Peran ayah menentukan pembentukan karakter anak, bahkan hingga memengaruhi hebat atau tidaknya suatu bangsa, kok bisa sampai sejauh itu ya, Mommies?
Gambar dari blog.cloudninecare.com
Sosok Irwan Rinaldi seorang penggiat Parenting Ayah begitu menggebu-gebu saat berbicara tentang konsep The Fathering di sebuah kesempatan pertengahan November lalu. Tepatnya di “Peluncuran Materi Pengayaan Orangtua & Guru PAUD” di Jakarta. Sebuah media pembelajaran bagi orangtua dan Guru PAUD yang digagas oleh Sanggar Fortune dan Komunitas Rumah Pencerah. Secara periodik mereka juga mengadakan pelatihan bagi pada Ayah untuk mengajak para Ayah turut serta terlibat dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak.
Mommies tentu setuju yang namanya parenting harus melibatkan kedua belah pihak, yaitu Ayah dan Ibu. Bahkan sedari dalam kandungan, bonding ayah dengan bayi itu sudah bisa dilakukan , dan jika sudah lahir para ayah bisa melakukan 7 kegiatan untuk semakin memperkuat hubungan ayah dengan si kecil – di antaranya memberikan sentuhan dan mengganti popok (hayooo, kalau belum bisa segera latihan ya Ayah :D).
Ketika sudah beranjak besar, tentunya membutuhkan strategi lain untuk membangun kedekatan dengan buah hati tercinta, tak melulu soal kehadiran kita sebagai orangtuanya, tapi bagaimana pertemuan itu bisa menjadi momen terbaik dan memberikan yang terbaik. Seperti yang dikemukakan oleh Irwan “Dalam konsep The Fathering mengatakan “berikanlah yang terbaik di saat yang terbaik”, karena waktu detik ini hari ini, tidak akan terulang lagi””
Jadi menurut Irwan peran ayah itu dibagi dua, pertama peran fisik dan yang kedua peran secara psikologi. Kalau tidak berjumpa secara fisik sekian jam karena bekerja, itu wajar saja. Tapi yang gawat nih, Mommies – saat sudah pulang ke rumah namun kehadiran si Ayah antara ada dan tiada, ini yang patut diwaspadai. Cara yang sangat memungkinkan untuk Ayah lakukan adalah mengenali masing-masing karakter anak, dan tidak bisa hanya bermodalkan insting – tujuannya supaya bisa memberikan yang terbaik di waktu yang terbaik tadi.
Misalnya, metode pengasuhan untuk anak usia anak SD, SMA dengan TK pasti berbeda. Saat si kecil yang di TK memberitahu dia pintar menggambar tapi kita sebagai Ayah menanggapinya dengan dingin, itu menjadi tidak pas. Berikan tanggapan yang sesuai dengan harapan mereka, contohnya berikan apresiasi berupa pelukan atau ciuman.
Irwan menyebut momen-momen seperti ini dengan sebutan “The Fathering”. Dalam The Fathering ada 3 poin utama: Loving, Coaching an Modeling. “Kita tidak bisa menjadi contoh kepada anak kita kalau kita tidak mencintai mereka terlebih dahulu, nah persoalannya kita bisa mencintai anak kita kalau kita sudah mencintai diri sendiri. Namun, dalam praktiknya para ayah kadang suka sulit mencintai dirinya” jelas Irwan. Jadiii, para Ayah cintai diri sendiri dulu ya, baru bisa mencintai si kecil dan sepenuh hati. Jangan sampai, para Ayah meninggalkan “utang-utang pengasuhan” dipundaknya, karena tidak tahu ilmu menghadapi si kecil. Apa sih yang disebut-sebut sebagai “utang-utang pengasuhan” ini? mari cari tahu di paragraf berikutnya.
Ada fakta menarik yang Irwan berikan kepada para rekan media dan tamu lainnya hari itu. Baru-baru ini ia terlibat dalam sebuah penelitian dengan KPK dan BNN salah satu penyebab orang-orang ketika punya jabatan terjerumus ke dalam persoalan-persoalan hukum dan sebagainya. Karena ada utang baru yang diwariskan ayah mereka.
Contohnya seperti ini, saat si kecil minta minum kepada ayahnya, merengek dan langsung mengambil gelas yang ada di genggaman, harusnya sang Ayah bisa tegas mengatakan “Ini minum Ayah, boleh kamu memintanya dengan baik? Dan kita ambil minum yang baru!” kalau tidak, kita akan membuat karakter kepribadian yang nanti kelak dia dewasa dan menjadi pejabat tidak bisa membedakan mana yang milik orang lain dan yang milik pribadi.
Pada usia 15 tahun ke bawah Irwan menyarankan hadirlah seluruhnya untuk mereka. Menjadi pendengar yang aktif. “Ketika kita memberikan yang terbaik untuk anak kita, memberikan jembatan cinta, anak akan memberikan jembatan cinta yang berpuluh-puluh kali.” Tutur Irwan. Dan hebatnya lagi, menurut Irwan “Masa depan seorang anak yang baik itu, dan negara yang hebat itu tergantung oleh Ayah yang hebat atau tidak”.
Senangnya ya, ada pemerhati parenting khusus Ayah seperti Pak Irwan ini – semoga semakin banyak Ayah yang bisa turut terlibat dalam pengasuhan anak. Semangat para Ayah!