Sorry, we couldn't find any article matching ''
Gejala Autisme dan Cara Penanganannya
“Autism, is not a processing error. It’s a different operating system.” –NN
Pertama-tama saya ingin mengingatkan kembali, untuk STOP! Membuat candaan yang berbau autisme. Karena sesungguhnya menurut Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana “Kata “autisme” itu melambangkan satu perjuangan, yang sama sekali tidak mudah, jadi jangan dijadikan bahan candaan. Jangan sampai, kita baru paham dan mengerti kalau itu sudah terjadi pada kita. Jika kita sebagai orangtua sudah menunjukkan penghargaan kepada penderita autisme dan keluarganya, ini sama saja dengan kita mengajarkan anak kita cara berempati.
Miris banget rasanya, saya sendiri masih mendengar candaan yang berbau autisme ini dari seseorang yang notabene berpendidikan dan berdandan parlente. Jika tidak tahu apa-apa mengenai suatu isitlah, ya lebih baik cari tahu terlebih dahulu dari sumber yang terpercaya.
Image: www.psikologid.com
Apa itu Autisme?
“Autisme adalah suatu bentuk gangguan perkembangan, yang terjadi pada tiga aspek. Yang pertama gangguan berkomunikasi, kemampuan anak untuk berinteraksi sosial juga terganggu dan yang ketiga biasanya disertai perilaku khas yang sering dilakukan anak. Misalnya melakukan gerakan seperti anjing laut menepuk-nepuk tangannya atau meloncat-loncat,” tutur mbak Vera.
Dalam dunia psikologi, ada kriteria atau gejala tertentu yang harus dipenuhi sampai seseorang itu dinyatakan menyandang autisme. Apa saja?
Selain itu, karena autisme itu sifatnya spektrum artinya cakupannya luas sekali. Ada ciri autistik yang kecil-kecil, namun sering kali terlewatkan oleh orangtua. Contoh kasus yang Mbak Vera berikan di antaranya, misalnya ada anak yang dari sisi komunikasinya baik-baik saja. Namun di sisi lain dia tidak bisa berinteraksi secara sosial, misalnya tidak bisa mengikuti aturan yang berlaku secara massal. Cenderung kaku, artinya kalau sudah punya jadwal rutinitas yang sudah runut lalu ada perubahan sedikit saja, akibatnya bisa rewel.
Sekadar catatan kecil, untuk kasus yang memang sangat parah, kata Mbak Vera, ciri-cirinya bisa dilihat sangat dini, bahkan dari bayi. Ciri-ciri itu berupa tidak ada eye contact, karena pada bayi normal usia 3 bulan, jika diajak bicara akan memberikan respon berupa senyuman.
Penanganan
Penanganan anak penyandang autisme bisa dibawa ke klinik tumbuh kembang anak. Nantinya di sana anak akan ditangani secara integrasi. “Nantinya akan ada psikolog, dokter anak, neurolog anak, ahli gizi anak dan terapisnya. Pokoknya komprehensif penanganannya. Semuanya turun tangan untuk anak ini, termasuk juga sekolah,” terang Mbak Vera.
Sementara itu terapi secara psikologi yang akan dijalankan, berupa terapi sensor integrasi karena yang dibenahi sistem sensori anak. Bagaimana dia bisa menangkap stimulasi dari luar, tujuannya agar responnya juga tepat. Misalnya kalau dipanggil supaya si anak bisa merespon.
Kebutuhan masing-masing anak akan berbeda, jika ada gangguan bicara – maka diperlukan terapi wicara. Begitu pun jika dibutuhkan diet makanan tertentu, maka dibutuhkan intervensi dari ahli gizi.
Mengenai sekolah, ada dua jenis sekolah yang bisa dituju oleh para orangtua – yaitu sekolah inklusi yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan regular dari satu sistem sekolahnya. Dan kedua sekolah khusus untuk anak autisme.
Di akhir pembicaraan, sekali lagi Mbak Vera menekankan”Tidak ada anak dan orang tua mau si kecil mengalami autisme. Karena autis itu sesuatu yang sulit dihadapi. Buat anak yang autis hidup di tengah-tengah anak yang tidak autis itu sulit sekali!.” Jadi sudah sepantasnya sebagai support system, kita bisa mendukung dengan cara kita masing-masing.
Sekali lagi, mari isi World Autism Awareness Day dengan hal-hal yang menumbuhkan semangat para orang tua dan anak dengan autisme ini. Salam hangat dari keluarga besar Mommies Daily untuk seluruh anak-anak Indonesia yang sedang berjuang dari autisme :)
PAGES:
Share Article
COMMENTS