Zinedine Ghaidan Muttaqien (2) kini harus berjuang melawan penyakit Giant Congenital Melanocytic Nevus yang tergolong langka, terjadi 1:20.000 angka kelahiran hidup, dan berpotensi menjadi kanker kulit. Apa sebenarnya Giant Congenital Melanocytic Nevusyang menyerang Ghaidan?
Beberapa bulan lalu, berita tentang Ghaidan ini sempat hilir mudik dan viral di social media, khususnya Facebook. Putra dari dari Bagus Rully Muttaqien (31) dan istrinya Amalia Mustika Sari (29), terlahir dengan kondisi penyakit bawaan yang sangat langka, Congenital Melanocytic Nevus (CMN). CMN yang diidap Ghaidan, tergolong sebagai Giant Hairy Congenital Melanocytic Nevus.Menurut keterangan dari dr. Meta Hanindita, SpA dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, berdasarkan beberapa penelitian, angka kejadian dari Giant Congenital Melanocytic Nevus ini sekitar 1:20.000 kelahiran hidup.
Kasus kesehatan Ghaidan, mendapatkan perhatian dari pengguna social media, sampai akhirnya sebuah crowdfunding, kitabisa.com membantu keluarga Ghaidan menggalang dana untuk proses penyembuhan Ghaidan.
Awal Maret 2015 di sebuah kamar operasi, Bagus menerima kabar pilu dari dokter yang mengani proses kelahiarn Ghaidan. Bagus diperlihatkan bahwa kondisi kulit Ghaidan berbeda, 70% kulit tubuh Ghaidan tertutupi semacam tahi lalat. Khususnya di bagian dada, bokong dan bercak lainnya di wajah, lengan, kaki dan bagiana kepala. Namun dari segi bentuk fisik, Ghaidan terlahir normal. Bagus saat itu menguatkan diri, meski sangat gemertar dan tak bisa menahan air mata perlahan jatuh, sembari melantunkan adzan kepada putra pertama mereka, hasil penantian 4 tahun setelah menikah.
Di ruangan berbeda, ibunda Ghaidan masih terbaring lemah, dan belum mengetahui kabar ini. 11 jam setelah operasi, giliran Amalia yang menerima kabar tentang keadaan Ghaidan. Lain dengan Bagus, justru Amalia lebih tegar, tidak ada air mata yang menetes, karena Amalia berpikir biar bagaimanapun rupa anaknya, ia akan menerima dan mensyukurinya. Tapi ada masa-masa Amalia tak bisa membendung air matanya, “Namun setiap saya menyusui dia, atau ketika dia rewel karena kulitnya mengalami komplikasi atau ketika mengganti perban di kulit-kulitnya yang rapuh, saya menangis juga. Sedih karena dia harus merasakan kesakitan dan juga sedih membayangkan apa yang akan orang lain katakan ketika melihat Ghaidan. Dan hal ini berlangsung cukup lama berbulan-bulan,” papar Amalia.
Dalam bahasa sehari-hari, sebenarnya Nevus dikenal sebagai tahi lalat atau tanda lahir (tompel). Atau diartikan adanya bercak berpigmen pada kulit. Hanya saja, memang ada jenis turunannya, nah, yang terjadi pada Ghaidan ini adalah jenis Giant Congenital Melanocytic Nevus.
Dr. Meta menerangkan, sisebut giant karena memang diameternya lebih dari 60 cm, hairy karena tumbuh pula rambut halus. Congenital artinya bawaan sejak lahir, melanocytic adalah turunan dari kata melanosit, yaitu sel yang memang terdapat pada kulit dan berfungsi menghasilkan melanin (pigmen kulit).
Jadi kalau disimpulkan, CMN sendiri merupakan nevus (tanda lahir) bawaan dari lahir, luas, ada rambut halusnya pula. CMN ini jinak namun mempunyai kecenderungan menjadi melanoma (jenis kanker kulit yang jarang dan sangat berbahaya). CMN ini sebetulnya sudah terjadi saat janin masih dalam kandungan ibu dan dalam 12 minggu pertama. Penyebabnya adalah kelainan atau dekfek saat perkembangan embrio.
Adanya CMN ini, wajib diwaspadai ketika menjadi besar diikutin dengan bentuk atau sisi yang tidak beraturan dengan disertai dengan bintik-bintik (spot) yang lebih kecil dan menyebar ke seluruh tubuh. Dari hasil pengumpulan informasi yang dilakukan Amalia tentang CMN, dalam beberapa kasus yang sangat jarang terjadi CMN bisa menyebar hingga ke organ dalam, syaraf, tulang bahkan otak. Komplikasi yang muncul bisa beragam tergantung dengan bagian yang terpapar, kanker, kelumpuhan, gangguan fungsi organ, kejang, gangguan motorik hingga kematian. Senada dengan informasi yang disampaikan Amalia, dr. Meta juga menyebutkan anak dengan CMN akan lebih berisiko terkena melanoma (kanker kulit) dan juga neurocutaneous melanocytosis serta malformasi sistem syaraf pusat.
Dikisahkan oleh Amalia, Ghaidan selama ini dibantu dan dipantau oleh tim dokter yang terdiri dari Dokter Anak, Dokter Kulit, Dokter Bedah Plastik, Dokter Syaraf, Dokter Hematologi Onkologi Pediatrik, dan yang mungkin akan di rujuk ke dokter Bedah syaraf.
Untuk tindakan yang selama ini dilakukan adalah Biopsi dan USG (Superficial dan Doppler) untuk melihat jenis-jenis kulit dan jaringan Nevus nya yang memiliki beberapa karakteristik berbeda. MRI wholebody, MRI Wholespine, MRI Whole abdomen, MSCT Brain, untuk mengetahui penyebaran Nevus di seluruh tubuhnya. MRI ini harus dilakukan secara berkala 6 bulan sekali, untu memantau perkembangan Nevus di organ dalamnya. EEG untuk memeriksa aktifitas gelombang otaknya, karena sudah terdeteksi terdapat Nevus di selaput otaknya.
Tindakan yang masih akan direncanakan akan dilakukan adalah pengangkatan beberapa jaringan tubuh dan kulit yang terjadi kelainan seperti benjolan-benjolan di bawah permukaan kulit atau daging tumbuh di atas kulit dan di kelenjar bawah ketiak. Kemudian juga bedah otak untuk mengambil sel-sel Nevus di otaknya jika memang terjadi penyebaran yang cukup masif di selaput otaknya dan menyebabkan komplikasi kepada perkembangan Ghaidan.
Seakan tak pernah lelah, orangtua Ghaidan telah membawa dirinya ke beberapa rumah sakit. di antaranya, RS Haji Pondok Gede, RSIA Bunda Aliyah, RS Fatmawati, RS Cipto Mangunkusumo, RS Mayapada, dan yang terkahir klinik khusus kulit, Bamed Clinic. Tak berhenti sampai di situ, Amalia dan Bagus berencana membawa Ghaidan ke New York, USA, jika situasi memungkinkan. Karena kabarnya disana ada dokter yang benar-benar spesifi conern dan memiliki sokusi untuk kasus Neurocutaneous Nevus yang dialami Ghaidan. Meski untuk kasus Ghaidan, agak sulit untuk menentukan akhir dari penyembuhannya, “Kalau bisa dibilang ini bersifat llifetime, seumur hidupnya dia harus terus di pantau,” jelas Amalia.
Seperti orangtua pada umumnya, Amalia dan Bagus berharap Ghaidan tumbuh menjadi anak yang sehat, sekolah dan bermain seperti anak lainnya. Dan kelak bisa meraih cita-cita yang ia inginkan. Bentuk support sebagai pasangan, yang mereka lakukan saling mengingatkan untuk bersyukur. Rasa sedih yang timbul tidak boleh lebih besar dari rasa syukur karena telah dipercaya untuk memberikan yang terbaik untuk Ghaidan.
Untuk para mommies yang sedang menghadapi situasi serupa, Amalia dan Bagus berharap tetap semangat, terus bersyukur, terus berikan yang terbaik untuk buah hati. Wujud dukungan dari mereka berdua, adalah membangin website www.nevusindonesia.com, dengan harapan website tersebut nantinya bisa menjadi rujukan informasi mengenai kasus seperti Ghaidan di Indonesia.
Semoga perjuangan Ghaidan, Mbak Amalia dan Mas Bagus suatu saat bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk kelangsungan tumbuh kembang Ghaidan yang baik untuk ke depannya :)