Ditulis oleh: Saskia Elizabeth W
Membesarkan dua anak di zaman ketika teknologi berkembang dengan cepat membuat saya tidak mau menjadi orang tua gaptek. Salah satu alasannya, what you don’t know, might hurt your kids.
Minggu pertama anak saya masuk sekolah baru, dia dengan bangganya cerita, “Mam hari ini aku belajar komputer lho, aku sudah belajar mengetik namaku sendiri di komputer.”
Whaatt…anak saya yang baru 6 tahun sudah diperkenalkan pada komputer? Padahal kalau di rumah paling haram judulnya dia dekat-dekat dengan laptop, karena saya suka parno ada kerjaan yang ke-delete karena memang pernah terjadi.
Well, di luar rasa parno saya itu :D, kita memang tidak bisa mencegah anak kita berkenalan dengan teknologi, karena zaman sekarang memang teknologi banyak manfaatnya. So, saya harus melakukan sesuatu terhadap hal ini.
Kalau dari umur 6 tahun anak saya sudah melek teknologi, maka dalam beberapa waktu ke depan anak-anak bisa lebih canggih daripada saya dong. Padahal sekarang ini, kalau saya download suatu aplikasi malasnya luar biasa, biasanya tinggal tahu beres karena suami yang urus. Kalau ada crash dikit di laptop atau printer pun saya tinggal duduk manis. Apakah Anda seperti itu juga? Well, jangan bangga. Karena sekarang pun saya merasa malu. Why?
1. Kita harus satu langkah lebih depan dari anak-anak kita
Si anak akan berpikir ulang untuk mencoba membohongi kita. Dan, kita dapat membantu memecahkan masalah yang mereka hadapi.
2. What you don’t know, might hurt your kids
Yes. Tolong digarisbawahi. Apa yang kita tidak mengerti atau mungkin kita pilih untuk tidak mengerti, dapat menjerumuskan anak ke kejadian yang tidak menyenangkan. Jangan malas memahami perkembangan teknologi terutama di dunia komunikasi dan digital sekarang ini. Begitu banyak akses yang dapat membawa anak kepada hal-hal baru yang mereka tidak pahami. Dan, tanpa bimbingan orang tua, who knows what will happen next?
Selain itu teknologi diciptakan untuk membantu memudahkan hidup bahkan terkadang menyelamatkan hidup kita dari berbagai hal yang tidak diinginkan. Dengan tidak memahaminya, kita sama saja dengan menjerumuskan anak ke masalah.
Untuk poin 1 dan 2 saya akan memberikan contoh sederhana: Anda dan anak Anda tersesat di suatu daerah, Anda tidak memahami daerah tersebut lalu menyuruh anak berjalan ke sisi kanan untuk melihat ada apa karena menurut Anda dia sudah cukup mandiri untuk jalan sendiri, di sana ternyata ada jurang curam dan si anak tidak prepare akhirnya dia tergelincir jatuh.
Kalau Anda paham or minimal berusaha mencari tahu berbagai kemungkinan mengenai jalan yang Anda akan lewati, Anda dapat memberi guidance sekaligus mengajak si anak berpikir. “Kamu pilih belok kanan tapi sangat licin dan ada kemungkinan kita jatuh, atau kita belok kiri di situ ada sungai dangkal berarus rendah, kemungkinan terburuk yang terjadi kita hanya basah dan terkena kotor.”
Pahami dunia yang dihadapinya sebelum dia memahami lebih dalam.
3. Kualitas pengetahuan anak tidak akan maksimal
Kita tidak mau memahami perkembangan teknologi, itu berarti kita tidak bisa bereksplorasi bersama si anak. Bagaimana kalau anak beranggapan, “Orang tua saya saja merasa ini nggak penting, ngapain saya belajar sungguh-sungguh.” Nah, lho? Kita akan menjadi sosok inspirasi bagi si kecil. They will look up at you, make sure you are in the best place.
4. Kita bukan saja terlihat tidak pintar di depan anak, tapi juga di lingkungan sekitar
Zaman sekarang sekolah-sekolah sudah mengajak orang tua berperan serta dalam pendidikan anak (saya setuju banget nih, karena menurut saya orang tua mempunyai porsi yang sama besar untuk mendidik anaknya). Dan, banyak sekolah yang sudah menggunakan sistem canggih dalam kegiatan sekolah. Kebayang kan kalau kita menjadi satu-satunya yang tidak mengerti apa yang sebetulnya para orang tua bicarakan di WA group kelas?
5. Anda akan melewatkan banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari teknologi
Dulu saya tak terlalu peduli dengan aplikasi-aplikasi yang selalu dipakai orang-orang untuk memesan makanan, membeli sesuatu, atau mengantar ke tujuan. Ternyata itu membantu banget! Saya bisa menghemat waktu, tenaga, dan biaya bensin hanya dengan menggunakan aplikasi yang membantu saya membelikan kancing seragam anak saya yang hilang.
6. Teknologi membuat saya justru menjadi orang tua yang tidak terlalu parnoan
Pada usia 3 tahun anak-anak saya sudah masuk sekolah, bukan karena saya ambisius, tapi saya ingin anak-anak bersosialisasi sejak dini. Tapi risikonya ada hal yang terkadang saya berat lakukan, seperti melepas field trip. Iyee emang saya lebay. Duh 3 tahun dilepas berjam-jam naik bus, kebayang parnonya ya. Sampai saya mendengar dari ibu-ibu ada teknologi jam yang ada GPS-nya. Jadi si jam dapat men-track si anak sudah sampai mana dan bahkan si anak bisa menghubungi saya lewat jam tersebut karena tersambung dengan aplikasi HP saya. Lumayan membuat saya gak terlalu parnoan karena tahu persis dia di mana.
Dalam setiap penemuan baru pasti ada sisi baik dan buruknya, kita pelajari cara menghindarinya dan kita manfaatkan kebaikannya. Dengan begitu mudah-mudahan kita terhindar dari segala dampak negatifnya.