Para anti vaksin sering mengklaim bahwa tanpa mendapatkan vaksin pun anak-anak mereka tidak terkena penyakit (yang harusnya di-cover vaksin). Padalah dengan tidak mengimunisasi anak, kita berkontribusi terhadap terbukanya lubang herd immunity.
Para anti vaksin sering mengklaim bahwa tanpa mendapatkan vaksin pun anak-anak mereka tidak terkena penyakit (yang harusnya di-cover vaksin). Cukup dengan pemberian ASI, rutin minum madu serta suplemen herbal tertentu yang mereka klaim sebagai pengganti vaksin. Sampai di sini saja sudah aneh logikanya. Karena suplemen dan vaksin jelas beda cara kerja. Pun kemampuan ASI dalam menjaga imunitas.
ASI membantu imunitas secara umum terhadap beberapa penyakit sekaligus dalam level yang 'ringan'. Bisa juga sifatnya umum tapi jangka panjang, seperti bahwa ASI memengaruhi hormon dan sel tertentu yang kelak bisa memicu kanker, jadi less active, misalnya. Kadang sedikit lebih khusus kalau kebetulan saat menyusui, si Ibu kena penyakit tertentu dan antibodi atau obat yang diminum ikut terminum si bayi yang masih dalam masa menyusu (catatan: tidak semua obat tertransfer melalui ASI).
Contohnya saat saya kena cacar air dan masih (plus tetap keukeuh!) menyusui Dendra yang masih berumur menjelang tiga bulan ketika saya sakit. Ternyata Acyclovir adalah salah satu obat yang dapat tertransfer melalui ASI. Mungkin itu sebabnya kenapa Dendra nggak tertular cacar air walau serumah kena semua, karena dia ikut terpapar Acyclovir yang saya minum.
*Image dari www.ovg.ox.ac.uk
Vaksin sendiri bekerja HANYA untuk satu jenis penyakit. Bedakan dengan vaksin combo, ya. Itu adalah gabungan vaksin-vaksin tunggal yang dibuat untuk efisiensi pemberian vaksin. Biar cukup sekali suntik/datang ke dokter untuk beberapa vaksin sekaligus yang jadwalnya berdekatan. BUKAN satu vaksin untuk macam-macam penyakit. Vaksin berisi kuman penyakit yang sudah dilemahkan, yang nantinya digunakan untuk memicu pertahanan tubuh terhadap penyakit tersebut.
Nah, sedangkan suplemen adalah penunjang. Sifatnya umum dalam menjaga kesehatan. Contohnya seperti suplemen (multi)vitamin, mineral, madu, atau jintan hitam alias habbatus sauda. Tidak ada satu suplemen pun yang sifatnya khusus untuk penyakit tertentu. Ya, kecuali kalau penyakitnya adalah karena defisiensi vitamin atau mineral tertentu, ya. Sampai sini jelas, ya, posisi ASI, vaksin, dan suplemen yang berbeda cara kerja dan fungsinya, tapi saling melengkapi? Oke sip.
Terus, bagaimana dengan klaim bahwa anak-anak yang tidak divaksin pun tetap sehat-sehat saja?
Disinilah Herd Immunity berperan.
Herd Immunity adalah imunitas atau kekebalan masyarakat secara kelompok yang mencegah mewabahnya suatu penyakit di kalangan tersebut. Imunitas ini didapat bila lebih dari 90-95% warga telah terlindungi oleh vaksinasi. Otomatis yang 5-10% ikut terlindungi. Ketika prosentase yang terlindungi vaksin menurun di bawah 90%, herd immunity mulai 'berlubang' dan rIsiko terjadinya wabah meningkat.
Perlu dicatat juga bahwa sudah diimunisasi x bukan berarti 100% tidak akan tertular penyakit x, tapi meringankan gejala dan mengurangi komplikasi berat. Dan tetap bisa menularkan juga, terutama pada anak yang belum imunisasi. Efeknya pada yang belum vaksin pun bisa lebih parah daripada yang menularkan karena beda imunitas.
Dengan demikian tanpa harus semua anak divaksin, sebetulnya sudah melindungi keseluruhan masyarakat dari wabah. Karena memang tidak semua anak bisa divaksin (bukan anak yang NGGAK MAU atau NGGAK BOLEH divaksin oleh orang tuanya, ya!). Contoh mereka yang nggak bisa divaksin di antaranya:
Jadi, dengan mengimunisasi anak, kita sebenarnya juga sudah 'mengimunisasi' mereka-mereka ini. Membantu menyelamatkan mereka dari tertular penyakit berbahaya dan mengancam nyawa. Dan sebaliknya, dengan tidak mengimunisasi anak, kita berkontribusi terhadap terbukanya lubang herd immunity dan risiko terjadinya wabah yang harusnya otomatis bisa dicegah dengan herd immunity.