Saya pernah mengalami pernikahan yang tidak bahagia dan perlu berjuang untuk mengembalikannya menjadi ‘baik-baik’ saja. Ini tanda pernikahan tidak bahagia menurut saya.
Pernikahan yang tidak bahagia tidak terjadi begitu saja, saya percaya itu akumulasi dari berbagai masalah yang awalnya kami anggap enteng dengan berpikir “Toch masalah ini nanti akan menghilang dengan sendirinya.” Saat semua masalah semakin menumpuk, ibarat bom waktu, hanya ada dua kemungkinan, berakhir dengan perceraian atau hubungan suami isteri yang tidak seperti suami isteri. Tahu kan kondisi ketika sepasang suami isteri tinggal di bawah satu atap namun berlaku seperti orang asing? Been there done that.
Apa yang membuat saya kemudian menyadari pernikahan kami tidak baik-baik saja?
1. Saat hubungan seks tidak lagi menarik untuk dilakukan
Tidak peduli fisik ataupun emosi lagi lelah atau lagi baik-baik saja, gairah dan rasa itu tidak ada. Titik. Tidak ada ketertarikan fisik, tidak ada nafsu melihat pasangan. Mati rasa, itu intinya. Padahal, biasanya semarah-marahnya kami, melakukan hubungan seks selalu bisa menjadi senjata untuk kami berbaikan kembali :). Jadi saat seks pun tidak lagi bisa menyatukan kami, saya tahu kami sedang bermasalah.
2. Merasa lebih nyaman bersama orang-orang lain
Saya tidak bicara tentang wanita lain atau laki-laki lain, tapi orang lain yang bukan pasangan kita. Bisa sahabat-sahabat kita, teman-teman kita, rekan kerja, keluarga, siapapun selain pasangan. Pulang kantor lebih senang kumpul bersama teman-teman, weekend lebih senang menghabiskan waktu bersama anak-anak tanpa melibatkan pasangan. Saya menemukan kebahagiaan dengan orang-orang lain.
3. Matinya komunikasi dan hilangnya rasa khawatir
Pergi berhari-hari keluar kota atau negeri tanpa saling bertanya kabar. Pulang larut malam tanpa merasa perlu menginformasikan ke pasangan atau tanpa perlu bertanya sudah sampai mana pasangan. Saya tidak lagi merasa khawatir di mana dia, dengan siapa, apa yang dia lakukan. Begitupun sebaliknya. Jumlah percakapan dalam sehari bisa dihitung dengan jari tangan :D.
4. No complaints relationship
Ini bukan tentang pasangan yang sudah sangat memahami satu sama lain sehingga tidak ada lagi keluhan. Tapi tentang pasangan yang sudah terlanjur malas untuk mengeluh mengenai kesalahan yang dibuat oleh satu sama lain. Karena tahu setiap keluhan atau masukan hanya akan berakhir dalam sebuah perdebatan atau keributan.
5. The blame game
Yup, saya sibuk menyalahkan pasangan untuk setiap hal atau masalah yang terjadi dalam rumah tangga kami. Dan dia pun melakukan hal yang sama. Berargumen bukan untuk mencari jalan keluar, tapi untuk menunjukkan bahwa saya lebih benar, saya punya suara, tidak peduli saya benar atau salah.
Titik balik yang membuat kami kemudian mau berkonsultasi dengan psikolog adalah saat anak saya sambil lalu mengatakan “Ih mama sama ayah tuh kok nggak kayak om sama tante itu sih, yang suka gandengan tangan sama pelukan. Aku aja jarang liat mama dan ayah ngobrol.”
Well, bersyukur karena akhirnya hubungan kami membaik dan kami semakin solid satu sama lain. Mungkin kehidupan rumah tangga saya dan suami tidak seindah fairytale :p, tapi setidaknya kami berhasil melewati satu ujian yang pada akhirnya membuat kami lebih menghargai apa yang kami punya saat ini. Life is not a fairytale, if you want something you have to fight for it!