Dewi Intan Lukita (35), kehilangan buah hatinya ketika usia kandungan berusia 7 bulan. Apa yang sebenarnya terjadi dalam kandungan, Intan?
Di Sabtu pagi, Mei 2009 Intan dan pasangannya Heru Nugroho (36), melakukan pemeriksaan rutin si jabang bayi yang berusia 28 minggu. Seperti layaknya jadwal pemeriksaan sebelumnya, Intan dan Heru masuk ke ruangan periksa dan sempat bersendau gurai dengan dokter kandungan. Tak ada kecurigaan sama sekali yang dirasakan oleh Intan maupun suaminya, semua berjalan normal.
Image: www.hearttoheartsympathygifts.com
Sempat terjadi obrolan antara pasutri ini dan dokter, perihal anak mereka yang berjenis perempuan. Sambil si dokter melakukan serangkaian pemeriksaan, sampai ketika raut muka sang dokter berubah, saat stetoskop menyentuh bagian perut Intan. Dokter terus memantau lewat layar yang menunjukkan detak jantung dan pergerakan janin. Lalu munculah pertanyaan, “Kapan terakhir merasakan pergerakan dari janin?”. Intan merasakan janinnya mulai kurang bergeak sejak malam hari sebelum mereka kontrol. Namun, Intan meyakinkan dokter, tidak ada perdarahan, flek dan tidak ada benturan atau terjatuh, tapi memang diakui Intan, ia mulai sering buang air kecil.
Intan dan Heru, makin bertanya-tanya seiring ekspresi wajah dokter yang kian mencurigakan. Merekapun memberanikan diri mengajukan pertanyaan, seputar apa yang sebenarnya terjadi pada calon anak pertama mereka. Seketika semua berubah, saat dokter melontarkan jawabannya,”Janin anda sudah nggak, nih, bu.” Intan dan Heru yang notabene adalah orangtua baru, hanya bisa shocked dan panik, mereka belum terbayang apa yang harus dilakukan. “Saat itu bingung harus bagaimana menjelaskan sikon kandungan ke orangtua. Sambil terus digelayuti perasaan sedih dan bertanya-tanya, kenapa kok bisa terjadi sama saya dan belum tahu apa penyebabnya. Karena saya merasa sudah melakukan yang terbaik sejak awal kehamilan. Aaah, rasanya ingin nangis lagi kalau ingat kejadian hari itu,” ujar Intan.
Di hari yang sama dokter sudah memberitahukan, tindakan apa yang harus dilakukan. Intan harus mengeluarkan janinnya dengan proses melahirkan normal, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu setelah diketahui janin yang dikandungnya sudah berpulang. Tak menunggu sampai keesokan harinya, Intan memberanikan diri untuk langsung melahirkan normal, yang didahului dengan induksi untuk merangsang kontraksi. Beruntung, kondisi Intan pada saat itu sehat, dan air ketuban juga belum berkurang.
“Alhamdulillah prosesnya lancar walaupun semalaman aku ngerasain perut melilit menunggu bukaan jalan keluar seperti melahirkan normal sampai bukaan 10, setelah diinduksi, bayi saya yang meninggal dikeluarkan, rahim saya bersih, dan fisik saya juga sehat. Saya tidak merasakan trauma, dan boleh langsung program lagi,” kata Intan menjelaskan bagaimana ia melalui proses persalinan di tengah perasaan yang berkecamuk.
Setelah anak pertama saya lahir, akhirnya diketahui kalau tali pusat janin Intan melilit menyerupai sedotan yang dililit. Sehingga kata dokter, jalan masuk nutrisi terhambat dan menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Dokter juga sempat menyebutkan, ini disebabkan karena pergerakan janin yang sangat aktif, sehingga menyebabkan tali pusat melintir. Dicurigai juga, karena virus dari tempat makan yang kurang terjaga kebersihannya.
Intan sempat merasakan sakit di panggul dan merasakan pergerakan janin berkurang, 3 atau 2 hari sebelum ia dikabarkan kehilangan jabang bayinya. “Pergerakanya yang biasa aktif kalo dibawa kerja, lalu detak jantung yang biasanya normal, jadi kadang ada kadang hilang, melemah sih yang jelas,” papar Intan.
“Support buat saya banyak datang dari keluarga dan sahabat, dan yang pasti porsi terbesar datang dari suami. Selalu mendampingi saya, ketika proses persalinan, proses menguburkan anak kami hingga selama perawatan pasca melahirkan. Dia selalu ada menemani, membesarkan hati, menghibur, dan siap sebagai suami siaga,” jelas Intan.
Berkat dukungan yang luar biasa ini, Intan tak mengenal kata trauma untuk hamil yang kedua kalinya. Setahun setelah itu, tepatnya 4 April 2010, Intan melahirkan anak kedua, yang ia beri nama Galang (6) dan Mei 2 tahun lalu, hadir si bungsu Granaya. “Gendhis”, Intan dan Heru memberi nama anak sulung mereka yang berpulang dalam kandungan Intan.
“Pelajaran berharga buat saya, belajar dari pengalaman apa yang selama ini orangtua kita sering ingatkan, contohnya: jangan makan di tempat sembarangan, selama kehamilan dan jangan sering pulang malam,” kata Intan mengingat kembali hikmah terbesar yang ia dapatkan dari kejadian ini. Meski ada faktor, Alm Gendhis memang sangat aktif saat di dalam kandungan.
Selain itu, Intan juga mengingatkan untuk para mommies yang sedang membaca artikel ini, lebih memerhatikan pergerakan bayi. Jangan menganggap enteng jika terasa ada hal yang aneh selama kehamilan. Misalnya muncul flek, mual berkepanjangan pergerakan jani dan detak jantung yang tak biasa.”Karena yang punya kedekatan kontak bathin adalah kita dan calon buah hati kita, dan berdoa kepada Yang Kuasa, agar senantiasa diberikan kemudahan dan kesehatan hingga proses melahirkan tiba,” tutup Intan.
Tenang di sana ya, Gendhis, kamu jadi malaikat kecil Ibu dan Ayah :)