Ditulis oleh: Nayu Novita
Semakin banyak sekolah yang tak lagi memberikan pekerjaan rumah alias PR bagi murid-muridnya. Sebenarnya apa saja sih, plus minus sekolah tanpa PR bagi si kecil?
Kalau dulu saya dan teman-teman sering ngumpul untuk bikin PR bareng, kini saya dan suami secara bergantian mengambil jatah “piket” untuk mendampingi si kakak (10) mengerjakan PR mingguannya.
Sekolah si kakak termasuk yang masih membekali murid-muridnya dengan PR mingguan. Tugas dibagi setiap Senin dan dikumpulkan di hari Jumat. Biasanya, PR si kakak terdiri dari empat subyek pelajaran yang berbeda, untuk dikerjakan satu subyek per hari. So far sih, PR-nya tak begitu memberatkan, karena hanya perlu waktu sekitar 10 menit untuk mengerjakan satu subyek.
Nah, baruu... saja kemarin ada teman yang mengajak membahas tentang penting atau tidaknya pemberian PR untuk anak. Dia merasa keberatan dengan beban PR harian anaknya (di sekolah yang berbeda dengan si kakak), dan membandingkan dengan sekolah lain yang bebas PR. Kalau menurut pengamatan sok tahu ala saya :D, berikut plus minus sekolah tanpa PR:
Plus-nya sekolah tanpa PR itu....
1. Anak bisa bebas bermain
Tanpa kewajiban menyelesaikan pekerjaan rumah sepulang sekolah, si kecil akan lebih leluasa bermain alih-alih berkutat dengan PR.
2. Anak punya banyak waktu untuk melatih social skill
Jika di sekolah tak bisa bebas ngobrol dengan teman (karena wajib memerhatikan penjelasan guru di kelas), sepulang sekolah si kecil bisa memanfaatkan waktu untuk playdate dan melakukan aktivitas yang seru bersama teman-temannya.
3. Bisa mengeksplorasi minat di luar sisi akademis
Anak zaman sekarang punya banyak pilihan kegiatan: kursus musik, nge-gym, les gambar, latihan futsal, ikut sesi yoga, dan masih banyak lagi. Minat yang beragam ini bisa dieksplorasi si kecil jika waktunya tak habis tersita untuk membuat PR.
4. Tidak stres dengan pelajaran sekolah
“Di sekolah aku sudah capek bikin tugas harian, kuis, dan ujian, lalu masih ditambah lagi mengerjakan PR di rumah. Terus kapan istirahatnya?” Begitu kira-kira bunyi “jeritan hati” si kecil ketika diminta duduk di meja belajar untuk mengerjakan PR.
5. Orangtua tidak ikut stres membantu mengerjakan PR
Tak semua orangtua bisa bersikap telaten ketika mendampingi si kecil mengerjakan PR. Jujur, saya termasuk salah satu di antaranya. Makanya, untuk subyek pelajaran yang memerlukan penjelasan ekstra panjang, saya berganti jadwal “piket” dengan suami.
Di sisi lain, sekolah tanpa PR itu ada juga minusnya, yaitu...
1. Tak bisa “mencicil” pemahaman materi pelajaran
Pemberian PR sebenarnya juga bertujuan memberikan waktu kepada murid untuk memahami materi pelajaran secara bertahap. Kalau kurang paham dengan penjelasan guru di sekolah, siapa tahu di rumah bisa lebih mengerti.
2. Anak betul-betul memisahkan kegiatan sekolah dan rumah
Idealnya, aktivitas yang dilakukan di sekolah bisa sejalan dengan kegiatan anak di rumah. Jadi, anak tidak menilai bahwa sekolah adalah tempat untuk berlaku tertib dan rumah adalah tempat untuk berlaku seenaknya. Adanya PR bisa menjadi jembatan untuk menghubungkan kedua tempat tersebut.
3. Kehilangan panduan untuk mengeksplorasi
PR harusnya berguna sebagai panduan untuk menghubungkan materi pelajaran dengan kegiatan sehari-hari siswa. Misalnya, mengumpulkan sampel daun di halaman, lalu dikategorikan menurut bentuk ruasnya, menyebutkan benda di rumah yang memiliki bentuk dasar tabung, kerucut, dan sebagainya. Tak semua anak bisa mendefinisikan hubungan tersebut tanpa ada panduan yang jelas.
4. Kurang latihan tanggung jawab
Adanya PR berguna melatih anak mengemban tanggung jawab dan memanfaatkan waktu luang secara efektif.
5. Orangtua tak bisa pantau pelajaran
Tanpa tugas yang dibawa pulang, orangtua hanya punya gambaran sedikit tentang materi yang dipelajari anaknya di sekolah. Adanya PR juga bisa membantu orangtua mengasah kemampuan anak sedikit demi sedikit, alih-alih “menodongnya” untuk belajar pada minggu-minggu terakhir menjelang ujian.
Kalau Mommies sendiri lebih senang sekolah yang memberikan PR atau enggak?