Ditulis oleh: Nina Samidi
Positive tidaknya kita menjadi orangtua sebenarnya bisa dilihat dari kondisi di dalam rumah tangga kita. Ini ciri keluarga yang positif. Apakah keluarga kita sudah termasuk?
Masih ada hubungannya dengan dua tulisan saya yang membahas mengenai Positive Parenting, mulai dari apakah Positive Parenting itu dan manfaat dari Positive Parenting, sekarang saya mau melanjutkan dengan ciri-ciri dari Positive Parenting. Apakah sudah benar kita melakukannya?
1. Tidak ada yang berteriak
Tidak ada anak yang saling berteriak saat bertengkar, tidak ada orangtua yang marah-marah atau memerintah dengan suara keras. Boleh berbeda pendapat hingga bertengkar tapi dengan merendahkan suara. Dengan begini, anak-anak maupun orangtua berlatih untuk menenangkan diri saat emosional, karena teriakan justru akan memicu emosi negatif lainnya. Berbeda dengan teriakan gembira saat bermain, menari, dan semacamnya ya, Moms.
2. Saling memuji, membantu, mendorong, dan memberi
Apakah anak-anak kita saling memuji saat yang lain membuat sebuah karya atau berhasil melalui rintangan, apakah mereka membantu atau memberikan dukungan mental saat yang lain harus menyelesaikan sebuah masalah, apakah mereka saling memberi makanan, meminjamkan barang/benda, dan sebagainya?
3. Tak ragu bilang “maaf” dan “terima kasih”
Dua kata ini sangat penting dalam pola asuh positif. Mengungkapkan maaf membutuhkan keberanian untuk mengakui kesalahan, sedangkan mengungkapkan terima kasih mengajarkan anak menghargai setiap pemberian dan bersyukur. Terbiasa bilang “maaf” dan “terima kasih” biasanya anak menjadi rendah hati dan menghargai orang lain.
4. Berani mengungkapkan cinta
Selain melalui sikap, mengungkapkan cinta juga perlu dilakukan melalui kata-kata. Biasakan anak-anak Anda untuk berkata “Aku sayang kamu” kepada anggota keluarga yang lain. Jika dia sulit mengatakannya, kita bisa memancingnya dengan bertanya, “Kakak sayang adik nggak?” Biasanya dia baru mau menjawab, “Sayang.” Selanjutnya, kita bisa bilang, “Jadi, kakak sayang adik. Kalau begitu, coba bilang ‘adik, aku sayang kamu’, yuk!”
5. Saling terbuka/bercerita
Ketika anak bercerita dan kita tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh, sekali dua kali, biasanya mereka mulai skeptis untuk melakukannya. Hati-hati kalau si kecil sudah mulai jarang bercerita, bisa jadi kita selama ini tidak sungguh-sungguh mendengarkan. Padahal kebiasaan bercerita ini sangat penting terhadap hubungan antar-keluarga, terutama saat dia memasuki usia remaja. Dan ini menjadi salah satu hal yang akan diingat anak saat ia dewasa kelak. Kebiasaan bercerita juga membuat anak bersikap terbuka, dan ini penting untuk kehidupannya saat dewasa, baik dalam hubungan dengan kekasih atau istri maupun dalam pekerjaan.
6. Punya tradisi keluarga
Ayah yang biasa memiliki rutinitas bersama anak-anak bahkan sekadar makan eskrim bersama di teras, jika ini dilakukan sebagai tradisi keluarga, anak-anak akan menerimanya sebagai kekayaan yang tidak dimiliki keluarga lain. Ingatan menyenangkan yang positif akan terus melekat dan memberi energi positif dalam pertumbuhannya. Membuat anak semakin menghargai keluarganya.
7. Melakukan hal “bodoh”
Di rumah, terkadang saya melakukan hal-hal bodoh, seperti mengeluarkan suara-suara aneh dan memasang mimik super jelek di depan anak. Sudah pasti mereka akan terbahak-bahak. Kalau beruntung, si Kakak akan mengikuti gaya saya lalu adik juga mengikutinya. Akhirnya, giliran saya yang terpingkal-pingkal. Hal ini sangat menyegarkan dan membuat urat-urat rileks seketika.
Ketujuh hal di atas sangat mungkin ada dalam rumah yang tumbuh dengan pola asuh positif. Tetapi yang mesti diingat, ketujuh hal di atas tidak tercipta begitu saja. Bagaimana anak-anak bersikap sangat bergantung pada kita -figure yang selalu mereka contoh. Karena bagaimanapun bersikap positif bukan cuma PR anak-anak, tapi juga kita dan pasangan.