Memerankan tokoh Arka dalam film Super Didi, Vino G. Bastian mengaku banyak 'tertampar'. Baginya film ini tak ubahnya sekolah untuk menjadi orangtua. "Yang jelas, jadi ayah itu seru!" ujarnya saat kami berbincang beberapa waktu lalu.
"Dis.... nanti loe wawancara dengan Vino, yah." ujar Fia beberapa waktu lalu.
"Vino G. Bastian?" ujar saya berusaha meyakinkan kembali.
"Iya, memang Vino mana lagi? Dia kan mau main film Super Didi, tuh... tolong wawancara, ya," jawab Fia lagi.
Wiiiiih... dapat kesempatan untuk ngobrol dengan sosok bintang film yang cukup saya idolakan tentu saja nggak akan dilewatkan, hahaha.... iya, saya memang cukup nge-fans dengan sosok ayah dari Jizzy Pearl Bastian ini. Saya cukup kepincut dengan aktingnya sejak debut film pertamanya lewat film 30 Hari Mencari Cinta, terlebih ketika ia bermain dalam film Realita, Cinta dan Rock'n Roll.
Nah, dalam waktu dekat film teranyar Vino akan segera dirilis, judulnya Super Didi. Film keluarga ini rencananya akan tayang di bioskop mulai 21 April 2016. Selain Vino G. Bastian, banyak aktor dan aktris lain yang ikut bergabung, seperti Ira Maya Sopha dan Mathias Muchus sebagai Oma Mayang dan Opa, Tizza Radia sebagai Mbak Ami, Mike Lucock, Sandy Andarusman, dan Karina Nadila.
Begitu melihat trailer-nya di Youtube, saya, sih, cukup penasaran dengan film yang diproduseri Reymund Levy ini. Maklum, saya memang pecinta film keluarga dan komedi. Pas banget dengan genre film Super Didi. Mau tahu cerita suami Marsha Timothy mengenai perannya ini, termasuk cerita kesehariannya sebagai ayah? Baca kutipan obrolan saya ini, ya.
Ceritain sedikit, dong, mengenai peran Vino di film Super Didi ini....
Saya berperan sebagi Arka, seorang arsitek yang punya dua anak. Suatu waktu tiba-tiba saja harus ditinggal istrinya untuk mengurus kedua puterinya. Pada awalnya Arka menilai kalau dirinya itu family man. Tapi ternyata nggak. Ketika harus ditinggal istrinya pergi, dia jadi yang panik ketika harus mengurus anak-anaknya. Ternyata dia gagap karena nggak tahu bagaimana harus mengurus anak-anak. Di tengah kepanikannya, saat harus mengantar anaknya les balet, ketemulah dengan Geng Pembajak, Geng pembajak ini sebuah gerakan bapak-bapak penjaga anak, gerakan yang ingin mengingatkan kalau mengurus anak itu bukan tugas isteri saja. Orangtua memang harus berkerja sama, apalagi kalau isterinya lagi nggak ada, berarti kan harus bisa mengisi kekosongan itu.
*Arka bersama kedua puterinya*
Kenapa akhirnya tertarik untuk bergabung dalam film ini?
Saya ini kan senang dengan cerita keluarga, tentang hubungan anak dengan orangtua, makanya ketika saya ditawarin dan baca skrip, tertarik banget. Tapi di balik itu, saya pun merasa tertampar dengan adanya beberapa bagian di dalam sinopsis yang belum saya karena saya kan juga masih banyak belajar menjadi jadi ayah. Dan setelah ngobrol lagi dengan produsernya saya makin tertarik karena sebenarnya gerakan pembajak ini benar-benar ada yang mengingatkan orang-orang kalau ngurus anak itu bukan kerjaan perempuan saja. Jadi ini sebagai momentum saya karena saya kan juga harus berhadapan dengan anak kecil. Bagi saya, sih, lebih susah main film dengan anak kecil dari pada main film action. Dan film ini pesannya banyak banget, karena dalam film ini bisa menggambarkan situasi dan kondisi yang sering dialami orangtua masa kini.
Apa saja, sih, ilmu yang harus diketahui bapak-bapak yang diajak geng pembajak ini?
Banyak sekali, mulai dari gantiin diapers anaknya sampai hal kecil lainnya.
Nah, kalau kalau dibandingkan dengan kehidupan sehari-hari, seperti apa?
Ya, kalau dibandingkan dengan film ini, beda juga, karena anak saya kan cuma satu sementara di film ini anaknya ada dua. Tapi memang anaknya sama-sama perempuan. Jelas kalau dibandingkan kehidupan sehari-hari, tingkat kesulitan pasti akan berbeda, karena kalau di film ini anaknya kan umurnya juga sudah lebih besar. Tapi dengan memerankan film ini, jadi sentilan juga buat saya, mengingatkan kalau yang dibutuhkan anak itu sebenernya nggak cuma mengajak anak bermain, nyuapin, gantiin baju, tapi lebih dari itu. Lebih kepada mengetahui apa, sih, yang benar-benar dibutuhkan anak. Jadi bukan cuma ketawa-ketawa, hahahihi saja, yang jelas buat saya jadi ayah itu seru!
Bagian terseru dalam pembuatan fim ini?
Semuanya seru, sih, karena kami semua yang main di sini punya track masing-masing. Jadi semua seru, apalagi ketika harus berperan sebagai ayah sementara yang jadi anak saya ini kan belum pernah main film, Jadi tantangannya harus bisa lebih sabar, menjaga mood mereka.
Pesan apa, sih, yang ingin disampaikan film ini?
Film ini sebenernya bisa menggambarkan beberapa tahapan keluarga, ada yang orangtua yang baru punya anak balita, ada orangtua yang anaknya sudah besar, termasuk orangtua yang anaknya sudah berkeluarga. Misalanya Mama Ira dan Papa Matias Muchus yang sudah jadi nenek dan kakek, mereka ini jadi gambaran orangtua yang masih sering direpotkan anak-anak untuk ngurus cucu. Padahal seumur mereka itu kan bukan saatnya lagi ngurus anak kecil, lebih menikmati hidup saja. Jadi ngawasin cucu aja, bukan dititipin. Buat para ayah, juga harus nonton. Kenapa? Supaya ingat kalau ngurus anak itu komitmen bersama bukan hanya tugas isteri saja. Kalau ada apa-apa harus keputusan bersama. Buat yang mau menikah juga bisa banyak belajar.
Tadi Vino sempat bilang, film ini seperti memberi tamparan sendiri. Memangnya, hal apa, sih, yang belum Vino lakukan?
Ya seperti saya bilang tadi, bahwa sebagai orangtua kita itu nggak hanya perlu hahahi sama anak aja. Banyak hal yang diperlukan anak, memberikan apa yang benar-benar anak butuhkan. Susah, lho, untuk tahu apa yang ada di pikiran anak dan memenuhi kebutuhannya itu.
Mengingat jam kerja Vino cukup tinggi, bagaimana dengan quality time dengan keluarga?
Oooh... kalau akhir pekan, Sabtu dan Minggu, saya memang sering minta libur, sih. Waktunya istirahat dan kumpul keluarga. Saya bermain sama anak dan pacaran sama isteri. Menurut saya waktu pacaran sama isteri ini tetap perlu, karena ketika sudah ada anak, dan orangtua banyak yang lupa dengan hal ini. Sementara buat saya, punya waktu khusus bersama isteri itu harus tetap ada.
Kalau sama anak-anak sukanya ke mana?
Kebetulan Jizzy itu senangnya dengan buku, jadi biasanya kami pergi ke toko buku dan cari buku untuk Jizzy. Setiap malam saya juga selalu membiasakan untuk membacakan buku buat Jizzy, jadi nggak cuma mendongeng saja. Paling nggak dengan membacakan buk u seperti ini Jizzy juga bisa belajar mengenal huruf sejak dini.
Catat tanggal mainnya film ini ya Mom dan ajak suami tersayang :D.