Sorry, we couldn't find any article matching ''
Mempersiapkan Ketahanan Mental si Kecil, Untuk Bekal Menghadapi Tantangan Hidup
Kalau tugas kita sudah selesai sebagai orangtua, yakin nggak si kecil punya ketahanan mental yang mumpuni? Kelak supaya dia bisa menghadapi tantangan hidup.
Judulnya berat banget, ya, ibu-ibu? Aduuuh, maaf ya, tapi memang ini fokus artikel saya kali ini. Gimana caranya, si kecil punya ketahanan mental, supaya dia nggak gampang nyerah ketika berhadapan dengan tantangan hidup. Tantangan hidup yang dimaksud bisa macam-macam bentuknya, contoh paling kecil tapi nyata, ketika dia sekolah, ada kemungkinan di-bully dan kegagalan di bidang akademis. Sudah besar dikit, mulai bisa mencerna informasi, mulailah dia bisa tahu isu-isu terkini yang sedang berkembang.
Baca juga: Dampak dan Bahaya Bullying
Kurang lebih ini juga jadi kekhawatiran saya juga sebagai ibu, Jordy bisa nggak ya tahan banting di masanya nanti? Eh, tapi saya nggak sendiri kan, ya, mommies? Beruntung, baru-baru ini saya mewakili MD, diundang AIS (Australia Independent School). Mereka punya program yang namanya “Bounce Back” intinya bagaimana anak-anak bisa bangkit, ketika berbenturan dengan situasi yang bikin nggak nyaman. Menormalkan kembali emosi yang tadinya kecewa, marah atau sedih.
Baca juga: Sepuluh Hal yang Tidak Disadari Orangtua, dan Berbahaya untuk Anak
Pentingnya Anak Memiliki Kemampuan Social and Emotional Thinking
Caranya bagaimana?
Michella Reynold, Head of School AIS Kemang menjabarkan cara yang menarik, lewat games interaktif.
Michella membagi kartu dengan warna-warna berbeda, di belakang kartu ada bentuk emoticon. Nanti kita akan mempraktikkan, bentuk emosi itu – sedih, senang, cemas, malu, marah, dan lain-lain. Dan ada yang bertugas menebak, suasana hati kita lagi apa sih sebenarnya. Fungsinya supaya si kecil bisa mengenali bentuk emosi yang sedang dirasakan, sekaligus punya empati terhadap orang lain, tentang perasaan yang sedang mereka alami.
Mommies berpartner dengan si kecil, mommies menggunakan tangan kanan, dan si kecil menggunakan kiri. Pas saya coba dengan rekan media lainnya, awalnya memang susah, tapi kalau komunikasi terjalin dengan baik, hanya dalam hitungan detik, simpul tali sudah jadi. Permainan ini memberikan pesan, dalam proses kerja sama dibutuhkan diskusi, nggak boleh nyerah di tengah jalan, kuncinya terus mencoba.
Kami diminta Michella menulis disecarik kertas, tentang satu hal yang paling disyukuri dalam hidup. Lalu semua semua orang menaruh kertas tadi dalam sebuah toples. Kata Michella, mommies juga bisa melakukan hal yang sama dengan si kecil, tujuannya kalau anak kita sedang mengalami masa sedih, kecewa kita minta dia membuka satu kertas, dan ingat-ingat tentang hal yang dulu pernah membuat dia bahagia. Key message-nya, dari sekian banyak kegagalan, fokus dengan hal-hal baik, bisa kembali menumbuhkan semangat dan optimis.
Baca juga: Mengajarkan Anak Bersyukur dengan Apa yang Ia Miliki
Siang itu kami diperdengarkan, lagu dari Bruno Mars yang berjudul “Best Friendship Song Ever”. Mommies coba deh, dengar liriknya baik-baik. Media belajar yang menurut saya cukup efektif, untuk menumbuhkan respect dan menghargai hubungan pertemanan.
Ketika si kecil merasa nggak happy, ingat-ingat saja program BOUNCE Back dari AIS, supaya merasa lebih baik:.
Bad feeling always go away.
Other people can help you feel better if you talk to them.
Unhelpful thinking make you feel more upset. Think again.
Nobody is prefect. Mistakes help you learn.
Concentrate on the good things and have a laugh.
Everybody feels sad and worried sometime, not just you.
Tantangan yang akan dihadapi orangtua?
Dampak baik perlahan akan dirasakan si kecil ketika dia punya ketahanan mental yang baik.
Baca juga: Pendidikan Karakter, Sepenting Apa?
Key message terakhir yang ingin Michella sampaikan kepada orangtua:
Good luck, mommies! *iket kepala, kencang-kencang*
Share Article
COMMENTS