Ternyata mengatur keuangan saat saya masih single dengan sekarang sudah menikah ada bedanya lho. Jangan sampai salah karena dampaknya ke hari tua nanti.
Dulu, sebelum menikah saya sempat berada dalam aliran “Habis gajian saatnya senang-senang.” Dan mengatur strategi keuangan tidak termasuk di dalamnya. Alasannya? Lha kan hidup sendiri, nggak ada tanggungan. Beruntung saya segera tersadar. Saya pun mulai menabung dalam bentuk logam mulia. Belinya dulu masih mencicil (sekarang juga sih, hahaha). Lumayan lho, sekarang pundi-pundi emas itu bisa saya gadaikan kembali jika butuh dana segar.
Pernah mengalami rajin menabung saat masih single dan sekarang sudah menikah serta memiliki satu anak, saya jadi paham bahwa strategi yang harus saya terapkan itu berbeda. Kenapa berbeda? Agar perencanaan keuangan yang saya buat bisa lebih tepat sasar dan sesuai dengan tujuan keuangan saya.
Beruntung saya punya kesempatan bertanya banyak kepada bapak Mus hidayat, Vice President, Consumer Investment Business Head, dan Consumer Banking Group DBS.
Buat si single Pak Mus mengingatkan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan dana darurat terlebih dahulu. “Dari sisi financial planing, yang paling pas sebelum mulai investasi itu adalah siapkan dulu dana darurat. Besaran yang disarankan kira kira 6 kali gaji bulanan untuk mengantisipasi jika ada kebutuhan mendadak.”
Hal lain yang juga mesti diperhatikan si single adalah, kebutuhan setiap individu itu terdiri dari jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang .Sehingga instrumen investasi yang digunakan juga disesuaikan dengan horison investasinya serta profil risiko masing masing. Untuk jangka menengah, si single akan membutuhkan dana menikah yang bisa disiapkan 3 sampai 5 tahun lagi atau dana pensiun misalnya dapat mempertimbangkan instrumen diluar produk perbankan misalnya reksa dana atau produk pasar modal lainnya . sedangkan kebutuhan yang jangka pendek
Jangan lupa Dari penghasilan setiap bulan, sisihkan untuk masing-masing kategori kebutuhan itu baru dibelanjakan sisanya ,jangan sebaliknya ya belanja dulu baru sisanya disisihkan untuk investasi J
Bagaimana dengan mommies seperti saya yang sudah menikah dan memiliki anak?
Nah jika sudah menikah mungkin sedikit lebih rumit ya arena tujuan keuangan dan kebutuhan juga menjadi semakin kompleks . Kebutuhan dasar seperti rumah apabila telah memiliki kemampuan untuk membayar uang muka atau malah membeli kontan sebaiknya menjadi prioritas karena harga rumah makin mahal lho dari tahun ke tahun J. Selanjutnya dibuat juga skala prioritas dari kebutuhan lain lain misal kebutuhan dana pendidikan (TK,SD,SMP,SMA univeritas) , kebutuhan pensiun , belanja bulanan, tagihan tagihan . Disarankan alokasi dana yang sifatnya investasi dan tabungan kurang lebih berkisar 10-20% dari penghasilan .
Dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan diatas tadi maka sebaiknya kita sebagai individu juga harus terbuka dengan pilihan pilihan investasi yang tersedia tidak hanya terpaku dengan tabungan atau hanya deposito semata, setidaknya ada dua alasan kenapa kita harus memikirkan untuk mulai berinvestasi
kita sering mendengar istilah ini di surat kabar atau media, angka ini menggambarkan kenaikan harga barang barang secara umum yang biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase . Inflasi ini pada akhirnya akan mengurangi nilai uang kita jadi jika ingin berinvestasi sebaiknya diinstrumen yang paling tidak bisa mengalahkan inflasi. Inilah sebabnya, investasi zaman sekarang tidak bisa mengandalkan deposito semata.
Investasi dibagi 2, ada di real aset (properti dan emas) dan financial aset. Pasti masing-masing ada keuntungan dan kelemahannya. Kalau properti merasa lebih secure, karena ada wujudnya. Tapi dari sisi lain, ada kekurangannya, untuk penempatan investasi lumayan tinggi. Sedangkan di aset keuangan pilihannya lebih beragam tersedia mulai dari yang tradisional tabungan, deposito , reksa dana , saham, obligasi , produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi http://go.dbs.com/wealthpromo
Untuk aset keuangan sebagai investor tentunya juga harus memastikan bahwa produk produk tersebut dikeluarkan atau dibeli melalui lembaga keuangan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam berinvestasi tentunya harus diingat yang namanya jargon high risk and return . Nah Untuk menentukan mommies cocok melakukan investasi di mana, kenali dulu tipe investor seperti apakah kita. Ada 3 tipe investor :
Di DBS, produk yang pas untuk tipe profil risiko ini, beragam, mulai dari deposito, Obligasi Ritel Indonesia dan Sukuk Negara Ritel yang risiko kreditnya dijamin oleh Undang Undang atau reksa dana pasar uang
Untuk tipe kategori moderat , instrumennya dapat memanfaatkan beragam instrument reksa dana seperti reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran
Untuk tipe agresif porsi investasi dapat memanfaatkan instrumen yang fluktuasinya lebih tinggi seperti reksa dana saham atau bahkan ke dalam investasi langsung ke saham.
Selengkapnya, mommies bisa baca di https://go.dbs.com/investment
Kayaknya saya mesti memastikan lagi nih jenis investor seperti apa saya ini. Kalau mommies sudah tahu belum?