Sorry, we couldn't find any article matching ''
Pemberian ASI dan MPASI Saat Bencana
Bagi mommies yang kerap menyumbang makanan instan atau susu formula di saat bencana alam terjadi, jangan dilakukan lagi, nih, mom. Karena ternyata bantuan seperti itu malah berbahaya.
Beberapa waktu lalu saya sempat hadir dalam acara media gathering yang diadakan oleh Wahana Visi Indonesia. Pada kesempatan itu, mereka menyosialisasikan tentang pemberian ASI ataupun MPASI saat bencana. Memang tidak bisa dipungkiri, ya, kalau ketika terjadi bencana, bayi dan anak-anak menjadi objek penderita yang paling besar.
Selain bisa mengalami trauma, bayi dan anak-anak pun akan kesulitan mendapatkan makanan yang layak dan sehat. Mayoritas dapur umum yang ada hanya menyediakan makanan buat orang dewasa sehingga persediaan makanan untuk anak-anak khususnya MPASI sangat terbatas. Yang paling miris, banyak orangtua yang akhirnya tidak memberikan ASI untuk bayi mereka. Untuk itu, pemberian susu formula di pengungsian perlu dicermati karena apabila proses pembuatan dan penyajiannya tidak diperhatikan justru membahayakan.
*Foto dari sini
Dalam diskusi, Spesialis gizi UNICEF Indonesia, Sri Sukotjo mengatakan, "Bukan berarti tidak boleh pakai susu formula, tapi harus ada kriteria khusus, persiapan khusus, untuk bisa memberikan susu formula tersebut di pengungsian."
Berdasarkan hasil survei terhadap 700 responden yang dilakukan UNICEF pada saat Gempa Jogja 2006, ia mengatakan angka kasus anak baduta (bawah dua tahun) yang mengalami diare meningkat setelah mengonsumsi susu formula dari donasi masyarakat dan pihak swasta.
Wajar saja, sih, ya, mengingat kondisi tempat pengungsian yang tidak sehat tentu memudahkan terjadinya kontaminasi bakteri di lokasi pengungsian. Bisa dari air yang telah terkontaminasi bakteri, ataupun penyimpanan susu yang tidak steril. Selain itu, hal ini memang tidak terlepas dari banyaknya bantuan makanan instan dan susu formula di pengungsian. Padahal bantuan seperti ini malah berpotensi menggagalkan pemberian ASI sebagai standar emas makanan bagi bayi hingga usia dua tahun, sementara cakupan pemberian ASI di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, pemberian ASI eksklusif pada usia 6 bulan baru sebesar 38%.
Wahana Visi Indonesia pun sudah mengedukasi para kader PMBA dengan baik sehingga bisa mengolah makanan dengan sehat dan benar. Buktinya, tahun 2015 ini, persiapan dilakukan secara matang. Satu bulan sebelum musim banjir datang, simulasi dapur umum sudah dilakukan para kader. Mulai dari mengumpulkan data yang diperlukan, hingga menyusun menu. Bahkan, makanan khusus untuk bayi dan balita pun sudah dibuat secara khusus sesuai dengan usia. Setiap cup makanan pun diberi label usia. Sehingga saat bayi dan balita memakannya, tekstur dan rasanya pun pas.
Melihat kondisi ini, kita tentu nggak bisa berdiam diri, ya? Salah satu langkah yang peling tepat untuk dilakukan adalah tidak memberikan sumbangan berupa susu formula ataupun makanan instan untuk korban bencana. Soalnya, bantuan ini memang sering datang dari sumbangan individual. Pemerintah sendiri sudah menggalakkan dan menolak bantuan seperti ini. Kalaupun masih ada sumbangan berupa susu formula, maka akan diolah menjadi makanan seperti puding.
Mengingat kita tinggal di wilayah yang terbilang rawan bencana, nggak adalah salahnya menyiapkan segala sesuatunya, lho. Waktu itu, para narasumber baik perwakilan dari UNICEF ataupun Wahana Visi Indonesia mengingatkan kalau ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan oleh masyarakat untuk lebih hati-hati menerima bantuan susu, antara lain:
Saya sendiri sangat yakin, kalau sebenarnya semua Mommies juga menginginkan hal yang terbaik untuk anak-anaknya. Untuk itu, meskipun dalam keadaan darurat seperti bencana, pemberian ASI patut untuk diperjuangkan. Begitu pula dengan pemberian MPASI. Buat Mommies yang ingin memberikan sumbangan, ada baiknya untuk lebih jeli memilih produk yang ingin didonasikan. Setuju, dong, ya?
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS