Sorry, we couldn't find any article matching ''
Motherhood Monday: Priscilla Aliwarga – Menemukan Semangat Hidup dan Passion Bisnisnya lewat Yoga
Perempuan bertubuh langsing dan beranak satu ini pernah merasa bosan dan tidak memiliki semangat hidup saat ia melakoni profesinya sebagai ahli matematika. Sekian tahun berkecimpung di dunia asuransi membuat dirinya sejenak ingin mencari suasana baru dengan mendalami yoga. Namun lebih dari itu, ia berhasil menancapkan kukunya di dunia mompreneur. Ia tidak bingung harus melakukan apa di awal merintis bisnisnya, dan yang terpenting tidak takut memulai menjadi mompreneur! Terbukti, ia berhasil membawa CUCA sebagai brand yoga buatan anak negeri ke kancah internasional.
Melihat kiprah Priscilla ini saya pun sejenak melakukan kontemplasi – sebetulnya saya juga mempunyai minat untuk merintis usaha (yang sampai sekarang belum terlaksana :D). Karena terkadang saya kebingungan harus memulai dari mana? Namun, yang pasti, apapun profesi seorang ibu – harus memiliki kemampuan yang mumpuni mengatur keuangan keluarganya. Lewat Priscilla inilah saya belajar banyak hal, bagaimana passion dan keyakinan bisa mengubah jalan hidupnya. Mau tahu bagaimana cerita selengkapnya? Silakan simak ya, Mommies....
Bermula berprofesi sebagai ahli matematika, lalu serius mendalami yoga. Apa penyebabnya?
Saya itu dulu aktuaria, kalau di perusahaan asuransi profesi ini tugas utamanya menghitung probability keuntungan yang bisa didapat dari nominal premi asuransi. Sekian lama menjalani, saya merasa bosan – apalagi dengan rutinitas harian yang itu-itu saja, kayaknya tuh nggak ada semangat hidup. Untuk yoga sendiri, sebetulnya saya sudah mengenal yoga dari SMA, tapi baru sebatas manfaatnya secara fisik. Pada tahun 2011, saya sudah ada di titik kebosanan yang tidak bisa ditoleransi lagi, akhirnya saya bilang ke bos saya, saya mau ikut teacher training, sebatas untuk diri sendiri saja – supaya lebih happy di tengah rutinitas harian.
Nah, dari situ saya merasa ini panggilan hati. Saya memberanikan diri bilang ke atas, mau resign. Tapi bos saya malah tidak mengizinkan saya untuk berhenti bekerja, saya malah disuruh cari pencerahan terlebih dahulu – dan kalau sudah merasa baikan saya bisa kembali bekerja. Namun saya tetap berhenti bekerja, dan menekuni dunia yoga kemudian berujung menjadi guru yoga.
Di sinilah saya menemukan dunia saya yang sebenarnya – saya menyukainya. Dari mulai mengajar itu saya mendapati harga matras yoga yang menurut saya terlalu mahal dan rata-rata berasal dari luar negeri. Di sisi lain matras yoga lokal menurut saya belum ada yang nyaman untuk dipakai beryoga. Selain itu, matras yoga yang saya temukan harganya jutaan, dan menurut saya itu tergolong mahal – sementara dari segi kenyamanan belum maksimal. Untuk sementara saya menggunakan matras yang seadanya. Kesimpulan awal saya ketika itu, di daerah ASIA belum ada kriteria matras yang aman dan nyaman namun dengan harga terjangkau. Dan dari situlah saya memutuskan untuk membuat matras yoga.
Langkah konkret memulai usaha ini seperti apa?
Langkah pertama yang saya jalankan adalah melakukan riset, apa saja sih bahan-bahan yang sudah pernah dipakai oleh matras yoga yang sudah beredar di pasaran. Semua jenis bahan saya pelajari kelebihan dan kekurangannya. Sampai saya menemukan satu bahan yang saya anggap sesuai dengan kriteria yang saya inginkan. Kriterianya disesuaikan dengan gaya hidup saya, yang suka travelling – jadi saya ingin matras yoga yang ringan, dan mudah dibersihkan.
Setelah sudah menentukam jenis bahan yang akan digunakan, langkah selanjutnya adalah mencari supplier besar yang bisa membuat bahan ini. Dan saya menemukannya di Taiwan, dan kebetulan seorang peneliti yang mendalami jenis bahan tersebut, saat bertemu kami merasa sangat nyambung – mungkin karena sama-sama orang yang idealis. Akhirnya kami memutuskan untuk bekerja sama.
Di mana CUCA pertama kali diluncurkan? Dan apa alasannya memilih negera tersebut?
Pertama launching di Malaysia, tapi sebenarnya saya ingin melakukannya di Indonesia, namun sayang belum ada perusahaan yang berani mengambil risiko bekerja sama dengan brand lokal.
Ada cerita menarik nggak seputar usaha Anda memperkenalkan produk CUCA ini?
Di awal-awal saya mulai memberanikan diri masuk ke yoga house, dan pusat kebugaran. Lalu saya menyadari kalau untuk matras yoga ini saya peruntukkan untuk berbagai kalangan, dari situ saya mulai melakukan pendekatan kepada distributor-distributor besar di Indonesia. Namun penerimaan mereka kurang baik – setelah mengalami beberapa penolakan saya memutuskan untuk mundur dan mencoba di ke luar negeri. Dan saya ketemu dengan beberapa distributor, akhirnya ada satu distributor yang mau mengambil risiko kerja sama dengan CUCA. Notabene mereka sudah memegang merk-merk besar, pihak mereka menantang saya apa sih alasan mereka sehingga mau menerima CUCA?
Saya bilang, saya ini guru yoga dan tahu persis apa yang orang yoga itu mau dan butuhkan. Di sisi lain, masyarakat itu sekarang sudah pintar memilih, mereka tidak melulu melihat dari merk-nya aja. Tapi juga teliti melihat kualitas bahannya, dan disandingkan – apakah pantas mereka mengeluarkan harga sekian untuk kualitas yang ditawarkan? Dari situ akhirnya mereka setuju. Dan rupanya masyarakat Malaysia senang dengan produk kami, pelan-pelan kami merambah ke Philipina dan sampailah ke Indonesia.
Apa saja tantangan menjadi mompreneur?
Sebagai mompreneur saya melakukan semuanya seorang diri, artinya tidak ada perintah dari atasan seperti saat menjadi karyawan dulu. Bagaimana kita bisa memotivasi diri sendiri saat mengalami penolakan demi penolakan. Jika mengalami penolakan pasti suasana hati jadi tidak menentu, dan saya punya prinsip bad mood itu hanya boleh bertahan sehari saja atau bahkan kalau persoalan lebih ringan hanya sejam harus bisa bangkit. Itu sih menurut saya, tantangan terbesar menjadi mompreneur. Di lain sisi saya senang bisa bertemu dengan banyak orang, bisa ngobrol dan tukar pikiran atau pengalaman. Dan dari hal-hal seperti itu saya jadi belajar tentang banyak hal, karena kita tidak bisa menganggap diri kita sudah pandai, kalau sudah seperti itu bisa jadi bahaya. Dan tidak boleh pilih-pilih dalam berteman.
Ada proses diskusi nggak dengan pasangan terkait keputusan Anda yang ingin putar haluan menjadi mompreneur?
Iya saya pasti diskusi dengan pasangan, dan saya beruntung karena dia sangat suportif – dia bisa menguatkan saya pada saat saya sedang down. Karena mungkin dia juga seorang pengusaha ya, jadi sangat mengerti apa yang saya rasakan.
Apa ya perubahan yang Priscilla temukan setelah menjadi mompreneur? Baca di halaman berikutnya ya...
Apa saja perubahan yang terjadi saat Anda menjadi mompreneur?
Bagaimana membangkitkan diri saya saat terpuruk, dan saat CUCA sedang maju-majunya, tiba-tiba saya hamil, tidak pungkiri hal ini adalah berkah untuk kami. Namun, di sisi lain kondisi saya yang saat itu tidak mau memiliki suster atau semacamnya, saya mau mengurus sendiri anak saya – meski tidak mudah karena pasti mengalami fluktuasi emosi. Sampai pada akhirnya CUCA sempat terbengkalai sekitar3 bulan – dan di momen ini saya juga kembali rajin yoga untuk memperbaiki fluktuasi emosi saya. Kekuatan itu pun saya tularkan dalam menjalankan CUCA, misalnya tak pernah merasa lelah mengikutsertakan anak dan ibu saya bepergian untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan CUCA hingga ke luar negeri.
Apa saja nilai-nilai seorang mompreneur yang bisa Mbak terapkan kepada anak?
Di antaranya nilai-nilai pantang menyerah atau tidak putus asa ya, dari masih kecil juga sudah bisa saya tanamkan. Intinya kalau kita terus mencoba, Tuhan pasti akan memberikan jalannya. Selain itu, hal yang ingin saya tanamkan ke Nicole adalah, kaum perempuan itu bisa setara dengan laki-laki – jadi perempuan itu sebagai partner untuk laki-laki, artinya posisi perempuan bukan di atas, buka di bawah tapi setara dengan laki-laki.
Pernah nggak sih mendapatkan komentar tidak nyaman seputar profesi mompreneur ini?
Saya pernah menerima komentar dari banyak orang yang menyarankan saya menghentikan saja CUCA agar fokus ke Nicole, tapi buat saya CUCA in adalah passion, dan bekerja untuk saya bisa menjadi ajang me time. Walaupun ada komentar yang kurang nyaman berkaitan saya yang sesekali membawa Nicole ke luar negeri untuk rapat. Karena itu kita tidak bisa menghakimi peran berbagai peran ibu – baik itu full time mother, atau working mothers. Poinnya tidak ada ibu yang sempurna – ada saja kekurangan di sana sini, yang penting jangan pusing sama omangan orang lain, tapi tetap belajar untuk menjadi lebih baik. Dan dunia parenting itu bukan ajang perlombaan antar ibu, tapi tentang Anda dan anak Anda.
Bagaimana quality time sama si kecil Nicole (2) dan pasangan?
Saya suka mengajak Nicole kerja ya, hahahaha. Tapi sebelumnya saya membuat kesepakatan dulu dengan dia, tidak boleh ganggu saya – jadi saya bekali peralatan gambar dari rumah. Nggak hanya sama Nicole sih, kami sekeluarga berkomitmen sebulan sekali harus bepergian, bisa ke luar kota atau ke luar negeri. Kami merasa kegiatan semacam ini perlu banget, liburan semacam itu ajang untuk santai tanpa ada gangguan pekerjaan.
Bagaimana cara Anda mendidik si kecil Nicole?
Saya itu membiarkan dia meng-eksplore apapun yang dia suka atau yang menjadi passion dia, karena dari situ juga bisa menghasilkan sesuatu. Tapi kalau sudah memilih satu hal, harus fokus dan total mengerjakannya.
Target CUCA 5-10 tahun?
Dalam waktu dekat saya akan menambah koleksi pakaian sportwear, ada model lengan panjang dan 3/4 – sehingga memungkinkan siapa saja bisa mengenakan pakaian olahraga dari CUCA ini. Alasannya karena CUCA untuk perempuan aktif dan kalangan apa saja dan macam-macam tipe perempuan. Untuk jangka panjang, saya akan melsayakan pendekatan dengan distributor-distributor besar di luar negeri.
Bagi kiatnya dong Mbak, untuk pada Mommies yang ingin menjadi mompreneur?
Buat saya yang paling penting adalah saat ingin memulai, kalau Anda suka dengan sesuatu, mulai saja dulu – kalau kita berpikir terlalu banyak ujung-ujungnya suka nggak terlaksana deh. Mulai dari sesuatu yang kecil, dari situ akan datang banyak inspirasi dan penyesuaian lainnya yang berhubungan dengan bisnis yang akan kita jalankan. Dan kalau ketemu sama masalah, selesaikan secepatnya. Selain itu, jangan terintimidasi dengan brand-brand besar yang sudah sukses, karena bisa mengacaukan fokus kita. Selanjutnya jangan putus asa, walupun orang lain bilang Anda tidak mungkin menjalankannya – kalau kamu percaya itu bisa, ya lsayakan! Karena waktu saya memulai bisnis ini, banyaaak sekali orang yang pesimis saya bisa melsayakannya, tapi karena berkat dukungan dari keluarga – khususnya suami saya yang menyarankan untuk terus fokus, maka sampailah saya di titik ini. Karena di mana ada kesusahan, di situ ada peluang.
Ada yang mulai tergelitik memulai mimpi lama untuk berbisnis? :)
PAGES:
Share Article
COMMENTS