Ditulis oleh: Dewi Warsito
Siapa di sini yang suka menyerah menghadapi anak tantrum dan memilih memenuhi keinginan anak demi ‘kenyamanan’ bersama? Acung jari sendiri dululah.
Mom, pernah nggak Mommies menghadapi si kecil yang asik nangis guling-guling sampai teriak-teriak karena ingin sesuatu dan dia nggak berhenti sampai keinginannya terpenuhi? Kalau sudah begitu, Mommies memilih tutup kuping, dan berlagak cuek, atau memenuhi keinginannya karena nggak tahan dengan tantrumnya? Padahan sebenarnya kita bisa banget bersikap tenang saat anak tantrum.
Beberapa kali, ketika saya sedang capeeeeek warbiasak, saya pernah ‘melambaikan bendera putih’ dan memilih segera memenuhi keinginannya. Sudahlah ya, yang penting jeritan-jeritan memilukan itu berhenti dan saya nggak darah tinggi :D. Ternyata, kalau kita menyerah, tandanya kita jatuh ke dalam perangkap manipulatif anak (hadeeeeh).
Kalau suasana lagi tenang dan saya sadar kalau kemarin sempat ‘tertipu’ dengan sikap manipulatifnya, saya suka gregetan pada diri sendiri. Gimana ya supaya saya nggak kembali terjebak dan tetap pegang kendali?
Kenali Dulu Perilaku Manipulatif
Perilaku manipulatif ternyata nggak cuma sebatas tantrum. Seorang teman sempat ‘tertipu’ dengan wajah melankolis anaknya, ketika melihat mainan impian. Wajahnya dibuat sedemikian memelas, sehingga ia tak tega untuk tidak membelikannya. Lain lagi cerita sepupu saya, si anak, sih, nggak menangis, atau ngamuk-ngamuk. Dia hanya akan bercerita hal yang diinginkannya tersebut, berulang-ulang, sambil mengatakan betapa senangnya jika ia memilikinya. Tidak pernah selesai diulang, hingga orangtuanya menyerah kasihan, tak lama memenuhi apa yang ia mau. Pinter banget, kan, anak-anak itu? Hahaha…
Reaksi Mana yang Memicu Perilaku Manipulatif?
Terkadang anak menjadi tantrum, atau menangis tak berkesudahan, karena dipicu oleh orangtua yang terlalu reaktif ketika ia mengungkapkan apa yang ia mau. Mendengar kata “tidak” diiringi nada suara yang tinggi, siapa, sih, yang tidak kesal? Saya selalu ingat ketika saya merengek minta dibelikan boneka Hello Kitty, yang lagi ngetren banget saat saya masih kecil dulu. Ibu saya dengan tersenyum manis cuma bilang, “Untuk saat ini, uangnya harus dikumpulkan dulu. nanti belinya pas ulangtahun ya.” Jadilah saya sabar menanti momen beberapa bulan kemudian, tanpa merengek terus menerus.
Cari Cara Mendekatinya
Sebagai orangtua, kita sepertinya harus punya taktik dalam menghadapi rengekan si kecil, terutama yang perilaku manipulatifnya cenderung tantrum dan sulit dikendalikan. Memang tidak semudah menjentikkan jari, untuk tahu reaksi mana yang paling aman. Kalau saya, biasanya mempelajari setiap perilaku manipulatif anak saya. Tiap anak juga beda-beda, lho. Anak saya yang paling besar cukup pakai taktik reverse psychology. Tapi taktik tersebut tidak bisa dipraktikkan pada anak kedua saya. Jadi, ya, pintar-pintar orangtua dalam mempelajari karakter anak, juga.
Kompak Konsisten
Sering nggak ngalamin kondisi begini, saat kita udah sukses bilang nggak, laaaah kemudian suami kita asik-asik mengiyakan. Kalau sudah begini, gondoknya saya suka jadi double nih. Karena, biasanya suami jarang di rumah, ia lebih permisif terhadap kemauan anak-anak. Jadi deh tercipa berbeda gaya pengasuhan. Konsisten itu kudu. Mau nggak mau mesti kompak sama pasangan. Akhirnya kami sepakat, jika anak meminta sesuatu harus ijin mama dulu. Konsekuensinya, ya saya bad cop-nya.
Tapi menurut Mommies, baik nggak sih di dalam keluarga, orang tua ada posisi Bad Cop dan Good Cop?