Ditulis oleh: Nayu Novita
Percayalah mom, mengurus anak balita nggak ada apa-apanya dibanding menghadapi si anak remaja :D. Mau tahu bagaimana orang tua berdamai dengan anak remaja?
Seorang teman saya yang punya anak remaja pernah mengatakan kalau dia suka sebal saat membaca Path beberapa temannya yang memiliki anak balita sibuk mengeluh betapa melelahkan mengurus si kecil, betapa membutuhkan kesabaran ekstra menghadapi polah si balita. Dalam hati dia suka membatin “Tungguuuuu nanti saat anak sudah beranjak remaja atau memasuki masa puber. Itu jauh lebih melelahkan lahir dan batin, hahahaha”.
Dari curhat saya malah bertanya ke teman-teman saya yang anaknya sudah remaja, bagaimana cara mereka ‘bertahan’ menghadapi gejolak anak remaja agar mama tidak kehilangan (aduh!) kewarasan!
Masa remaja vs masa pubertas
Menurut Steven Dowshen, MD—Chief Medical Editor di Kidshealth yang juga dokter spesialis anak dari Alfred I. duPont Hospital for Children, AS,masa remaja pada setiap anak itu berbeda-beda. Ada yang lebih cepat (early bloomers), tipe lambat (late arrivers), tipe pesat (speedy developers), dan tipe santai namun konstan (slow-but-steady growers). Yang jelas, biasanya perubahan tersebut sudah mulai terlihat pada usia 8-14 tahun.
Yang harus kita tahu, masa remaja dan masa pubertas itu berbeda lho. Pubertas adalah masa-masa pertumbuhan seksual dewasa, yang secara fisik ditandai oleh menstruasi, mimpi basah, tumbuh rambut, serta perubahan bentuk tubuh. Nah, selama perjalanan mematangkan karakteristik seksual dewasanya tersebut, anak juga mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, alias masa remaja.
Pada masa transisi inilah anak mengalami banyak “kejutan” dan merasakan apa yang namanya galau. Kalau masa ini tidak dilalui dengan baik, bisa berdampak buruk terhadap pendidikan dan proses pembentukan kepribadiannya.
1. Tarik-ulur dalam memberikan kebebasan
Di masa ini ada dua hal yang sangat diinginkan remaja, yaitu kebebasan dan kemandirian. Makanya nggak heran anak mulai-mulainya nih memberontak, mengambil jarak dari orangtua, dan mulai sering menawar hal-hal yang biasanya mereka lakukan tanpa protes—seperti pulang sekolah tepat waktu atau menghadiri acara keluarga besar.
Berhubung kemampuan anak berpikir secara abstrak dan rasional semakin berkembang, anak juga mulai menganilisa situasi yang dirasa kurang menguntungkan bagi dirinya. Menghadapi kondisi ini, jangan coba mempererat kendali kita pada anak ya mom. Karena makin dikendalikan dia semakin memberontak. Belajar untuk memberikan porsi kebebasan yang cukup agar anak bisa belajar membuat keputusan sendiri.
2. Berempati & ngobrol dari hati ke hati
Berhubung sedang mengarungi petualangan baru, tentu ada banyak pertanyaan dalam benak si anak. Makanya, penting bagi kita sebagai orang tua menyediakan diri sebagai tempat berkonsultasi. Bisa diawali dengan ngobrol tentang menstruasi atau mimpi basah, agar ia punya waktu untuk mempersiapkan diri. Nggak ada salahnya juga kita berbagi pengalaman selama masa remaja kita dulu.
Baca juga:
Saat Anak Mengalami Menstruasi atau Mimpi Basah
Saat dia curhat tentang teman se-gengnya atau mengkritik dirinya sendiri, tahan mulut untuk berkomentar terlalu jauh (meski kita gemas ingin berkomentar!). Ingat mom, umur segini penilaian dan persetujuan teman jauh lebih penting dibanging pendapat kita sebagai orang tua.
3. Gali & bagi informasi
Biar nggak ketinggalan dengan apa yang sedang “hits”, gali informasi melalui obrolan santai bersama anak dan teman satu klik-nya (kenali siapa saja teman-temannya!) ataupun melalui media sosial. Ini membantu kita lebih memahami dirinya dan mengantisipasi berbagai persoalan.
Sering-sering berbagi pengetahuan dengan si anak remaja. Misalnya tentang bahaya narkoba, alkohol, dan rokok. Cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari akan lebih mengena ketimbang serbuan informasi “ala-ala” pamflet kesehatan. Perkenalkan gaya hidup sehat dan sodorkan tokoh-tokoh yang layak menjadi panutan, mulai dari remaja berprestasi, saudara yang punya kiprah jempolan, sampai selebriti yang berprestasi.
4. Pererat bonding
Sediakan waktu untuk menikmati momen bersama keluarga, entah dengan ngumpul di kamar sambil ngobrol, nonton bioskop sekeluarga, makan malam bersama, tanding olahraga, atau melakukan aktivitas favorit. Menikmati waktu bersama keluarga ampuh mempererat bonding antara kita dengan si anak remaja (yang biasanya sudah mulai ingin mengasingkan diri!).
Bonding yang erat juga bisa membuat kita lebih sensitif membaca “sinyal bahaya”. Perubahan sikap, perubahan selera makan, pergeseran kebiasaan tidur, dan berbagai sinyal kecil lainnya bisa menjadi pertanda, entah itu putus cinta, gangguan belajar, bullying, ketergantungan narkoba, dan lain sebagainya.
Ingat aja mom, bagaimana masa remaja kita dulu dan apa yang kita harapkan dari orang tua, mungkin membuat kita lebih peka dengan kebutuhan mereka :).