Dari sekian harapan yang saya miliki untuk masa depan kedua anak saya, salah satunya saya berharap mereka memiliki jiwa entrepreneur.
Ingat dong saat kita di bangku sekolah dasar dulu, kita suka tukar-tukaran buku diary untuk mengisi biodata. Salah satu yang saya ingat adalah pertanyaan tentang cita-cita yang isinya nyaris seragam, yaitu, antara menjadi dokter atau insinyur.
Fast forward ke masa sekarang, entah sudah berapa banyak jenis pekerjaan baru yang tercipta saat ini dan saya sampai nggak berani membayangkan akan seperti apa dunia kerja di masa anak-anak saya kelak.
Satu yang menarik minat saya adalah dunia entrepreneur. Sebuah dunia yang penuh dengan kreativitas, peluang usaha serta dunia yang menciptakan lapangan pekerjaan untuk banyak orang. Kayaknya seru juga ya kalau kelak kedua anak saya menjadi entrepreneur (yang sukses)…. Amiiiiin.
Jadi, langkah pertama yang bisa saya lakukan tentu saja mengajarkan anak-anak agar memiliki jiwa entrepreneur. Urusan ke depannya bagaimana, nanti kita berdoa lebih keras :D.
*Image dari joshfelber.com
1. Jangan pernah tertawakan ide mereka yang mungkin terlihat konyol, atau tidak masuk akal.
Biarkan mereka menceritakan ide-ide mereka tanpa harus kita tertawakan atau kita anggap remeh. Ini membuat mereka merasa bahwa segala sesuatu mungkin untuk dilakukan.
2. Jangan larang mereka untuk mencoba ide-ide yang mereka miliki
Suatu saat anak saya pernah mendatangi saya dan berkata, kalau dia mau menanam mie di dalam tanah, untuk mengecek apakah mie itu akan tumbuh menjadi pohon mie. Biarkan mereka bereksperimen. Kalau toh gagal (seperti yang dialami oleh anak saya) minimal mereka sudah puas karena sudah mencoba ide yang ada di otak mereka.
3. Biasakan mereka memiliki target dan mencapainya
Misalnya, kedua anak saya memiliki target setiap bulan harus menyelesaikan dua buah buku dan nanti mereka akan menuliskan reviewnya lalu membacakannya untuk saya. Tujuannya? Agar ada ilmu baru di luar pelajaran sekolah yang mereka dapat. Secara keseluruhan, minta mereka membuat target tahunan dengan jumlah target yang sudah disepakati bersama. Tulis target tersebut dan tempel di depan meja belajar agar mereka selalu ingat.
4. Ajarkan mereka untuk mengenal sebuah peluang
Saat slime lagi booming-boomingnya, anak saya membeli bahan membuat slime banyak banget. Saya iseng berkata “Kak, bahannya kan sisa banyak tuh, kamu bikin aja lagi terus bawa ke sekolah, siapa tahu teman kamu ada yang mau.” Swear, saya nggak ada niat menyuruh anak saya jualan slime, tapi ternyata dia yang menangkap peluang ini :D. Jadi, dia membuat dua contoh slime yang dikemas rapih di dalam wadah plastik dan membawanya ke sekolah. Pulang dari sekolah? 17 orang temannya memesan. Hahaha, mama balik modal :p.
5. Ajarkan anak mengenai finansial
Saat mendapat uang dari hasil jualan slime, saya mengajak si kakak untuk berhitung. Biaya membeli bahan-bahan dasar, dan uang hasil penjualan yang dia terima. Dari sini ia belajar untung rugi. Sebenarnya, untuk selanjutnya, kita bisa memancing si kecil untuk berpikir bagaimana caranya agar keuntungan yang ia peroleh bisa berlipat ganda.
6. Belajar tentang marketing strategy
Percayalah, bahwa anak usia 9 tahun sudah bisa diajarkan tentang strategi berjualan untuk mendapat klien :D. Ingat, without customers, even the greatest business will fail. Jadi ceritanya, si kakak juga bisa memasak mie schotel yang enak. Awalnya, saat ada tantenya datang, saya minta kakak untuk membuatkan mie schotel agar si tante bisa icip-icip. Setelah mencicip, si kakak pun memberikan pesan sponsor agar si tante memberitahukan ke eyang dan tante-tante lainnya bahwa mie schotel buatannya enak.
Tak cukup sampai di situ, si kakak juga melancarkan strategi marketing melalui telepon. Dia menelepon semua bude, pakde, tante hingga eyang untuk melakukan promosi. Hasilnya? Dia mendapat pesanan 3 loyang mie schotel :D yang dihargai Rp 50.000 per loyang.
7. Biarkan mereka gagal
In the entrepreneurial arena, failure can be a great thing if a positive lesson is learned. Biarkan anak merasakan kegagalan dan ajarkan mereka untuk mencari cara lain dalam meraih tujuan mereka. Selain melatih kreativitas, daya juang anak juga akan terasah. Lakukan obrolan santai untuk mencari tahu kenapa terjadi kegagalan, apa yang salah dan apa yang perlu diperbaiki.
8. Latih mereka berkomunikasi di dunia nyata
Ajarkan anak-anak untuk terbiasa berbicara langsung dengan orang lain, tidak melulu melalui WA atau telepon. Dengan komunikasi langsung, anak akan belajar melihat dan memahami ekspresi dan gesture tubuh lawan bicara yang tidak bisa mereka lihat saat berbicara melalui telepon. Harapannya, hal ini membuat mereka lebih luwes dalam melakukan bisnisnya kelak.
Selamat mencetak entrepreneur-entrepreneur cilik Mommies :).