurang. Ditambah lingkungan sekitar seolah-olah mendukung. Mulai dari nenek, kakek bahkan baby sitter. Orangtua kerap melakukan hal-hal yang tidak ia sadari bahwa itu dapat membahayakan masa depan anak!

Kalau menurut mbak Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S. Psi, karakter self-centered ini udah jelas nggak baik, terutama buat masa depannya kelak.

The Me, Me, Me Syndrome - Mommies Daily

Anak bisa tumbuh jadi individu yang egois dan kurang berempati dengan orang-orang di sekelilingnya. Dia juga bisa gampang frustasi kalau lingkungannya tidak menyediakan atau memberikan sesuatu yang diinginkannya, terlebih-lebih ketika ia tidak menjadi pusat perhatian.

Baca juga:

Mengajar Anak Bersyukur Atas Apa yang Ia Miliki

Tumbuhkan Rasa Empati

Walau anak sudah terlanjur tumbuh dengan karakter ini, don’t worry, masih bisa diatasi, kok, mumpung masih dini. Asal kitanya juga nggak denial, ya. Menumbuhkan rasa empati pada anak sebenarnya mudah. Di lingkungan rumah juga bisa. Biasakan anak untuk memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Misalnya bersikap sopan pada Asisten Rumah Tangga yang sudah membantu, atau mengajaknya membezuk temannya yang sakit.

Baca juga:

Agar Anak Dapat Menghargai Pendapat Orang Lain

Perbanyak Interaksi

Memberi banyak kemudahan untuk anak justru membuat ia tidak bisa bersikap mandiri. Berilah ia kesempatan lebih banyak, dan secara rutin berinteraksi dengan teman sebaya. Beri ia kesempatan untuk belajar berbagi. Jika pun terjadi konflik, biarkan ia merasakan benturan kepentingan dengan orang lain, supaya ia bisa belajar berkompromi.

Ajak Ia Berusaha

Sama seperti kita dulu, saat kita menginginkan sesuatu, ayah dan ibu pasti mengajarkan kita untuk berusaha keras mendapatkannya. Saya ingat sekali, ketika saya dan kakak-kakak nafsu banget punya Atari (sejenis Playstation yang hits di jamannya). Orangtua saya nggak begitu saja membelikan. Mereka meminta kami menabung. Rasanya seperti bertahun-tahun kami menyisihkan uang jajan dan THR Lebaran. But it was all worth it. Puas rasanya. Nah, perasaan seperti itu baik buat anak kita. Mari membiasakan mereka untuk mendapatkan sesuatu dengan usaha. Sederhana saja, deh, ketika dia berteriak minta minum karena kepedasan, kita nggak lantas buru-buru menyediakan segelas air putih. Toh, dia tahu di mana letak gelas dan botol minum, kan?

Kompromi dengan Lingkungan

Ya, ya, ya…kadang sang nenek dan kakek memang menjadi ‘penghalang’ aturan-aturan yang kita buat. Kalau sudah setiap hari mereka memanjakan anak-anak kita, mau nggak mau, kita harus ngomong panjang x lebar. Ajak kakek nenek berkompromi. Kita mungkin bisa lebih fleksibel, misalnya, mereka bebas memanjakan anak-anak di akhir pekan. Bagaimana pun, kebanyakan dari mereka secara naluriah juga ingin berperan dalam kehidupan cucu-cucunya. Minta bantuan pasangan untuk menjelaskan pada orangtua kita masing-masing, bahwa ini demi kebaikan si kecil :)

Baca juga:

Mengatasi Perbedaan Pola Asuh dengan Mertua

Yuk mulai dari keluarga kita dulu, agar sekian tahun ke depan kita nggak dipusingin dengan aksi anak-anak yang maunya dilayani dan dituruti.

Share Article

author

dewdew

Mother of Two. Blogger. Make-Up Lover. Skin Care Amateur. Beginner Baker. Entrepreneur Wannabe. And Everything in Between. www.therusamsis.wordpress.com


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan