Ditulis oleh: Dewi Warsito
Memiliki anak berkebutuhan khusus pada akhirnya mengajarkan saya untuk memiliki beberapa sifat di bawah ini. Sifat yang ternyata bisa berdampak positif dalam hidup.
Kalau ditanya, ya, saya maunya anak saya bertumbuh dengan baik. Saya nggak mimpi anak saya secerdas ilmuwan mana, gitu, yang kelak terkenal dengan penemuan-penemuan sainsnya. Asal dia bisa berguna bagi dirinya dan orang lain aja, saya udah bangga banget pastinya.
Namun namanya manusia, cuma bisa berdoa dan berharap, kan? Yang menentukan, ya, tetap Yang di Atas. Ndilalah, anak kedua saya berkebutuhan khusus. Tergolong ringan, sih. Namun kenyataannya tetap membutuhkan terapi okupasi, stimulasi-stimulasi khusus, bahkan mungkin saja shadow teacher selama di sekolahnya.
Memiliki anak berkebutuhan khusus sudah pasti nggak gampang. Banyak jalan berliku, belokan tajam, dan berkerikil pula yang harus dilalui. Namun, banyak banget hal yang saya pelajari dengan menjadi orangtua dari anak berkebutuhan khusus.
Bersyukur Banget
Pertama, ini hal yang saya rasakan selama menjadi orangtua special needs kid. Kadang kala kalau melihat anak saya di dalam kelas di sekolahnya, ada rasa miris karena dia ‘tak senormal’ teman-temannya. Tapi kalau sudah sampai di klinik terapinya, perasaan miris tadi berubah jadi rasa syukur yang teramat dalam. Tuhan kasih saya cobaan yang begitu ringan. Karena kalau lihat teman-temannya di klinik tumbuh kembang, anak saya terlihat jauh lebih baik. Mungkin saya nggak akan kuat kalau kebutuhan khusus Rimba lebih berat dari yang sekarang.
Mau Nggak Mau Harus Jeli
Anak berkebutuhan khusus tidak selalu memiliki IQ yang rendah. Ada banyak bakat terpendam yang membuat orangtuanya harus lebih jeli melihatnya. Kita perlu cari kelebihan anak, lalu kembangkan agar jadi kemampuan yang bisa ia banggakan, dan menjadi bekal di masa depan. Sampai saat ini saya sendiri juga masih dalam tahap mencari, melalui aktivitas-aktivitas rutin anak seperti les musik, renang, hingga aktivitas bermain di rumah.
Lebih Cerewet
Kalau ini mungkin lebih kepada jenis kebutuhan khususnya, ya? Berhubung anak saya ada pengaruh perkembangan bahasanya, saya sebagai orangtua harus lebih ‘cerewet’ untuk memberikan stimulasi-stimulasi kepada si kecil. Pada kasus saya, saya yang sudah bawel ini jadi makin cing ceremet, deh. Hahaha… Bahkan artikulasi dari setiap omongan saya harus saya perjelas, supaya anak saya bisa dengan sigap menirukannya.
Lebih Berwawasan
Bukan cuma masalah gangguan anak sendiri saja, gangguan tumbuh kembang lain pun secara otomatis ikut saya pelajari. Mungkin kalau anak saya normal-normal saja, saya nggak akan tahu apa itu ADHD, autism, atau cerebral palsy. Apa penyebabnya, bagaimana penanganannya, apa bedanya gangguan A dengan gangguan B. Saya lebih banyak browsing tentang gangguan tumbuh kembang dan mempelajari beberapa penanganannya walau tak selalu dipraktikkan. Tak jarang pula beberapa orangtua berkonsultasi dengan saya. Saya pun dengan senang hati berbagi dengan mereka.
Pasrah Berserah Diri
Tak bosan psikolog anak saya mengingatkan agar kami tak berkecil hati. Anak berkebutuhan khusus sangat bisa hidup mandiri jika ditangani dengan benar. Kita sebagai orangtua harus punya hati terbuka menerima kondisi anak apa adanya. Lihatlah ini sebagai keunikan anak, bukan penyakit.