Sorry, we couldn't find any article matching ''
Dari Keragaman Agama Saya Belajar.....
Tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang menganut beragam agama membuat saya kaya akan pembelajaran.
Kalau ditanya, memang seberagam apa sih keluarga kamu? Ini jawabannya: Papa saya Katolik, Mama saya Kristen, Suami saya Islam, dan saya Kristen. Keluarga besar saya ada yang menganut Hindu dan juga Budha. Lengkaplah sudah ke “Bhineka Tunggal Ika”-an kami kan, hehehe.
Berbicara tentang hari raya, berhubung saya tinggal di lingkungan yang warganya lebih banyak pemeluk agama Islam, mau tidak mau memang saya lebih familiar dengan hari raya Lebaran. Saya ingat, sejak kecil dulu, setiap Lebaran, mama selalu membuat ketupat dan memasak opor ayam, rendang serta sambal goreng ati. Makanan di rumah kami semakin meriah berkat hantaran dari tetangga seperti kue-kue kering, dodol Betawi hingga tape ketan, belum lagi beraneka hidangan tradisional yang biasanya sesuai dengan suku dari mana tetangga saya berasal. Saya belajar tentang beragam jenis hidangan yang ada di Indonesia.
*Gambar dari sini
Rumah orangtua saya bersebelahan dengan masjid yang kerap digunakan untuk sholat Tarawih ataupun sholat Ied. Saya jadi paham, kapan waktunya sholat subuh, sholat Isa, Sholat Magrib dsb. Saya juga bisa ‘menilai’ tipe-tipe ustad yang sering melakukan ceramah di masjid itu. Kalau ustad A, tipe ceramahnya banyak tertawa, kalau ustad B ceramahnya selalu bersemangat dan kalau ustad C setiap ceramah sukses membuat para jemaat terenyuh hatinya. Dan tak jarang, jika ada pertanyaan yang suka terbersit di dalam hati mengenai ajaran agama Islam, bisa terjawab ketika tanpa sengaja saya mendengar isi ceramah Ustad-ustad tersebut. Saya belajar bahwa memahami agama orang lain bukan berarti kemudian saya menjadi penganut agama tersebut. Saya belajar bahwa dengan lebih memahami ajaran agama orang lain, pola ibadat agama orang lain, saya jadi lebih bisa menerima perbedaan yang ada.
Saat TK hingga SD saya bersekolah di sekolah Katolik, di mana jumlah siswa penganut Katolik dan Kristen tentu saja lebih banyak dibanding agama lainnya. Selepas SD, masuk SMP Negeri yang kemudian lebih banyak memiliki siswa beragama Islam, saya belajar untuk merasakan rasanya menjadi minoritas. Dan, ternyata, fine-fine saja kok menjadi siswa minoritas di sana. Saya tetap bisa menjalin pertemanan dengan semua orang. Dan, saat Lebaran datang kami akan saling mengirimkan kartu ucapan Selamat Lebaran (Iya kartu ucapan, ketahuan betapa 'matang'nya usia saya ya :p)
Intinya saya bersyukur, bahwa sejak kecil hingga detik ini saya diajarkan untuk menghargai perbedaan dan bahwa mereka yang berbeda dengan kita bukan berarti menjadi musuh. Dan, hal ini juga yang saya ajarkan kepada kedua anak saya. Semoga saja mereka tumbuh menjadi pribadi yang menghargai perbedaan, dan bisa berteman dengan semua orang dari berbagai macam agama.
Selamat Hari Raya Idul Fitri :)
Share Article
COMMENTS