Sorry, we couldn't find any article matching ''
Sensory Processing Disorder: Membuat Anak Saya Speech Delay, Sulit Berkonsentrasi dan Fokus
Ditulis oleh: Dewi Warsito
Di usianya yang ke-3 tahun, seluruh kemampuan anak saya – Rimba- mendadak hilang. Semua karena Sensory Processing Disorder.
Sesungguhnya mulai dari bayi hingga ulangtahun ke-3, tumbuh kembang Rimba anak kedua saya berjalan normal. Di usia 2 tahun ia hapal lagu “Burung Kutilang”, yang menurut saya liriknya termasuk kompleks. Tiba-tiba, BAM! Sebulan setelah ulangtahunnya yang ke tiga, ia sempat demam tinggi, dan setelah sembuh, seluruh kemampuannya mendadak hilang.
Sempat regresi
Saya tidak tahu apakah demam yang menyebabkan regresinya, atau kepergian mendadak mbaknya yang sangat dekat dengannya (waktu itu saya kerja kantoran). Bila ditilik dari penyebab regresi, kedua alasan di atas, bisa jadi penyebab utama. Namun regresi yang diakibatkan perubahan mendadak, seharusnya bisa diatasi dalam 2-3 bulan. Sementara regresi yang dialami Rimba, lebih dari itu.
Saya mulai curiga bahwa regresinya butuh bantuan serius ketika ia lebih banyak bengong. Matanya menerawang dan dia kembali cadel. Lagu favoritnya “Burung Kutilang”, dan “Becak” tiba-tiba lenyap ketika saya minta ia untuk menyanyikannya kembali. Ia hanya memandang saya.
Konsultasi ke klinik tumbuh kembang
Selama di playgroup, sekitar tahun 2013-2014, saya memantau perkembangannya dengan serius. Tidak ada perubahan signifikan. Saya mengutarakan niat membawa Rimba ke psikolog, tapi suami meminta saya melihat perkembangan Rimba hingga lulus playgroup. Ketika ia naik ke TK A, dan kemampuannya tidak bertambah, nyaris tak bisa melafalkan kalimat dengan sempurna, saya tidak menunggu lagi. Segera saya menghubungi Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Di klinik tersebut saya diwawancara oleh psikolog anak, baru setelah itu Rimba mendapat assessment. Saya tidak bisa cerita banyak mengenai assessment tersebut, karena saya tidak diizinkan untuk melihat. Tapi kalau dari hasil ngintip, sih, ada beberapa kemampuan yang dites seperti melompat, jalan di titian, mewarnai, serta menggambar. Hasil dari klinik terpadu UI mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena tumbuh kembangnya masih sesuai usia, hanya memang di batas bawah growth chart. Selama 3 bulan kami diminta memantau perkembangannya, jika belum membaik, disarankan kembali untuk melakukan tes yang lebih komprehensif.
Sepulang dari sana, saya masih saja galau. Saya kemudian browsing klinik tumbuh kembang lain di thread Mommiesdaily di sini untuk mencari second opinion. Dari thread tersebut saya mencoba menghubungi Klinik Pela 9, Jakarta Selatan. And you know what? Antriannya sampai 3 bulan ke depan! Saya kembali ngubek-ngubek thread, dan menemukan Klinik Anak Spesial Mandiri di Rukan Pesona, Juanda, Depok. YES! Dekat sekali dengan rumah.
Selanjutnya: Sensory Processing Disorder penyebabnya
Ini dia gangguannya
Pada dasarnya wawancara dan assessment yang diberikan Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi. psikolog anak di Anak Spesial Mandiri, sama dengan Klinik Terpadu UI, hanya saja hasilnya berbeda. Menurut Vera, Rimba mengalami Sensory Processing Disorder (SPD). Ini merupakan gangguan tumbuh kembang yang menunjukkan ketidakmampuan otak dalam memproses, menyesuaikan sinyal sensori, atau indera menjadi respon perilaku. Terkadang, anak tidak dapat merespon dengan psikologis sesuai dengan kondisinya saat itu. Secara spesifik sensori yang terganggu adalah vestibular (keseimbangan), proprioceptive (kesadaran gerak & otot), spasial-visual, gustatory (indera pengecap), olfactory (indera penciuman), dan kemampuan taktil.
Pada Rimba, proses Vestibular dan Proprioseptivenyalah yang mengalami masalah paling signifikan. Proses Vestibular merupakan proses yang terdapat di telinga tengah yang memengaruhi keseimbangan, dan persepsi ruang secara efisien atau tepat. Sementara Proprioseptive merupakan indera yang berada di bagian dalam sendi, dan berfungsi memberikan informasi tentang posisi tubuh, serta anggota gerak. Indera proprioseptive juga membantu mengintegrasikan sensasi sentuhan dan gerakan.
Harus terapi
Setelah mendapat jawaban tersebut, semua menjadi masuk akal buat saya. Rimba di usianya yang menjelang 5 tahun kesulitan meniti balok di sekolahnya. Saat memegang pensil pun, ia masih menggenggam. Ia masih kurang memerhatikan detil saat beraktivitas, dan mudah beralih dengan sedikit saja distraksi. Ia bahkan tidak bisa duduk diam untuk satu aktivitas yang membutuhkan konsentrasi lebih.
Apa hubungannya dengan speech delay? Kenapa kemampuan bahasa Rimba mandeg? Ternyata, kedua proses tersebut secara tidak langsung memengaruhi perkembangan bahasa. Membuat Rimba sulit memproses informasi apakah ia harus menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris? Ternyata yang menjadi biang keroknya adalah bingung bahasa.
Vera bertanya, bahasa apa yang kami gunakan untuk berkomunikasi dengan Rimba. Bahasa Indonesia, kadang-kadang bahasa Inggris. Tontonannya dari cable tv, kami setting dalam bahasa Inggris. Vera meminta kami mengubah seluruh komunikasi hanya dalam 1 bahasa. Ia menyarankan untuk memakai bahasa utama yang digunakan di sekolah, yaitu bahasa Indonesia.
Perkembangan menggembirakan
Hingga hari ini, genap 4 bulan Rimba menjalani Terapi Sensori Integrasi di Klinik Anak Spesial Mandiri. Terapinya akan dipantau selama 6 bulan. Dan sejauh ini perkembangannya menggembirakan. Terutama kemampuan bahasa. Begitu semua orang satu bahasa dengannya, dalam seminggu kosa katanya bertambah secara signifikan.
Saat ini ia mulai mampu mengungkapkan kekesalannya ketika abangnya mengganggu. “Mamaaa….Awan tanik-tanik wambut aku ni!” Masih pelo, cadel, tapi buat saya itu luar biasa. Saya juga sempat terkejut ketika ia tiba-tiba menghampiri dengan gambar buatannya berupa kue ulangtahun lengkap dengan lilin, dan berkata, “Ini Rimba…ulangtahun ke-9.” Bungah rasanya hati ini. Terutama ketika ia sudah bisa memainkan lagu "London Bridge" di keyboard lengkap dengan chord G mayor.
Sesuai anjuran Vera, sebaiknya Rimba meneruskan saja les musik yang akan membantunya mengejar ketinggalan proses tumbuh kembang. Rimba masih suka menerawang atau berimajinasi berlebihan, terutama bila terlalu lama konsentrasi dengan acara televisi atau game. Sehingga menonton tv dan main game sangat saya batasi. Di kelas ia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Banyak aktivitas yang kini mampu ia ikuti dengan penuh konsentrasi. Hanya saja, bila bosan, ia akan kembali bergerak, dan berimajinasi sendiri tanpa peduli dengan teman atau gurunya.
Tunggu cerita saya selanjutnya mengenai terapi yang dilakukan Rimba dan tanda-tanda anak mengalami Sensory Processing Disorder.
PAGES:
Share Article
COMMENTS