Sorry, we couldn't find any article matching ''
Merencanakan Hamil Kedua? Jangan Lupa Perhatikan 5 Hal di Bawah Ini
Mommies sedang merencanakan hamil kedua seperti saya? Ada baiknya memperhatikan 5 hal di bawah ini dulu, yuk.
Mungkin, tidak sedikit pasangan suami istri yang bisa langsung nambah anak setelah sukses hamil pertama. Sedangkan saya? Bisa dibilang, sudah cukup lama merindukan kedatangan anak kedua.
Tapi, manusia kan hanya bisa berencana, namun kenyataan bisa jauh berbeda. Kecewa? Nggak juga, kok, mungkin memang Tuhan belum memberikan izin pada saya dan suami untuk punya anak lagi. Lagi pula, dari sini saya jadi bisa menyiapkan segala hal supaya kehamilan saya nanti bisa lebih sehat. Yang jelas ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya saat ini.
Punya anak mahal, sudah siap dengan biayanya belum?
Kalau ada pasangan yang percaya banyak anak maka akan banyak rezeki, berarti mereka tidak satu aliran dengan saya, ahahaha. Bukan berarti saya nggak percaya dengan rezeki yang akan diberikan Tuhan, lho, ya... bukan itu. Buat saya dan suami, sebelum memutuskan untuk punya anak yang ‘bererot’, kami harus lebih dulu yakin apakah kami berdua mampu untuk menyediakan segala kebutuhan mereka?
Bukankah tugas utama orangtua menyediakan kebutuhan anak-anak? Baik sandang, pangan dan papan. Jadi saya nggak bisa, tuh, main hamil, main lahiran terus urusan biaya buat ngebesarin pikir nanti. Belum lagi kalau anak sedang jatuh sakit dan harus dirawat seperti kasus Bumi beberapa waktu lalu, akibat usus buntu dan DBD harus masuk ICU selama beberapa hari. Kondisi seperti ini kan sudah dipastikan butuh biaya yang nggak sedikit. Untuk memenuhinya saya dan suami pun perlu jeli dalam mengelola keuangan termasuk harus bisa belajar berinvestasi baik dengan Logam Mulia ataupun reksadana.
Menyiapkan mental calon kakak
Untuk urusan yang satu ini, mungkin saya sudah bisa merasa lega. Maklum saja, anak saya, Bumi, memang sudah cukup lama merindukan kehadiran adiknya. Dikit-dikit tanya, kapan aku punya adik? Malah dengan polosnya suatu kali dia pernah bilang, “Ibu, perut ibu itu kan sudah gendut, aku anter ke periksa ke dokter, ya. Siapa tahu di dalam perut ibu sudah ada adik aku.” :D
Meskipun begitu, bukan berarti saya jadi cuek bebek dan nggak mempersiapkan Bumi menjadi anak sulung. Jangan sampai nanti dia merasakan sindrom kakak blues. Biar gimana, setelah bertahun-tahun nggak punya saingan, lalu punya adik pasti akan mengalami sibling-rivalry.
Pastikan kondisi kesehatan yang prima
Tahun ini usia saya sudah lewat dari 35 tahun, terus terang saja saya punya rasa khawatir bahkan sempat terbersit takut buat tambah anak. Takut kondisi saya kurang prima saat hamil, takut kehamilan bermasalah, takut anak saya nggak sehat, takut saya nggak bisa memberikan yang terbaik, takut segala macam! Tapi setelah dipikir kembali, buat apa takut? Bukankah dalam hidup ini pasti ada risiko yang harus dihadapi? Selain itu, setelah membaca artikel yang ditulis Thatha soal hamil di usia 40-an tidak selalu buruk, semangat saya kembali hadir. Mengingat saya sudah cukup lama nggak hamil meskipun sudah lepas IUD, PR saya sekarang memang memeriksakan kondisi kesehatan secara menyeluruh.
Belum lagi kalau ingat masalah kesuburan, biar gimanapun memasuki usia 35 tahun ke atas membuat tingkat kesuburan perempuan jadi merosot tajam lantaran produksi hormon estrogen dan progesteron yang semakin merosot sejalan bertambahnya usia.
Intensitas hubungan seksual
Seorang teman sempat bertanya ke saya, “Loe mau hamil, tapi rutin melakukan hubungan seksual nggak, Dis?”. Mendengar pertanyaannya, kok, saya seperti kesentil, ya. Bukan apa-apa, sih, soalnya hal ini memang kerap diabaikan. Biar gimana, untuk kodisi pasangan yang berencana untuk menambah momogan, intensitas berhuhubungan seksual tentu perlu lebih diperhatikan.
Seperti yang diungkapkan dr Sigit Solichin SpU, berhubungan intim setiap hari ternyata memang tidak disarankan karena kondisi dan kualitas sperma belum baik. Untuk itu aktivitas hubungan seksual ini disarankan setidaknya dua atau tiga kali dalam seminggu. Menurut dr Sigit rentang waktu ini dianggap cukup longgar karena bisa meningkatkan kualitas sperma menjadi lebih baik. Artinya, bukan persoalan kuantitas saja, di mana hubungan seksual dilakukan setiap hari. Idealnya kan berhubungan intim dilakukan saat masa subur sehingga peluang terjadinya pembuahan akan semakin besar.
Kesiapan support system
Faktor lain yang nggak kalah penting buat saya adalah masalah support system. Perlu saya akui, merawat bayi nggak mudah. Buat saya, sih, rasanya sulit merawat dan membesarkan tanpa ada dukungan dari lingkungan terdekat. Beruntung waktu hamil dulu, suami dan orangtua selalu sigap membantu kapan pun. Baby blues pun nggak sempat saya rasakan sedikit pun.
Jadi semoga saya segera mendapat anak kedua ya, ahahaha.
Share Article
COMMENTS